JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menegaskan, komitmen pemerintah dalam mendorong riset dan inovasi dosen agar berdampak langsung bagi masyarakat, melalui Program SEMESTA.
“Program dirancang untuk menjembatani riset akademik dengan kebutuhan nyata di tingkat lokal hingga industri,” kata Brian dalam acara bertajuk ‘Repertoar 2025: Refleksi dan Arah Pengembangan Sains dan Teknologi’, di Graha Kemdiktisaintek, Sabtu (20/12/25).
Acara tersebut juga menghadirkan tokoh inovasi global dari Honey Bee Network India, Anil K. Gupta untuk berbagi pengalaman dalam membangun ekosistem teknologi berbasis komunitas.
Mendiktisaintek menjelaskan, Program SEMESTA akan memberi pendanaan kepada dosen dari perguruan tinggi negeri (PTN) maupun PTS di seluruh Indonesia untuk mengembangkan karya inovatif yang mampu menjawab persoalan masyarakat sekitar.
“Misi kegiatan ini adalah mendorong dosen-dosen menghasilkan karya yang memberi solusi nyata bagi masyarakat. Karya-karya tersebut dibukukan dan dikembangkan. Ada ratusan inovasi mulai dari teknologi produksi garam, pewarna alami dari bahan lokal, hingga pengembangan kapal nelayan listrik,” ujarnya.
Menurutnya, keunikan program SEMESTA terletak pada pendekatan riset yang beriringan dengan kondisi lokal. Para dosen didorong mengidentifikasi masalah di daerah masing-masing, memanfaatkan potensi sumber daya lokal yang ada, lalu mengembangkan riset hingga tahap prototipe.
Brian menekankan, karya-karya dalam program SEMESTA masih dalam tahap pilot project. Namun, pemerintah tidak ingin inovasi tersebut berhenti di laboratorium atau pameran semata.

“Setelah prototipe ini selesai, kami akan mendorong sosialisasi dengan industri. Harapannya, teknologi ini bisa ditingkatkan skalanya dari pilot project menjadi produk industri yang berkelanjutan dan berdampak lebih luas,” tutur Brian.
Ia juga mengajak pelaku industri untuk melihat karya-karya dosen sebagai peluang kolaborasi, sekaligus berperan dalam penyempurnaan teknologi dari sisi bahan baku, harga, hingga performa agar siap dikomersialisasikan.
Kepada media, Brian mengungkapkan, pendanaan riset yang dikelola pemerintah saat ini mencapai angka yang signifikan. Melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), pemerintah mengalokasikan dana hingga Rp100 miliar dalam satu tahun terakhir.
Selain itu, Program SEMESTA juga kelanjutan dari skema riset dasar yang didanai Ditjen Riset dan Pengembangan (Risbang). Jika digabung dengan riset yang dikembangkan di Ditjen Sains dan Teknologi (Sainstek), maka total anggaran mencapai Rp2 triliun.
“Kalau di Ditjen Risbang itu riset dasar, sedangkan Program SEMESTA fokus pada riset yang berdampak langsung ke masyarakat. Untuk tahap industri, pendanaan akan dilanjutkan melalui Ditjen Risbang,” ujarnya.
Tentang kolaborasi dengan dosen dari kampus luar negeri, Brian menegaskan, pengembangan ilmu pengetahuan tidak mengenal batas geografis maupun politik. Pihaknya membuka peluang kolaborasi riset internasional yang seluas-luasnya.
“Kami terbuka dengan semua negara. Banyak dosen kita berkolaborasi dengan peneliti dari Australia, Jepang, China, Amerika Serikat, Singapura, dan Malaysia,” katanya.
Kolaborasi global tersebut dinilai penting untuk meningkatkan kualitas riset nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem sains dan teknologi dunia.
Soal posisi Indonesia di tingkat riset global, Brian mengakui, pemeringkatan perguruan tinggi di tingkat global masih perlu dikejar. Saat ini, Universitas Indonesia (UI) berada di peringkat 189 dunia, disusul beberapa kampus lain di jajaran 200 besar.
Meski demikian, Brian menekankan dampak riset bagi masyarakat juga menjadi indikator penting keberhasilan pengembangan sains dan teknologi.
Melalui pendekatan mentorship, peneliti dari kampus maju didorong untuk mengajak peneliti dari perguruan tinggi lain agar tercipta pemerataan kualitas riset.
Selain itu, program SEMESTA juga menyasar peningkatan literasi sains masyarakat, partisipasi publik, dan lahirnya inovasi berbasis komunitas.
“Inovasi tidak selalu lahir dari riset mahal dan rumit. Dari masyarakat pun bisa muncul inovasi yang berdampak ekonomi, sosial, dan budaya,” pungkas Brian. (Tri Wahyuni)
