JAKARTA (Suara Karya): Dalam peringatan Hari Film Nasional (HFN) ke-74 di Jakarta, Sabtu (30/3/24), Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menegaskan komitmennya untuk memperkuat ekosistem perfilman di Tanah Air.
“Saya bangga melihat kebangkitan perfilman Indonesia saat ini. Kualitas semakin meningkat dan tema yang diangkat pun makin beragam,” kata Nadiem dalam acara bertema ‘Beragam Filmnya, Ramai Penontonnya’ tersebut.
Nadiem menyebut, dampak positif dari perkembangan film Indonesia bisa dilihat dari bertambahnya kepercayaan masyarakat terhadap film karya anak bangsa tersebut.
“Semoga makin banyak sineas Indonesia yang mengharumkan nama bangsa, serta meningkatnya kecintaan masyarakat terhadap film Indonesia,” pungkas Nadiem.
Hal senada dikemukakan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek, Hilmar Farid. Katanya, pemerintah akan selalu berupaya memfasilitasi sektor kebudayaan, termasuk film secara optimal untuk memperkuat dan memajukan ekosistem menjadi lebih baik lagi.
“Beragam cara inklusif dan berkesinambungan telah kami lakukan untuk menggapai tujuan itu. Perfilman Indonesia diharapkan dapat menjadi fondasi pembangunan karakter bangsa dan sumber inovasi yang tidak terbatas,” ucap Hilmar.
Karena bicara soal kebudayaan, lanjut Hilmar, tak hanya terkait dengan warisan masa lalu, tetapi juga menjadi kunci untuk memahami masa kini dan merancang masa depan. Perfilman nasional ikut andil dalam memperkuat tatanan budaya dan mengokohkan pemajuan kebudayaan Indonesia.
Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menyebut tahun 2023 merupakan masa puncak dari kebangkitan perfilman di Tanah Air. Produksi dan industri perfilman di Indonesia semakin berjaya di level nasional sekaligus mampu unjuk gigi di kancah internasional.
“Keberhasilan itu tidak lepas dari peran aktif pemerintah dalam mendukung penguatan ekosistem perfilman nasional,” ucapnya.
Beberapa strategi pemerintah untuk pemajuan perfilman Indonesia, antara lain peningkatan pendidikan film dalam bentuk kegiatan Indonesiana Film yang menghasilkan 33 naskah meliputi 4 naskah pada 2020, 10 naskah pada 2021, 9 naskah pada 2022, dan 10 naskah pada 2023.
“Selain juga tercipta Layar Indonesiana, Lock x Full Circle Lab, dan MyLab,” ujarnya.
Upaya lain adalah peningkatan literasi dan apresiasi film dalam bentuk dukungan terhadap Festival Film Indonesia (FFI) dan inisiatif Apresiasi Film Indonesia (AFI).
Terkait AFI, kegiatan dimulai sejak 2022 dan menjangkau 79 komunitas di 10 kota. Pada 2023, AFI diperluas dengan penelitian di 5 kota baru dan 3 kota dengan program tindak lanjut.
Kemdikbudristek juga mengorganisir pemutaran khusus nonton bareng (nobar) untuk mempertahankan minat penonton, menjaga aksesibilitas, dan apresiasi terhadap film Indonesia.
Program Nobar diselenggarakan di 29 kota sejak 2020 hingga 2023. Jumlah penonton Nobar pada 2020 sebanyak 6.332 penonton, pada 2021 berjumlah 5.095, dan pada 2022 melonjak menjadi 9.186, hingga mencapai 10.952 penonton pada 2023.
Selain itu, upaya penguatan distribusi film dengan meluncurkan platform Indonesiana.TV pada 3 September 2021, sebagai bagian dari Program Merdeka Belajar Episode ke-13 dengan tema Merdeka Berbudaya dengan Kanal Indonesiana.
“Perpustakaan Indonesiana.TV memiliki lebih dari 1.544 judul film. Materinya bisa diakses melalui laman web indonesiana.tv, aplikasi PlayStore, dan jaringan televisi kabel Indihome saluran 200 (SD) dan 916 (HD),” kata Hilmar
Ditambahkan, pemerintah juga memberi travel grant untuk sineas Indonesia guna berpartisipasi di festival film internasional dalam bentuk akomodasi perjalanan. Hal itu akan memperkuat ekosistem perfilman tanpa mengintervensi proses kreatif.
Upaya lainnya adalah fasilitas Dana Indonesiana untuk pelaku budaya perfilman. Tercatat ada 39 komunitas film telah difasilitasi bantuan Program Sinema Mikro Dana Indonesiana.
Strategi terakhir adalah pengarsipan film yang berhasil mengalihmedia 332 judul film Indonesia dari seluloid ke digital sejak 2016. Selain restorasi film untuk mengembalikan kondisi gambar dan suara karya sinema ke aslinya.
Dalam program restorasi, Kemdikbudristek berhasil merestorasi 5 film dalam mengembalikan wujud dan isi materinya seperti bentuk semula.
Ke-5 judul film itu, antara lain Darah dan Doa (The Long March) karya Usmar Ismail (1950), Pagar Kawat Berduri karya Asrul Sani (1961), Bintang Ketjil karya Wim Umboh dan Misbach Yusa Biran (1963), Kereta Api Terakhir karya Mochtar Soemodimedjo (1981), dan dr Samsi karya Ratna Asmara (1952).
Pernyataan serupa disampaikan Direktur Perfilman, Musik dan Media, Kemdikbudristek, Ahmad Mahendra. Pemerintah akan terus memfasilitasi para pegiat film nasional serta bersinergi dengan pihak industri sinema guna menghasilkan karya perfilman yang bermutu.
“Berbagai program dan terobosan baru di bidang perfilman dilakukan untuk merangkai perfilman Indonesia sejak dari hulu hingga hilir. Semoga perfilman Indonesia bisa terus unjuk gigi di kancah nasional maupun internasional,” ujarnya.
Kemdikbudristek bersama beberapa pihak terkait telah menggelar rangkaian kegiatan peringatan HFN ke-74 di sejumlah kota selama 27-31 Maret 2024, yaitu Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Bukittinggi dan kota-kota lainnya di Indonesia.
Kegiatan diawali dengan Bioskop Berbisik pada 27 Maret 2024, dan ditutup dengan pemberian penghargaan kepada profesi perfilman Indonesia dalam acara ‘Legend Award’ di gedung Sinematek Indonesia, Jakarta. (Tri Wahyuni)

