JAKARTA (Suara Karya): Universitas Terbuka (UT) kembali melahirkan dua lulusan inspiratif yang menjadi bukti nyata keberhasilan sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh.
Dua lulusan inspiratif dalam acara Wisuda Sarjana Periode Ganjil Tahun Akademik 2025/2026 yang digelar di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC), Pondok Cabe, Tangerang Selatan, pada Selasa (28/10/25), yaitu Taufiq Supriadi dan Tantriani Dewi Martadinata.
Taufiq saat ini menjabat sebagai Kepala Sekretariat DJPKN I BPK RI. Ia lulus S1 Ilmu Hukum UT Jakarta dengan IPK 4.0. Sedangkan Tantriani adalah anggota DPRD Kabupaten Bandung, dan lulusan S1 Ilmu Pemerintahan UT Jakarta.
Rektor UT, Prof Ali Muktiyanto dalam sambutannya memberi apresiasi yang tinggi kepada Taufiq dan Tantriani yang dianggap mewakili semangat ‘Open Learning, Open Impact’ yang digelorakan UT.
“Taufiq ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan terbuka bisa mencetak pembelajar sejati yang berdampak nyata di masyarakat, bahkan sampai diakui dunia,” katanya.
Menurut Prof Ali, semangat Taufiq sejalan dengan nilai perjuangan pemuda untuk terus belajar, berinovasi, dan berkontribusi bagi bangsa.
“UT tak hanya mencetak lulusan, tetapi juga menumbuhkan agen perubahan di berbagai lapisan masyarakat. Dan Taufiq adalah salah satu contoh nyata dari semangat itu,” ucapnya.
Meski telah bergelar doktor akuntansi dari Universitas Padjajaran Bandung, dan memegang berbagai sertifikasi profesional seperti CSFA, CertDA, GRCE, CIISA, CCMP, CPCC, dan CFrA, Taufiq mengambil S1 Ilmu Hukum UT karena tertarik. Bahkan, ia kuliah dengan semangat yang tak kalah dari mahasiswa muda.
“Model pembelajaran UT yang fleksibel, memberi kesempatan kepada saya untuk belajar tanpa meninggalkan pekerjaan dan tanggung jawab sosial. Saya bisa belajar di sela tugas kantor, bahkan di tengah aktivitas warga,” tuturnya.

Baginya, kuliah di UT bukan sekadar mengejar gelar, melainkan sebuah perjalanan spiritual intelektual. “Ilmu hukum UT membentuk saya memahami keadilan sosial dari akar rumput. Saya belajar menegakkan aturan, transparansi, dan keadilan mulai dari lingkungan RT,” katanya.
Dalam kesehariannya, Taufiq adalah Ketua RT 008 RW 004 Malaka Jaya, Jakarta Timur yang aktif menggerakkan inovasi lingkungan di wilayahnya.
Melalui gagasan Pusat Percontohan Pencegah Krisis Planet, ia berhasil mengubah kawasan padat penduduk menjadi pusat pemberdayaan ekonomi warga berbasis lingkungan hijau dan teknologi digital.
“Inovasi yang saya kembangkan menggabungkan urban farming, kolam lele U-Ditch, panel surya komunitas, dan sistem digital RTOnline. Semua saya terapkan dari ilmu yang saya pelajari di UT,” kata Taufiq.
Atas inisiatif tersebut, Taufiq telah 2 kali diundang ke Tiongkok, yaitu Guangzhou dan Beijing, serta tampil dalam program televisi CCTV China untuk memaparkan praktik pemberdayaan lingkungan di tingkat akar rumput.
Ia juga menerima apresiasi dari Duta Besar RI di Beijing, serta tercatat sebagai nominator Kalpataru tingkat nasional 2024 dan pemegang Rekor MURI sebagai ‘RT Pertama dengan Kolam Gizi Warga’.
“Saya ingin membuktikan, ilmu hukum yang saya pelajari di UT bisa diterapkan dari level terkecil di Republik ini, yaitu RT. Dari sinilah perubahan bisa dimulai,” ujarnya.
Bagi Taufiq, keberhasilan akademiknya adalah bentuk tanggung jawab moral untuk terus memberi manfaat bagi masyarakat. Ia sedang menyiapkan panduan inovasi lingkungan berbasis data masyarakat, yang akan dibagikan kepada RT lain di seluruh Indonesia secara cuma-cuma.
“Saya percaya, RT adalah miniatur negara. Kalau di tingkat RT tertib, mandiri, dan berdaya, maka Indonesia akan jaya,” ucap Taufiq yang pada kesempatan itu menyerahkan buku karyanya yang berjudul ‘Suara-Suara dari Pos Ronda’ kepada Wakil Rektor Bidang Akademik UT, Prof Rahmat Budiman.
Dalam bagian akhir percakapan, Taufiq memuji modul pembelajaran yang dikembangkan UT. Modul tersebut dinilai ‘berkelas’ karena dibuat oleh ahlinya, sehingga materinya lengkap dan detail.
“Masuk UT itu memang mudah, tetapi lulusnya yang sulit. Karena itu harus rajin-rajin membaca modul, karena banyak ilmu yang bisa diserap. Modul pembelajaran UT itu sangat ‘berkelas,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Tantriani Dewi Martadinata mengaku senang mengikuti perkuliahan di UT, karena waktunya yang fleksibilitas. Hal itu sesuai dengan kebutuhan perempuan aktif.
Tantriani berhasil menyelesaikan kuliah di UT dalam waktu 4 tahun. Hal itu menjadi bukti fleksibilitas sistem pembelajaran terbuka.
“Sebagai anggota dewan dan ibu rumah tangga, waktu saya sangat padat. Tapi UT memberi ruang fleksibel untuk belajar, kapan saja. Jadi, bagi masyarakat yang ingin kuliah tapi terkendala waktu, UT adalah pilihan terbaik,” tuturnya.
Tentang wisuda, Rektor UT Prof Ali Muktiyanto menyebut jumlah wisudawan untuk Periode Ganjil 2025/2026 sebanyak 1.306 orang dari Wilayah I, mencakup mahasiswa dalam negeri dan luar negeri.
UT kini memiliki lebih dari 760 ribu mahasiswa aktif dan 2 juta alumni di seluruh dunia. Hal itu menjadikan UT sebagai pelopor pendidikan tinggi terbuka dan jarak jauh di Indonesia selama lebih dari 40 tahun.
Dengan sistem pembelajaran digital dan personalized learning, UT terus memperkuat komitmennya untuk mencetak lulusan adaptif, berdaya saing global, dan siap kerja.
Dalam prosesi wisuda, UT memberi penghargaan kepada lulusan terbaik tingkat nasional, yaitu Mira Syahraini (Program Doktor Ilmu Manajemen, UT Padang) dengan IPK sempurna 4.0; dan Roza Amelia (Program Magister Manajemen, UT Jakarta) meraih IPK 4,00 dengan predikat ‘Dengan Pujian’. (Tri Wahyuni)

