Suara Karya

Krisis Identitas Penyuluh Pertanian, Momentum Perubahan Diperlukan

JAKARTA  (Suara Karya): Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional [KPPN] menggelar Focus Group Discussion [FGD] bertema ´Penyuluh Pertanian Mau Kemana?´ di Hotel Aston Simatupang, Jakarta, Selasa [2/7]. FGD menyoroti tantangan produktivitas pertanian dan langkah-langkah memperbaiki keberlanjutan penyuluhan pertanian di Indonesia.

Ketua KPPN Bustanul Arifin menegaskan urgensi transformasi dalam peran penyuluh di Indonesia. Arifin menyebutkan perlunya adaptasi dan perubahan strategis menghadapi tantangan baru sektor pertanian, khususnya dalam konteks perubahan kebijakan pemerintahan yang baru pada Oktober nanti.

“Penyuluh harus melakukan transformasi signifikan dalam pendekatan dan strategi kerja mereka agar dapat menanggapi perubahan kondisi dan kebutuhan petani di era baru ini,” katanya.

Bustanul menambahkan bahwa perubahan ini sangat penting mengingat peran krusial penyuluh dalam mendukung keberlanjutan dan peningkatan produktivitas sektor pertanian, terutama dalam menghadapi perubahan iklim.

Dia menyayangkan bahwa peran penyuluh kerapkali terhambat oleh peraturan yang belum sepenuhnya mendukung kerja mereka.

“Kita perlu memastikan bahwa penyuluh memiliki dukungan yang memadai dari segi peraturan dan sumber daya agar mereka dapat berfungsi secara optimal dalam mendampingi petani,” kata Bustanul.

Dia menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan reformasi dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian, dengan memastikan bahwa peran penyuluh dapat diperkuat sesuai dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2006.

“Kami mengadvokasi agar kelembagaan penyuluhan kembali berada di bawah pemerintah pusat untuk meningkatkan koordinasi dan efisiensi,” tambah Bustanul.

Sementara itu, pakar penyuluhan dari Universitas Andalas, Hery Bachrizal Tanjung menyoroti bahwa penyuluh memiliki peran krusial dalam mengoordinasikan kebijakan nasional dengan kondisi riil di lapangan.

“Penyuluh harus mampu beradaptasi dengan baik dan memiliki kompetensi yang tinggi dalam membina dan mengembangkan kapasitas petani,” paparnya.

Belum lagi, Hery menegaskan, perlunya integrasi yang lebih baik antara kebijakan pusat dan daerah dalam mengelola penyuluhan pertanian.

“Pengelolaan penyuluhan harus tetap berpusat pada kebijakan nasional dengan pengembangan dan implementasi yang sesuai dengan kebutuhan daerah,” katanya.

Sementara pakar penyuluhan dari Universitas Sebelas Maret [UNS] Dwiningtyas Padmaningrum menekankan pentingnya integrasi antara lembaga pendidikan, pemerintah daerah, dan komunitas petani mendukung program penyuluhan.

“Peran penyuluh tidak hanya sebagai penyedia informasi, juga sebagai fasilitator membangun kapasitas petani untuk mengadopsi teknologi baru dan meningkatkan efisiensi usaha mereka,” tambahnya.

Dwiningtyas juga mengulas tentang peran penting Balai Penyuluhan Pertanian [BPP] mendukung implementasi kebijakan pertanian di tingkat kecamatan. Diharapkan, BPP dapat diperkuat sebagai pusat pengembangan pertanian yang berkelanjutan dan terpadu di setiap wilayah.

“Saat ini, tantangan terbesar adalah pengelolaan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang memadai di BPP. Perlu perhatian serius dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas BPP sebagai motor penggerak pembangunan pertanian di daerah,” tegas Dwiningtyas. (Boy)

Related posts