JAKARTA (Suara Karya): Periode usia dini bukan sekedar fase pertumbuhan, melainkan pondasi yang menentukan kualitas manusia dan daya saing bangsa di masa depan. Namun, pemenuhan hak dan kesejahteraan anak usia dini hingga kini masih menghadapi tantangan besar, baik secara global maupun nasional.
Data UNESCO 2022 mencatat hanya sekitar dua pertiga anak usia 36–59 bulan di dunia, berkembang sesuai tahapannya. Sementara UNICEF melaporkan lebih dari separuh anak pernah mengalami kekerasan berat.
Di Indonesia, angka stunting masih berada di level 19,8 persen (TPPS 2024), sementara Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baru mencapai 36 persen (BPS 2025).
Kondisi itu menegaskan masih lebarnya kesenjangan akses, kualitas pengasuhan, serta lemahnya koordinasi lintas sektor dalam pembangunan anak usia dini. Tanpa sinergi antara sektor kesehatan, pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan sosial, Indonesia berisiko kehilangan momentum bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.
Menjawab tantangan tersebut, Tanoto Foundation menggelar ‘2025 International Symposium on Early Childhood Education and Development (ECED)’ bertema ‘ECED Ecosystem Synergy in Promoting the Best Start in Life’ di Jakarta, pada Rabu (17/12/25).
Simposium menjadi wadah kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat ekosistem pengembangan anak usia dini yang holistik, berbasis bukti dan berkelanjutan.
Kegiatan melibatkan berbagai kementerian dan mitra strategis, antara lain Bappenas, Kemenko PMK, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemendikdasmen, Kemdiktisaintek, BKKBN, UNICEF, SEAMEO CECCEP, ARNEC, ECED Council Indonesia, serta organisasi masyarakat sipil dan filantropi.
Simposium dibagi dalam dua fokus utama, yaitu sesi pagi mengangkat tema ‘Synergising Health and Education for ECED’ menekankan pentingnya integrasi layanan kesehatan, gizi, dan pendidikan sebagai fondasi tumbuh kembang anak.

Diskusi menyoroti inovasi pemantauan perkembangan anak, intervensi gizi, serta penguatan stimulasi dini dalam layanan primer.
Pada sesi siang bertema ‘Parenting and Early Learning’ menempatkan keluarga sebagai aktor kunci dalam ekosistem PAUD. Diskusi membahas pengasuhan responsif, pembelajaran berbasis interaksi, serta dukungan kebijakan untuk memperkuat kapasitas orang tua dan pengasuh.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang membuka simposium menegaskan, usia 0–5 tahun merupakan fase paling menentukan dalam pembangunan manusia.
“Jika kita gagal memastikan anak-anak tumbuh sehat di fase ini, maka kita berisiko kehilangan bonus demografi. Ini adalah tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menempatkan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD-HI) sebagai indikator kinerja utama dalam RPJP 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029, serta tengah menyiapkan tahap kedua Rencana Aksi Nasional (RAN) PAUD-HI 2025-2029.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi menilai simposium ini strategis untuk memperkuat arah kebijakan. Ia mendorong agar rekomendasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dalam penyusunan regulasi dan inovasi layanan PAUD.
Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains.dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Prof Stella Christie menekankan, pentingnya pengasuhan berbasis sains dan interaksi berkualitas.
“Tidak ada teknologi, termasuk kecerdasan buatan, yang bisa menggantikan kekuatan interaksi manusia dalam tumbuh kembang anak,” ujarnya.
CEO Tanoto Foundation Benny Lee menegaskan, periode awal kehidupan adalah investasi paling krusial dalam pembangunan manusia.
“Fondasi kapasitas manusia dibentuk sejak dini. Karena itu, dibutuhkan ekosistem yang kuat dan kolaborasi semua pihak agar setiap anak mendapatkan awal kehidupan terbaik,” katanya.
Simposium yang dihadiri sekitar 200 peserta itu juga menghadirkan pembicara dari pemerintah, organisasi internasional, akademisi, dan filantropi.
Kegiatan ini menjadi wujud komitmen Tanoto Foundation untuk mendorong sinergi lintas sektor demi memastikan setiap anak Indonesia memperoleh stimulasi, gizi, perlindungan, dan pembelajaran yang layak sejak usia dini.
“Yang terpenting adalah memastikan setiap anak memiliki awal kehidupan yang paling kuat dan paling bahagia,” kata Benny Lee menandaskan. (Tri Wahyuni)
