Suara Karya

Ciptakan Ekosistem Baru, Kemdikbud Gelar Lomba Nyanyi untuk Anak

(Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bersama organisasi KITA (Kita Cinta Lagu Anak Indonesia) akan menggelar Lomba Nyanyi dan Cipta Lagu Anak Indonesia. Pendaftaran dibuka secara online mulai 1 Agustus 2020 melalui portal www.kilaindonesia.id.

“Lewat lomba ini kami ingin menciptakan ekosistem baru bagi anak dan pencipta lagu anak untuk bangkit kembali seperti di masa lalu,” kata Dirjen Kebudayaan, Kemdikbud, Hilmar Farid dalam keterangan pers daring, Rabu (29/7/20).

Hilmar dalam kese kesempatan itu didampingu Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru, Kemdikbud, Ahmad Mahendra, anggota dewan juri yang juga pemusik kondang Dian HP dan mantan penyanyi cilik, Chicha Koeswoyo.

Mahendra menjelaskan, lomba menyanyi dibatasi untuk anak usia 3-12 tahun. Diharapkan, lomba tersebut mengembalikan masa anak-anak, agar berkembang secara wajar, memupuk jati diri dengan lagu-lagu anak berbahasa Indonesia, dan tidak meniru perilaku orang dewasa saat menyanyikan lagu tersebut.

“Miris sekali jika anak Indonesia lebih hapal lagu-lagu korea, ketimbang lagu-lagu berbahasa Indonesia. Apalagi lagu yang dinyanyikan itu lagu-lagu orang dewasa dan bernyanyi dengan gaya orang dewasa,” ujarnya.

Padahal, lanjut Mahendra, lagu anak Indonesia dapat menjadi media bagi anak untuk menumbuhkan rasa percaya diri sebagai anak Indonesia. Belum lagi masalah penggunaan gadget yang berlebihan, sehingga anak duduk lebih lama.

“Di masa lalu anak terlihat aktif dan ceria saat menyanyikan lagu-lagu anak. Beda dengan anak sekarang, yang menurut hasil riset terbaru menghabiskan waktu 5-6 jam di depan gadget. Padahal untuk tumbuh kembang, anak harus bergerak aktif dalam keseharianya,” ucapnya.

Terkait lomba cipta lagu anak, Mahendra berharap masyarakat tergerak dan berpartisipasi dalam membuat lagu-lagu anak yang bermutu, serta sesuai dengan usia dan budaya lokalnya.

“Keberlanjutan dari lomba ini adalah makin banyak anak yang nyanyi lagi berbahasa Indonesia, pilihan lagu sesuai usia dan tetap bergaya anak-anak saat bernyanyi,” tuturnya.

Dari masa ke masa, lanjut Mahendra, ajaran tentang nilai dan budi pekerti luhur diselipkan para pencipta lagu anak dalam lagu-lagu yang mereka ciptakan. Hal itu termasuk ajaran tentang cinta kepada keluarga dan sesama manusia, mengenal alam Indonesia, kehidupan flora dan fauna, bahkan tentang adat dan budaya lokal seperti ada dalam lirik lagu dolanan.

“Nilai-nilai itu adalah prinsip dasar yang diperlukan anak untuk mengenal identitas diri sebagai anak Indonesia. Itu juga menjadi bekal penting untuk anak tumbuh kembang menjadi manusia berbudi luhur, peduli pada sesama dan mencintai bangsanya,” katanya.

Dalam sambutannya, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, masa anak-anak adalah periode emas dan merupakan hak anak untuk dijalankan secara wajar.

“Lagu-lagu anak Indonesia yang sesuai dengan usia emosi jiwa anak adalah media penting untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Selain membentuk identitas diri sebagai anak Indonesia,” katanya.

Untuk menjamin profesionalisme dan kemandirian, tim Juri KILA dipimpin oleh Dian HP yang sudah mumpuni di industri musik Indonesia.

Sementara itu Chicha menuturkan pengalaman pribadi masa kecilnya yang menyenangkan. Karena ia menyanyi tidak atas paksaan orangtua. Beruntung, ia lahir dari keluarga pemusik, sehingga bakat nyanyinya kian terasah.

“Waktu saya kecil, pencipta lagu anak-anak sangat banyak. Sehingga kita punya lagu-lagu anak yang keren tentang keseharian, lingkungan hingga budaya. Iramanya terdengar sederhana, tetapi liriknya menarik karena bercerita tentang keseharian,” kata pelantun lagu anak paling hits di era 80-an berjudul Heli, Guk Guk Guk. (Tri Wahyuni)

Related posts