Suara Karya

Luncurkan EGIS, KLH/BPLH Perkuat Integrasi Geospasial Nasional Bersama BIG dan BMKG

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) meluncurkan Environmental Geospatial Information System (EGIS), sebuah sistem informasi geospasial lingkungan hidup yang dirancang sebagai pusat kendali data spasial nasional di sektor lingkungan.

Peluncuran tersebut dilakukan dalam Rapat Koordinasi Tata Lingkungan 2025 di Serpong, Kota Tangerang Selatan, Selasa (25/11/25). Hal itu sekaligus menandai langkah besar pemerintah menuju era pengambilan keputusan berbasis data presisi.

Peluncuran EGIS juga menjadi momentum penting dengan dilakukannya penandatanganan dua Nota Kesepahaman antara KLH/BPLH dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Kolaborasi itu akan memperkuat sinergi geospasial nasional, mulai dari penyelarasan data, kajian atmosfer, hingga pemantauan perubahan lingkungan secara real-time.

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan, EGIS dikembangkan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Nomor 18 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik (IGT) Lingkungan Hidup.

Sistem itu menjadi tulang punggung integrasi 71 jenis data geospasial, yaitu 31 IGT eksisting dan 40 usulan baru, yang akan terus diperbarui mengikuti standar kualitas nasional.

Lewat EGIS, lanjut Hanif Faisol, masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta dapat mengakses peta interaktif, analisis spasial, tata kelola terintegrasi, serta layanan berbagi pakai berbasis API untuk mendukung perencanaan dan pengawasan lingkungan hidup.

“Upaya itu dilakukan, karena masa depan kebijakan lingkungan sangat ditentukan oleh kualitas data dan komitmen daerah,” ujarnya.

Ditambahkan, kondisi lingkungan hidup harus menjadi dasar kebijakan, bukan sekadar bahan diskusi. Dengan 70 persen aksi mitigasi berada di daerah, maka masa depan komitmen Indonesia pasca-COP30 ditentukan oleh keputusan yang dibuat hari ini di tingkat lokal.

Hanif Faisol menyebut, teknologi geospasial tidak akan optimal tanpa kolaborasi lintas sektor.

“Lingkungan bukan beban bagi pembangunan, melainkan investasi jangka panjang bagi wilayah, bisnis, dan generasi mendatang,” tegasnya.

Kerja sama KLH/BPLH dan BIG, dijelaskan, mencakup penyelenggaraan IGT, sinkronisasi data lintas kementerian/lembaga, dan penguatan program strategis nasional berbasis geospasial.

Sementara itu, kerja sama dengan BMKG meliputi kajian meteorologi, klimatologi, dan geofisika, dukungan terhadap perlindungan lingkungan hidup, penerapan teknologi modifikasi cuaca, serta publikasi ilmiah bersama untuk memperkuat kebijakan berbasis sains.

Rakornas Tata Lingkungan 2025 dihadiri perwakilan K/L, pemerintah daerah, akademisi, serta pelaku dunia usaha. Forum ini menjadi ruang strategis untuk menyelaraskan perencanaan tata lingkungan, memperkuat pengawasan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan berbasis data.

Dengan hadirnya EGIS KLH/BPLH, Indonesia memasuki tahap baru dalam pengelolaan lingkungan, yang lebih terukur, terhubung, dan kolaboratif.

Sistem itu diharapkan menjadi fondasi kuat dalam menjaga kualitas lingkungan sekaligus memandu arah pembangunan nasional yang lebih berkelanjutan. (Tri Wahyuni)

Related posts