Suara Karya

PYC: Implementasi Transisi Energi Diperlukan Kolaborasi Helix 

JAKARTA (Suara Karya): Pendiri Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), Purnomo Yusgiantoro menegaskan perlunya kolaborasi triple xelix (pemerintah, industri, dan akademisi) dan komitmen negara berkembang untuk mengurangi emisi dan mencapai transisi energi.

Diungkapkan Purnomo, bahwa transisi energi di sektor manufaktur dapat dilihat dari sisi peluang dan kendala. Di satu sisi, sektor energi memberikan lonjakan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain energi yang saat ini dipakai masih banyak dari energi fosil.

(Foto: Dok. Purnomo Yusgiantoro Center)

Sementara itu, Ketua Umum (Ketum) Purnomo Yusgiantor Center (PYC), Filda C. Yusgiantoro menyampaikan bahwa implementasi transisi energi di industri manufaktur dapat memberikan dampak signifikan terhadap program transisi energi nasional. Transisi energi dalam industri manufaktur tidak hanya terbatas pada penyediaan energi terbarukan sebagai sumber listrik, tetapi juga meminimalkan penggunaan energi fosil dalam proses manufaktur secara keseluruhan.

Demikian dikatakan Filda dalam acara The Ensight “Transisi Energi di Sektor Manufaktur” di Kantor PYC, Jl. Wijaya IX No. 12 Jakarta Selatan, Sabtu (19/8/2023).

Lebih lanjut Filda mengungkapkan, transisi energi juga dapat dicapai melalui konservasi energi serta pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT).

Pada kesempatan tersebut, Analis Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Robi Kurniawan menyampaikan dalam paparannya bahwa efisiensi energi merupakan hal penting karena meningkatkan pertumbuhan ekonomi, daya saing, dan mencegah dampak perubahan iklim. Efisiensi energi diperlukan di sektor industri manufaktur.

(Foto: Dok. Purnomo Yusgiantoro Center)

Menurut Robi, saat ini Kementerian ESDM telah melakukan program konservasi energi dalam penurunan emisi gas rumah kaca, seperti pelabelan hemat energi, penerapan teknologi hemat energi, dan penerapan manajemen energi.

Lebih lanjut Robi menjelaskan, upaya konservasi energi dapat diterapkan dari sisi suplai maupun sisi beban. Dari sisi beban, budaya hemat energi harus menjadi kebiasaan yang ditanamkan sejak dini.

Dosen Teknik Kimia Universitas Indonesia, Bambang Heru Susanto menyampaikan, bahwa transisi energi di industri manufaktur tidak mudah dilakukan karena melibatkan proses dari hulu sampai hilir. Kondisi saat ini, 74,5% sumber emisi di Indonesia berasal dari aktivitas industri.

Menurutnya, tantangan untuk mengatasi kondisi ini adalah tantangan dari sisi kebijakan, finansial, dan teknis. Lebih lanjut, Bambang memberikan rekomendasi dari sisi akademisi untuk transisi energi di sektor manufaktur yaitu kajian komprehensif per komoditi, pembuatan peta jalan, dan kolaborasi aktif.

Pada kesemptan yang sama, Business Development Manager Berkeley Energy Commercial Industrial Solutions (BECIS), Rizaldi Indra menyampaikan terkait tantangan transisi energi di sektor industri manufaktur.

Tantangan pertama adalah harga bahan bakar fosil yang murah membuat kurang kompetitif jika beralih ke bahan bakar non fosil. Kedua, Capital Expenditure (Capex) yang besar seringkali membuat return tidak tidak tercapai.

 

Ketiga adalah kurangnya kemampuan dalam melakukan eksperimen. Terakhir, tantangannya adalah tidak memberikan keuntungan jika mengejar target emisi. Salah satu upaya untuk mengatasi tantangan ini adalah mengacu pada peta jalan yang berkelanjutan. BECIS memiliki penyediaan layanan dari hulu hingga hilir yang mendukung tujuan keberlanjutan (sustainability goals). (Boy)

 

Related posts