JAKARTA (Suara Karya): Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Ditjen PDM, Kemdikbudristek melakukan pencanangan pembangunan Zona Integritas Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (ZI WBBM) di Jakarta, Senin (19/2/24).
Pencanangan tersebut dihadiri Direktur Jenderal PDM, Iwan Syahrir; Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Komalasari; Direktur SEAMEO Center of Early Childhood Care Education and Parenting, Vina Adriany; Widyaprada Ahli Utama Kemdikbudristek; dan pimpinan Direktorat PAUD.
Iwan Syahril dalam sambutannya menyampaikan, sinergitas dan komitmen bersama menjadi nilai inti bagi Direktorat PAUD yang berhasil meraih predikat Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (ZI WBK) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) pada Desember 2023 lalu.
Ia pun menyambut baik inisiatif Direktorat PAUD yang di awal tahun 2024 mendorong satuan kerjanya untuk meningkatkan kinerja dan melakukan pelayanan prima untuk seluruh stakeholder.
Iwan Syahril berharap Kegiatan Komitmen Bersama Capaian Target Kinerja Direktorat PAUD Tahun 2024 yang diikuti pencanangan ZI WBBM akan memberi manfaat dan dampak baik bagi Direktorat PAUD dan pihak terkait dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel serta pelayanan publik yang prima.
“Direktorat PAUD diharapkan menjadi pusat percontohan bagi unit dan satuan kerja lain terkait penerapan tata kelola yang baik, pelayanan publik yang prima dan berintegritas,” ujarnya.
Merujuk pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kempmendikbud) Nomor 1176/P/2020 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani, maka seluruh satuan kerja di Kemdikbudristek harus menerapkan pola ZI sebagai target perjanjian kinerja mulai dari pimpinan hingga seluruh staf.
Direktorat PAUD pada 2023 berhasil menunjukan komitmennya dalam pembangunan ZI WBK. Hal itu menjadi tonggak penting untuk terus berkarya dan berinovasi. Pencapaian ZI memiliki makna pembangunan budaya organisasi yang agile dan tiada henti.
Iwan juga meminta seluruh pimpinan ASN baik PNS dan non PNS untuk berkontribusi, berkolaborasi, membentuk budaya kerja yang prima, melayani dengan sepenuh hati agar cita-cita yang diinginkan bersama dapat diraih.
“Tularkan virus baik ini kepada satuan kerja lain agar tercipta ekosistem pendidikan yang merujuk pada zona integritas, baik ZI WBK dan ZI WBBM,” ucapnya.
Ditambahkan, transformasi organisasi merupakan hal fundamental untuk meningkatkan pelayanan kepada stakeholder pendidikan. Karena itu, Kemdikbudristek terus melakukan serangkaian pemecahan masalah untuk membantu kualitas pendidikan di Indonesia menjadi semakin baik.
Hasil penelitian Organization Health Index (OHI) oleh McKinsey menyebutkan, OHI Score Ditjen PDM mendapat nilai 83 dan masuk kategori ‘top quartile’. Angka itu satu tingkat lebih tinggi dibanding OHI Kemdikbudristek dengan nilai 80 dengan kategori second quartile.
Untuk penilaian indikator yang mendukung organisasi sehat di kalangan supervisor, direktur, dan eselon-eselon, baik itu lingkungan kerja, motivasi, kapabilitas, dan sebagainya, rata-rata masuk kategori top decile yang masuk kategori tertinggi.
“Untuk semua level pun motivasi pegawai pun mendapat skor 84, yakni di kategori top decile,” ucap Iwan.
Pencanangan itu akan menjadi refleksi untuk melakukan transformasi organisasi yang lebih baik lagi ke depan. “Kita perlu ingat bahwa ending goal dari segala upaya yang kita lakukan adalah demi murid, murid, dan murid,” ucap Iwan.
Disebutkan, saat ini tersedia 26 episode Kebijakan Merdeka Belajar. Dan hampir setengah kebijakan itu berkaitan dengan stakeholder Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah.
“Kita perlu berempati pada stakeholder kita, apakah kebijakan yang diluncurkan dapat diterima dengan baik oleh mereka, dan apakah mereka dapat melaksanakannya demi transformasi satuan pendidikan,” katanya.
Sebelum menutup, Iwan Syahril mengatakan, setiap episode kebijakan Merdeka Belajar saling berkesinambungan. Semua episode berisi upaya problem solving yang dibangun, agar satuan pendidikan dapat melakukan identifikasi, refleksi, dan pembenahan secara berkelanjutan.
Dengan demikian, murid di Indonesia mendapat layanan pendidikan yang lebih berkualitas. (Tri Wahyuni)
