Suara Karya

Promosi Terselubung, Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Tolak ‘World Tobacco Asia’ di Surabaya!

JAKARTA (Suara Karya): Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau, Ifdhal Kasim menyayangkan sikap pemerintah yang memberi izin perhelatan ‘World Tobacco Asia’ (WTA) dan ‘World Vape Show’ (WVS), di Surabaya pada 9-10 Oktober 2024.

“Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak kesehatan publik dari paparan zat adiktif berupa produk tembakau,” kata Ifdhal dalam temu media, di Jakarta, Jumat (2/8/24).

Hadir dalam acara yang sama, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi; Wakil Ketua 4 Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah, Emma Rachmawati; Senior Adviser Center of Human Economic Development, Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Mukhaer Pakkana; dan Badan Eksekutif Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes), Lily Sulistyowati.

Jika acara itu tetap terselenggara, lanjut Ifdhal, Negara dinilai telah gagal dalam melindungi dan menghormati HAM warga negaranya. Karena Negara dinilai tidak serius dalam mencegah, bahkan melarang produksi, konsumsi dan distribusi produk tembakau termasuk iklan, promosi dan sponsor rokok.

Penolakan serupa disampaikan Ketua LPAI, Seto Mulyadi. Acara WTA dan WVS dapat mereduksi upaya perlindungan hak kesehatan masyarakat, khususnya anak dan remaja.

“Apalagi, Surabaya telah dikukuhkan sebagai Kota Layak Anak Paripurna pada 2024, setelah meraih predikat Kota Layak Anak sebanyak 6 kali,” ucapnya.

Hal senada dikemukakan Dr Emma. Katanya, Muhammadiyah dan seluruh warganya mendukung perlindungan anak dan remaja dari eksposure lingkungan yang negatif sejak dini dari industri rokok dan vape yang jelas-jelas berdampak buruk terhadap kesehatan.

Sementara itu, Dr Mukhaer Pakkana mengingatkan kegiatan WTA dan WVS adalaj promosi terselubung dari industri ‘candu’, yang kontra produktif dengan semangat yang diusung pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 Tentang Pengendalian Zat Adiktif.

“Pameran seperti WTA dapat menumbuhkan ketergantungan ekonomi negara pada industri tembakau, yang akan menjadi masalah ketika negara atau daerah berusaha untuk mengurangi konsumsi tembakau untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,” pungkasnya.

Semua narasumber berharap pemerintah membatalkan gelaran tersebut, karena semangatnya tidak selaras dengan PP No 28 Tahun 2024 yang belum lama ini disahkan.

Seperti dikemukakan Ifdhal Kasim, PP tersebut merupakan langkah maju pemerintah dalam melindungi hak kesehatan anak dan mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia.

Karena Indonesia saat ini, sebagai salah satu pasar rokok terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius dalam mengatasi darurat candu rokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.

Hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi perokok usia 10-18 tahun mencapai 7,4 persen, yang meski sesuai dengan target RPJMN 2020-2024, masih jauh dari ideal RPJMN 2015-2019 yaitu 5,4 persen.

Tingginya konsumsi rokok menjadi salah satu hambatan utama upaya pembangunan Kesehatan, seperti meningkatnya penyakit tidak menular, tingginya prevalensi stunting, dan gangguan gizi. Semua masalah tersebut menjadi beban pembiayaan BPJS.

Beberapa pasal dalam PP No 28/2024 mencerminkan penguatan aturan yang diharapkan dapat mengurangi dampak epidemi rokok dan darurat candu tembakau.

Hal senada juga dikemukakan Emma Rachmawati. Ia memberi apresiasi atas ketegasan Pemerintah dalam upaya pencegahan dampak kesehatan jangka panjang, khususnya pengendalian produk tembakau lewat penerbitan PP No 28 Tahun 2024.

“Muhammadiyah yang konsisten mengawal fatwa haram terkait rokok, berharap PP ini dapat menjadi pegangan untuk pelaksanaan program-program kesehatan agar lebih terkoordinasi, bersinergi, dan berkelanjutan di kementerian dan lembaga baik pusat atau daerah,” katanya.

Ditambahkan, Muhammadiyah dan seluruh warganya akan mengawal, mengawasi penerapannya di lapangan, termasuk jika ada pihak-pihak yang tidak menaati/melanggar PP tersebut.

Seto Mulyadi menyatakan harapannya, agar PP dapat secara signifikan melindungi hak kesehatan anak, mengimplementasikan prinsip-prinsip nasional dan internasional, serta menciptakan generasi yang bebas dari masalah dan dampak rokok.

“Kami menekankan pentingnya penerapan aturan secara ketat dan berkelanjutan untuk mencegah dampak buruk konsumsi dan paparan produk tembakau terhadap kesehatan masyarakat,” kata Kak Seto.

Soal PP No 28/2024, Mukhaer Pakkana menyoroti peran krusial peraturan tersebut dalam mengatasi masalah ‘predator’ anak, “PP 28/2024 merupakan ikhtiar untuk mengatasi masalah predator anak, dengan fokus pada bahaya zat adiktif seperti rokok yang secara keseluruhan, memberi dampak negatif jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Mukhaer mengungkapkan, harga rokok di Indonesia termasuk paling murah di dunia dan penjualan secara eceran memantik harga menjadi makin terjangkau tuk anak/remaja.

Badan Eksekutif Adinkes, Lili Sulistyowati mengatakan, PP Nomor 28 tahun 2024 merupakan kebijakan progresif untuk mendorong implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Indonesia secara maksimal.

Ia menekankan pentingnya semangat dalam implementasi KTR untuk memastikan semua orang menghirup udara bersih, dan mengatur kawasan tidak boleh merokok.

Selain juga mengedukasi masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, mencegah penyakit dan kematian, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian bahaya merokok, mengurangi jumlah perokok aktif dan pasif, serta mencegah inisiasi merokok pada anak.

“Untuk kelancaran implementasi KTR, Kementerian Dalam Negeri telah memasukkan nomenklatur KTR pada SKPD Dinkes,” katanya.

Anggaran itu dapat digunakan oleh Dinkes untuk edukasi bahaya rokok, biaya layanan UBM, rapat-rapat KTR, pelatihan UBM/KTR, dan lain-lain. Selain itu, ada nomenklatur anggaran untuk Satpol PP dalam penegakan Perda KTR.

Selanjutnya Lili mengingatkan, pemerintah masih mempunyai pekerjaan rumah (PR) besar untuk mengaksesi FCTC.

“Jaringan pengendalian tembakau mendorong agar Indonesia segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang dari dampak konsumsi produk rokok dan tembakau,” kata Lily menegaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts