Suara Karya

Menuju Kebijakan Pendidikan Berbasis Data, Kemdikdasmen Rilis Hasil TKA 2025.

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan, Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 bukanlah instrumen untuk meranking sekolah atau membandingkan daerah, tetapi alat pemetaan mutu capaian akademik siswa jenjang SMA, SMK, MA, dan Paket C sebagai dasar perumusan kebijakan pendidikan berbasis data.

“TKA ini bukan formalitas. Ini assessment yang kita siapkan dengan sungguh-sungguh untuk membaca kondisi riil capaian akademik murid sekolah menengah atas secara nasional,” kata Abdul Mu’ti dalam taklimat media terkait hasil TKA 2025, di Jakarta, Senin (22/12/25).

Meski baru pertama kali digelar dan bersifat sukarela, TKA 2025 mencatat partisipasi sangat tinggi, yakni 97,94 persen pada jadwal utama dan 98,56 persen tingkat kehadiran dari lebih 4,19 juta murid yang masuk populasi.

Capaian ini dinilai di luar dugaan, mengingat waktu sosialisasi dan persiapan teknis yang relatif singkat.

Pelaksanaan TKA dilakukan sepenuhnya dengan Computer Based Testing (CBT) tanpa penggunaan kertas. Mayoritas satuan pendidikan menggunakan fasilitas sendiri, meski sebagian kecil harus berbagi sarana antarsekolah.

Kendala teknis yang muncul, seperti gangguan listrik dan kondisi darurat peserta, ditangani melalui ujian susulan.

“TKA ini inklusif. Bahkan murid yang sedang PKL, sakit, hingga yang berada di lembaga pemasyarakatan tetap difasilitasi,” ujar Abdul Mu’ti.

Ia juga menekankan, TKA tidak menentukan kelulusan, karena kelulusan tetap menjadi kewenangan satuan pendidikan. Namun, hasil TKA akan menjadi salah satu dasar kebijakan, termasuk untuk jalur masuk perguruan tinggi non-tes.

Dalam kesempatan yang sama,
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Toni Toharudin menjelaskan, hasil TKA dirancang sebagai cermin pembelajaran nasional, bukan titik akhir.

“Hasil TKA adalah titik awal perbaikan. Data ini akan langsung diterjemahkan menjadi kebijakan, bukan sekadar laporan statistik,” kata Toni.

Secara nasional, capaian rata-rata menunjukkan variasi antarmata pelajaran. Mata pelajaran pilihan seperti Antropologi, Geografi, Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut, Bahasa Arab, dan Sejarah mencatat rata-rata relatif tinggi.

Sementara itu, Bahasa Inggris dan Matematika Wajib menunjukkan capaian yang masih perlu penguatan. “Perbedaan capaian ini bukan untuk pemeringkatan, melainkan potret kompetensi nasional sebagai dasar refleksi dan peningkatan kualitas pembelajaran,” tegas Toni.

Dijelaskan, penilaian TKA menggunakan pendekatan Item Response Theory (IRT) dua parameter, yang tidak hanya menghitung jawaban benar, tetapi juga mempertimbangkan tingkat kesulitan dan daya pembeda soal.

Dengan metode ini, murid dengan jumlah jawaban benar yang sama bisa memperoleh skor berbeda, sehingga hasil dinilai lebih adil dan akurat.

Hasil TKA akan disampaikan kepada pemerintah daerah, sekolah, dan masing-masing murid, namun tidak dipublikasikan secara individu. Setiap murid menerima sertifikat TKA (SHTKA) lengkap dengan barcode dan tanda tangan elektronik untuk menjamin keabsahan. (Tri

Dalam bagian akhir sambutannya, Abdul Mu’ti menegaskan, TKA 2025 menjadi baseline nasional. Hasilnya akan menjadi pijakan peningkatan kualitas guru, pembelajaran, dan kebijakan pendidikan yang lebih tepat sasaran di tahun-tahun mendatang. (Tri Wahyuni)

Related posts