JAKARTA (Suara Karya): Hari Ulang Tahun (HUT) ke-101 penyair Chairil Anwar dirayakan lewat pembacaan puisi oleh duta besar negara-negara sahabat di Museum Nasional di Jakarta, pada Rabu (26/7/23) malam.
Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Hilmar Farid dalam sambutannya mengaku senang, karena para pembaca merupakan perwakilan dari negara-negara sahabat.
“Mereka sudah berusaha keras untuk menerjemahkan puisi-puisi Chairil Anwar dalam bahasa negara masing-masing. Sehingga, tanpa sadar, mereka sudah masuk dalam perjalanan menelusuri kebudayaan Indonesia secara aktif,” ujarnya.
Menurut Hilmar, Chairil Anwar merupakan sosok yang tidak bisa dilepaskan dari perjalanan perpuisian Indonesia modern. Ia juga pejuang yang aktif di masa-masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Karena itu, Chairil Anwar memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pengembangan bahasa Indonesia. Karena ia memiliki perhatian yang besar terhadap kata dan bunyi.
“Boleh dikatakan kontribusi Chairil Anwar terhadap pengembangan bahasa Indonesia sangat besar,” ucap Hilmar.
Hilmar menambahkan pandangan negara-negara sahabat mengenai sastra Indonesia, yang sudah dipelajari secara lebih mendalam. Mereka sudah bisa merasakan penggunaan kata-kata dalam puisi tersebut.
“Bukan pekerjaan mudah untuk menerjemahkan puisi Chairil Anwar ke bahasa dari negara masing-masing. Pilihan rima pasti tidak sama, tetapi mereka berusaha keras mencari kata-kata yang pas. Sehingga makna itu tidak saja diterjemahkan dengan baik, tetapi keindahan bunyi juga dipertahankan,” tuturnya.
Anggota Lembaga Sensor Film (LSF) yang juga penulis buku, Noorca M Massardi menjadi pembaca pembuka lewat puisi berjudul ‘Siap Sedia’ yang diciptakan Chairil Anwar pada 1944. Puisi itu bercerita tentang semangat nasionalisme dalam melawan penjajahan Jepang.
Kemudian wakil dari Australia yang membacakan puisi berjudul Sajak Putih. Puisi itu ditulis pada 18 Januari 1944 dan diterbitkan dalam dua antologi miliknya, yaitu Deru Campur Debu pada 1993 oleh penerbit Dian Rakyat, Jakarta; dan antologi Tiga Menguak Takdir yang juga berisikan karya-karya milik Asrul Sani dan Rivai Apin.
Chairil Anwar menulis sebuah puisi untuk pelukis Affandi pada 1946 berjudul Kepada Pelukis Affandi. Puisi itu dibacakan wakil dari India.
Karya Chairil Anwar yang ditulis pada 1946 lainnya, seperti Cintaku Jauh di Pulau dibacakan wakil dari Mexico. Sedangkan wakil dari Nigeria membawakan puisi berjudul Situasi.
Wakil Timor Leste membacakan Pemberian Tahu, dan wakil dari Ukraina membacakan Senja di Pelabuhan Kecil. Wakil dari Belanda membacakan Sajak Buat Basuki Resobowo yang ditulis Chairil Anwar pada 28 Februari 1947.
Wakil dari Korea membacakan Buat Gadis Rasid yang ditulis pada 1948. Sementara itu, wakil dari Thailand membacakan Kita Guyah Lemah yang ditulis pada 22 Juli 1943. Wakil dari Inggris membacakan Taman yang ditulis pada Maret 1943.
Wakil dari Dewan Kesenian Jakarta membacakan Tuti Artic yang ditulis pada 1947 dan wakil dari Venezuela membacakan Prajurit Jaga Malam karya Chairil Anwar pada 1948.
Sebagai penutup, Asmara Abigail membawakan Sajak Doa yang diciptakan Chairil Anwar pada November 1943 dan diterbitkan pertama kali di majalah Pantja Raja pada November 1946.
Chairil Anwar (1922-1949) adalah penyair dalam puisi Indonesia modern. Dengan puisinya, ia menjadikan bahasa Indonesia matang sebagai bahasa.
“Karya-karya dan kontribusi yang telah dilakukan oleh Chairil Anwar semasa hidupnya patut dikenang dan diapresiasi sampai kapan pun,” kata Hilmar Farid menutup. (Tri Wahyuni)

