JAKARTA (Suara Karya): Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Jepang mengembangkan modul pembelajaran untuk perawat lansia (Kaigo), yang nantinya akan masuk dalam kurikulum keperawatan di Indonesia.
Peningkatan kompetensi Kaigo menjadi penting tidak saja bagi Jepang, tetapi juga Indonesia. Mengingat jumlah lansia di kedua negara akan terus meningkat di masa depan.
“Kebutuhan Kaigo saat ini sangat tinggi di Jepang. Kemungkinan yang sama juga bisa terjadi di Indonesia di masa depan. Karena itu upaya peningkatan kompetensi Kaigo menjadi sangat penting,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Yuli Farianti, di Jakarta, Kamis (10/7/25).
Pernyataan tersebut disampaikan Yuli Farianti dalam seminar bertajuk ‘Peningkatan kompetensi pekerja kaigo 2025’ yang diselenggarakan bersama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) Indonesia.
Hadir Kepala Kantor Perwakilan JICA Indonesia, Takeda Sachiko; dan Direktur Pendayagunaan Tenaga Kesehatan, Kemenkes, Anna Kurniati serta beberapa pakar lainnya.
Yuli Farianti memberi apresiasi kepada JICA yang telah menginisiasi kegiatan, sehingga ada peluang kerja baru bagi para lulusan keperawatan dari Indonesia.
“Setiap tahun ada sekitar 30 ribu lulusan Diploma 3 keperawatan di Indonesia. Semoga peluang kerja sebagai Kaigo bersertikat ini bisa diisi oleh lulusan keperawatan kita,” ujarnya.
Dijelaskan, proyek pengembangan modul Kaigo di Indonesia itu akan berlangsung 16 April 2025 hingga 15 April 2028. Tujuannya, untuk meningkatkan kualitas kurikulum keperawatan secara keseluruhan di institusi percontohan.
“Modul Kaigo dan elemen-elemennya nantinya akan diintegrasikan ke dalam kurikulum keperawatan yang sudah ada, disertai dengan pengembangan kapasitas para pengajar yang terlibat didalamnya,” tutur Yuli Farianti.
Disebutkan, beberapa institusi percontohan yaitu Politeknik Kesehatan Jakarta I, Jakarta III, Tanjung Karang (Lampung), dan Mataram (Nusa Tenggara Barat).
Hasil dari proyek ini akan diimplementasikan ke 38 Poltekkes milik Kementerian Kesehatan yang tersebar di seluruh Indonesia. Bagi mahasiswa yang ingin bekerja di Jepang, diberikan pelatihan tambahan bahasa Jepang untuk memudahkan komunikasi.
“Lulusan dari proyek ini akan bekerja di Jepang sebagai Specified Skilled Worker dan lainnya di bidang Kaigo,” kata Yuli Farianti menandaskan.
Hal senada dikemukakan Kepala Kantor Perwakilan JICA Indonesia, Takeda Sachiko. Katanya, Kaigo adalah profesi penting di Jepang yang berfokus pada perawatan lansia atau orang yang membutuhkan bantuan.
“Dengan meningkatnya populasi lansia, kaigo menawarkan peluang karir yang menarik dan peran yang krusial dalam masyarakat,” ujarnya.
Kebutuhan akan kaigo di Jepang sangat tinggi karena populasi negara tersebut yang menua dengan cepat. Jepang diperkirakan kekurangan sekitar 2,5 juta tenaga kaigo pada 2025.
“Hal itu menciptakan peluang besar bagi tenaga kerja asing, termasuk dari Indonesia, untuk bekerja di sektor ini,” katanya.
Ditambahkan, Jepang memiliki proporsi lansia tertinggi di dunia, dengan lebih dari 28 persen penduduk berusia di atas 65 tahun. Sementara banyak orang muda Jepang enggan bekerja di bidang kaigo karena dianggap berat dan kurang menarik.
Terkait gaji kaigo di Jepang bervariasi, tetapi umumnya berkisar antara 160 ribu yen hingga 250 ribu yen per bulan, atau sekitar Rp17-27 juta, dengan tunjangan dan potensi bonus.
“Kaigo dapat bekerja di berbagai fasilitas, seperti panti jompo, pusat perawatan harian, atau bahkan memberi perawatan di rumah,” ujarnya.
Pekerjaan Kaigo dinilai anak muda Jepang berat dan melelahkan, karena tak hanya mencakup melakukan tugas harian seperti membantu makan, mandi, berpakaian, tetapi juga memberi dukungan emosional dan sosial. (Tri Wahyuni)