Suara Karya

Gelar Kilau Nuswantara, UBL Ajak Gen Z Bangga Budaya Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Universitas Budi Luhur (UBL) mengajak Gen Z untuk bangga atas budaya Indonesia, lewat perhelatan Budo Budi Kilau Nuswantara 2023 di kampus UBL Ciledug, Jakarta pada 26-27 September.

Gelaran tersebut juga menampilkan Dialog Kebudayaan dengan pembicara Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, Prof Semiarto Aji Purwanto dan Duta Pemudi Kebudayaan Indonesia 2023, Meilani Teniwut.

Rekto UBL, Wendi Usino dalam sambutannya meminta pada generasi muda, terutama Gen Z untuk menjadikan kekayaan budaya sebagai nilai strategis bangsa. Caranya, hal itu bisa disesuaikan dengan kondisi saat ini, di era digital.

“Gen Z ini adalah generasi dimana teknologi informasi ada dalam genggaman tangan mereka. Karena itu, pengenalan budaya Indonesia tidak bisa dilakukan dengan cara yang biasa-biasa saja,” ujarnya.

Ditambahkan, UBL memiliki sejumlah komunitas yang mendukung pelestarian budaya Indonesia. Salah satunya lewat pembentukan unit kegiatan mahasiswa (UKM) tari dan musik tradisional.

“Untuk mengajak mahasiswa mencintai budaya Indonesia, kami mengalokasikan beasiswa untuk penari yang berdedikasi. Beasiswa beberapa waktu lalu diberikan kepada mahasiswa kelompok tari saman,” katanya.

Hal senada dikemukakan Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti, Kasih Hanggoro. Kegiatan yang dilakukan Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (Himahi) UBL itu diharapkan dapat membangun konsistensi generasi muda dalam pelestarian budaya.

“Saya bangga karema Himahi dapat menjalankan salah satu visi misi budi luhur, yaitu cerdas berbudi luhur. Di tangan mahasiswa HIMAHI UBL, kebudiluhuran dapat dibawa ke ranah internasional,” ujarnya.

Guru besar Antropologi UI, Prof Semiarto Aji Purwanto dalam pemaparannya memberi apresiasi kepada UBL yang konsisten dalam pelestarian budaya dalam kegiatan kampusnya.

“Saya sempat kaget waktu masuk auditorium UBL yang kaya akan seni budaya Indonesia. Sementara ruang pertemuam di kampus saya biasa-biasa saja,” kata Prof Semiarto Aji yang juga menjabat sebagai Dekan FISIP UI tersebut.

Ia menyayangkan, upaya pemajuan kebudayaan oleh pemerintah belum menyentuh hal yang esensial. Seharusnya, pemajuan kebudayaan itu melibatkan komunitas, agar tetap lestari.

“Setiap ke daerah, saya dapat informasi jika budaya ini dan itu sudah tercatat dalam warisan tak benda tingkat nasional, untuk dicatatkan ke Unesco. Ditanya apakah budaya itu dilakukan oleh kaum mudanya. Dijawab tidak. Lalu buat apa didokumentasikan, jika budaya itu sendiri sudah tidak ada,” tuturnya.

Prof Aji menilai pencatatan dokumen ke Unesco merupakan bagus, jika dibarengi dengan pelestarian budayanya. Ajak komunitas untuk aktif melakukan pelestarian seni budaya tersebut, agar tidak hilang tertelan zaman.

Prof Aji menyebut kebudayaan harus dimiliki sebagai navigasi negara. Ia mencontohkan Taiwan yang tidak mau menjadi bagian dari Republik Rakyat China (RRC) atau China daratan dengan menciptakan budaya sendiri yang berbeda dari China.

“Meski Taiwan menggunakan nama Republic of China Taiwan, mereka menegaskan penduduknya sebagai astronesia, bukan China. Mereka lalu menggali-gali budaya lama dari warga pulau, kombinasi dari Filipina, Jawa dan Kalimantan sebagai kebudayaan baru,” ujarnya

Lalu strategi kebudayaan Indonesia seperti apa, menurut Prof Aji tidak pernah tegas. “Kita selalu diminta untuk tidak meninggalkan budaya tradisi, tapi juga harus merenggut kebudayaan dunia,” katanya.

Ketidaktegasan itu terjadi karena pembangunan kebudayaan di Indonesia selalu mengedepankan aspek ekonomi. Lalu pada akhirnya kebudayaan itu untuk mendukung pariwisata dan sumber pencaharian masyarakat.

“Jadi kebudayaan baru sebatas pendukung pariwisata, belum bisa menjadi navigasi negara seperti dilakukan oleh Taiwan,” kata Pro syf Aji menegaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts