Suara Karya

Pentingnya Pelibatan Kampus Wujudkan Masyarakat Tanggap Bencana!

JAKARTA (Suara Karya): Membangun masyarakat tanggap bencana di Indonesia harus disegerakan, karena negara ini berada di jalur cincin api (ring of fire) sehingga rawan terjadi bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, longsor, pergeseran tanah, tsunami hingga banjir bandang.

Alasannya, semua bencana itu memicu terjadinya beberapa kerentanan mulai dari fisik, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan. Dengan memiliki ilmu dan pengetahuan tentang ketahanan bencana, diharapkan masyarakat bisa lebih siap.

“Perguruan tinggi perlu dilibatkan dalam pekerjaan besar ini karena mereka memiliki sumber daya manusia untuk mengedukasi masyarakat terkait ketahanan bencana,” kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kemdikbudristek, Sri Gunani Partiwi di Jakarta, Rabu (10/5/23).

Pernyataan Sri Gunani disampaikan dalam konferensi bertajuk ‘Building Universities in Leading Disaster (BUiLD) Resilience 2023’ dengan tema Strategi Ketahanan Bencana Indonesia.

Konferensi terselenggara berkat dukungan 8 perguruan tinggi yang tergabung konsorsium BUiLD, Erasmus dan Uni Eropa, serta Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemdikbudristek.

Konferensi dihadiri akademisi dari berbagai perguruan tinggi dalam dan luar negeri, kalangan pemerintahan, pelaku bisnis, komunitas dan media, yang lazim disebut pentahelix.

Pembicara lain dalam konferensi adalah Dr David Rubens, Executive Director The Institute of Strategic Risk Management (ISRM) yang berbasis di Virginia, Amerika Serikat; Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr Udrekh.

Selain itu ada anggota dewan pakar Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) yang juga Kepala Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pengurus Pusat Aisyiyah, Rahmawati Husein.

Konferensi dipandu Project Lead Erasmus + BUiLD Resilience yang juga dosen University of Gloucestershire, Nadine Sulkowski.

Konsorsium BUiLD juga memberi apresiasinya kepada 3 perusahaan atas pencapaiannya dalam ketahanan bencana di tempat kerja, yaitu PT Nippon Steel and Sumikin Materials Indonesia untuk kategori Continuous Improvement in Environmental Concern.

Penghargaan juga diberikan kepada PT Jababeka Infrastruktur untuk kategori Net Zero Emission Initiative, dan Ecoxystem Venture Builder untuk kategori Startup Innovation in Environment and Disaster Resilience.

Dalam bagian akhir, Sri Gunani memaparkan peran penting perguruan tinggi dalam membangun masyarakat yang memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience).

Peran itu selaras dengan konsep Tridharma perguruan tinggi yang mencakup pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. “Perguruan tinggi bisa melakukan riset dan menerapkannya lewat knowledge management,” katanya.

Strategi tanggap bencana di perguruan tinggi, menurut Sri Gunani, telah masuk dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045. Ada sepuluh area yang menjadi fokus, salah satunya terkait bencana.

David Rubens dari ISRM dalam materinya menjelaskan kondisi dunia yang saat ini menghadapi rangkaian masalah, yang belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

“Ada perubahan iklim, cuaca buruk, kerapuhan infrastruktur, kegagalan aplikasi teknologi informasi, ketergantungan rantai pasok global, dan masih banyak lagi,” ungkap Rubens.

Dalam kondisi yang semacam itu kata Rubens, perguruan tinggi dan dunia akademik perlu berkontribusi, antara lain, mengembangkan program yang memberi nilai tambah nyata lewat berbagai inisiatif terkait manajemen risiko.

Sementara Udrekh dari BNPB menekankan pentingnya resiliensi yang berkelanjutan. Hal itu merupakan gagasan yang dibangun Indonesia melalui Rencana Induk Penanggulangan Bencana 2045 dengan visi Indonesia Tangguh Bencana.

“Strategi yang paling penting adalah resiliensi berkelanjutan dengan membangun perencanaan secara holistik. Leran perguruan tinggi dengan risetnya menjadi penting demi terciptanya kebijakan dan strategi berbasis pengetahuan,” katanya.

Sebagai informasi, konsorsium BUILD terbentuk sejak 2019 lalu. Konsorsium beranggotakan delapan universitas nasional dan empat universitas asing.

Delapan universitas nasional itu adalah President University di Cikarang; Universitas Andalas di Padang; Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin; Universitas Khairun di Maluku Utara; Universitas Muhammadiyah di Palu; Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Islam Indonesia, keduanya di Yogyakarta; dan Universitas Surabaya di Jawa Timur.

Sedangkan empat universitas asing adalah University of Gloucestershire (UoG) dari United Kingdom, Kobenhavns Professionshojskole (KP) dari Denmark, Hafelekar (HAF) dari Austria, dan Instituto Politecnico do Porto (IPP) dari Portugal.

Gagasan konsorsium BUiLD berupa pembentukan Center of Excellence on Disaster Resilience (CEDRS), menggelar dialog rutin tentang kebencanaan, menggelar Hari Kesiapsiagaan Bencana, simulasi bencana, dan mengembangkan media edukasi melalui beragam bentuk dan kanal kepada masyarakat. (Tri Wahyuni)

Related posts