JAKARTA (Suara Karya): Di tengah perubahan besar dunia kerja pascapandemi dan lonjakan teknologi kecerdasan buatan (AI), hasil survei Work Relationship Index (WRI) 2025 dari HP mengungkap fakta mengejutkan.
Hasil survei itu menunjukkan, hanya 28 persen pekerja berpengetahuan (knowledge workers) di Indonesia memiliki hubungan sehat dengan pekerjaannya.
Angka itu menurun tajam sebesar 16 poin dibanding tahun sebelumnya. Penurunan tersebut dinilai paling drastis secara global.
Menurut President Director HP Indonesia, Juliana Cen, temuan itu menunjukkan sinyal bahaya bagi organisasi untuk segera beradaptasi terhadap perubahan ekspektasi karyawan, dan meningkatkan kesejahteraan di tempat kerja.
“Namun di balik tantangan itu, optimisme terhadap teknologi justru melesat tinggi. Sebanyak 89 persen pekerja Indonesia percaya, AI akan meningkatkan kualitas hidup dan pengalaman kerja mereka,” tutur Juliana kepada media, di Jakarta, Kamis (30/10/25).
Lebih menarik lagi, 94 persen pekerja di Indonesia sudah menggunakan AI, dan setengahnya memanfaatkannya setiap hari. Hal itu menjadikan Indonesia pemimpin global dalam adopsi AI di tempat kerja.
“Temuan ini adalah pengingat, hubungan sehat antara karyawan dan pekerjaan tidak hanya bergantung pada individu, tetapi juga pada bagaimana organisasi menciptakan lingkungan kerja yang mendukung,” ujarnya.
Melalui strategi OneHP, lanjut Juliana, HP tak hanya menghadirkan teknologi yang cerdas, tapi juga berempati. Artinya, teknologi yang memperkuat koneksi manusia, kolaborasi dan kesejahteraan.
Dijelaskan, survei WRI 2025 melibatkan lebih dari 18.000 responden di 14 negara, termasuk Indonesia. Survei tersebut juga menemukan tren global yang mengkhawatirkan.
“Lebih dari 8 dari 10 pekerja kantoran mengalami perubahan besar di tempat kerja sepanjang tahun terakhir, dan 32 persen di antaranya terdampak kebijakan wajib kembali ke kantor,” ungkapnya.
Di Indonesia, 37 persen pekerja menilai perusahaan lebih fokus pada profit ketimbang karyawan, sementara 68 persen merasa ekspektasi dan beban kerja semakin meningkat.
“Padahal, penelitian menunjukkan 85 persen faktor yang memengaruhi hubungan kerja yang sehat sebenarnya ada di dalam kendali organisasi, mulai dari kepemimpinan hingga penyediaan alat kerja yang memadai,” ucapnya.
Menjawab tantangan tersebut, HP memperkenalkan strategi OneHP, sebuah pendekatan komprehensif yang menyatukan seluruh portofolio HP, mulai dari PC berbasis AI, perangkat kolaborasi Poly, periferal, hingga solusi dan layanan digital ke dalam satu ekosistem terintegrasi.
“OneHP dirancang untuk menghadirkan lingkungan kerja yang aman, kolaboratif, dan berpusat pada manusia, sesuai kebutuhan gaya kerja hybrid masa kini,” tegasnya.
Beberapa inovasi utama yang diperkenalkan dalam OneHP Day 2025 antara lain, Portofolio PC berbasis AI dan perangkat kolaborasi Poly untuk mendukung fleksibilitas kerja lintas lokasi.
Selain itu, ada HP Workforce Experience Platform, yang memberi insight berbasis data bagi tim SDM dan TI untuk memahami kebutuhan karyawan secara real time.
“Ada juga HP Smart Sense, fitur berbasis AI yang menyesuaikan performa perangkat sesuai kondisi lingkungan kerja,” kata Juliana.
“Tak ketinggalan HP AI Companion, asisten pintar yang membantu karyawan mengelola tugas dan notifikasi agar lebih fokus dan produktif,” kata Juliana.
HP juga menekankan pentingnya investasi organisasi terhadap pengembangan karyawan. Karena hasil survei WRI menunjukkan, pekerja 5 kali lebih mungkin memiliki hubungan kerja yang sehat, ketika perusahaan berinvestasi pada pertumbuhan dan pengembangan mereka.
Dengan memadukan inovasi teknologi dan empati terhadap manusia, HP memimpin arah baru dunia kerja.
“Kami ingin teknologi bukan hanya membuat pekerjaan lebih cepat, tapi juga membuat manusia merasa lebih berarti,” tuturnya.
Melalui OneHP, HP tidak sekadar memperkenalkan produk, tetapi mendefinisikan ulang makna produktivitas, kreativitas, dan kesejahteraan di dunia kerja modern. (Tri Wahyuni)

