Suara Karya

Goethe-Institut Gelar Science Film Festival 2025, Kenalkan ‘Green Jobs’ ke Generasi Muda

JAKARTA (Suara Karya): Goethe-Institut kembali menggelar Science Film Festival (SFF) bagi peserta didik jenjang SD hingga SMA di 70 kabupaten/kota di Indonesia, pada 4-30 November 2025.

Festival film sains untuk ke-16 kalinya itu menghadirkan film-film internasional bertema ‘green jobs’ dan beragam eksperimen sains interaktif, yang diharapkan dapat menginspirasi generasi muda untuk mencintai sains dan lingkungan.

Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, Constanze Michel menjelaskan, inisiatif itu bukan sekadar hiburan, melainkan langkah awal dalam membangun kesadaran dan minat terhadap sains serta keberlanjutan lingkungan.

“Melalui film dan eksperimen, kami ingin menciptakan kesadaran tentang bagaimana sains dapat membantu melindungi lingkungan dan mendorong pembangunan berkelanjutan,” kata Constanze dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa (4/11/25)

Science Film Festival 2025 akan memutar 16 film dari 7 negara, yaitu Jerman, Republik Ceko, Belanda, Uruguay, Afrika Selatan, Argentina, dan Britania Raya. Selain itu, ada 6 eksperimen sains terkait, yang akan dipraktikkan setelah penayangan film.

Ke-16 film tersebut dijadwalkan diputar bergantian secara luring di sekolah, universitas, pusat sains, komunitas, serta secara daring via Zoom.

Film-film yang ditampilkan dalam festival memberi potongan pengetahuan kecil, yang bisa menginspirasi generasi muda untuk membuat pilihan karier yang lebih bermakna di masa depan.

“Kami ingin festival ini menjadi langkah pertama dalam perjalanan panjang siswa menuju kesempatan profesional yang lebih hijau,” ucapnya.

Menurut Constanze, salah satu tantangan terbesar dalam memperkenalkan sains kepada anak muda adalah persepsi bahwa sains itu sulit dan tidak mudah diakses. Melalui kegiatan ini, Goethe-Institut berusaha mengubah pandangan tersebut.

“Kami ingin menunjukkan, kalau sains itu bisa menyenangkan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Ada banyak peluang karier di bidang ini, tidak hanya menjadi profesor di universitas,” katanya.

Inisiatif Goethe-Institut itu juga sejalan dengan semangat global untuk memperluas peluang green jobs, pekerjaan yang berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan, serta memperkenalkan pentingnya sains sejak pendidikan dasar.

Dengan pendekatan kreatif melalui film, eksperimen, dan kolaborasi internasional, Goethe-Institut berharap anak muda Indonesia dapat melihat sains tak hanya sebagai mata pelajaran yang rumit, tetapi jembatan menuju masa depan yang berkelanjutan dan penuh kesempatan.

Kegiatan SFF menjangkau berbagai kota dan kabupaten di Indonesia, seperti Arguni, Balige, Bukittinggi, Ende, Gowa, Larantuka, Manokwari, Palangkaraya, Poso, Soe, Tanah Merah Baru, Waingapu, dan masih banyak lagi.

Science Film Festival tahun ini didukung sejumlah mitra utama, seperti Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek), Kedutaan Besar Republik Federal Jerman; Rolls-Royce; dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Seperti dikemukakan Direktur Sistem Pembelajaran Transformatif, Ditjen Saintek, Kemditisaintek, Prof Dr Ardi Findyartini yang menilai pentingnya memperkuat kesadaran lingkungan dan pengembangan green jobs di seluruh bidang ilmu.

“Menjaga bumi tidak cukup hanya dari tindakan individu seperti mengurangi sampah atau mendaur ulang. Diperlukan pendekatan sains yang kuat agar solusi berkelanjutan bisa benar-benar diterapkan,” ucapnya.

Kemdiktisaintek saat ini tengah memetakan peran-peran keilmuan masa depan, sesuai 8 prioritas nasional yang diarahkan agar berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

“Kita ingin semua bidang studi, tidak hanya di lingkungan memiliki komponen green jobs. Mahasiswa, dosen, dan ilmuwan perlu memahami peran mereka dalam menjaga keberlanjutan,” katanya.

Dengan pendekatan transformatif, Prof Findy berharap pendidikan dan riset di Indonesia tak hanya mencetak lulusan unggul secara akademik, tetapi juga generasi profesional yang sadar akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan dan keberlanjutan.

Dalam kesempatan yang sama, hadir Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dr Samsi Setiadi dan lebih dari 300 siswa-siswa dari beberapa sekolah di Jabodetabek.

Mereka akan menyaksikan film asal Jerman berjudul Nine-and-a-half: Underwater Noise, Why is the Ocean so Loud?

Film itu berkisah tentang seorang ilmuwan dalam penelitian dampak kebisingan terhadap anjing laut. Para siswa selanjutnya berpartisipasi dalam eksperimen sains berjudul ‘Antigravitasi’.

Mereka ditantang mengambil bola dari dalam air dan mengangkatnya hingga keluar dari dalam air tanpa bola terlepas dari botol.

Eksperimen itu memberi pemahaman tentang hubungan antara kedalaman titik dan tekanan fluida, serta murid diharapkan dapat menjelaskan fenomena tegangan permukaan. (Tri Wahyuni)

Related posts