JAKARTA (Suara Karya): Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta masyarakat untuk tidak panik atas meningkatnya kasus mycosplasma pneumoniae pada anak-anak di China. Karena itu bukan kuman baru, dan sudah ada obatnya!
“Waspada boleh, tetapi jangan panik. Lanjutkan kebiasaan cuci tangan dan pakai masker di tempat ramai,” kata Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr Piprim Basarah yanuarso, SpA(K) dalam siaran pers, Sabtu (2/12/23).
Masyarakat tidak perlu panik, menurut dr Pimprim, karena hingga kini belum ada data resmi dari Kementerian Kesehatan RI. Hal itu bisa terjadi karena pelacakan kuman penyebab pneumonia (kecuali virus influenza) pada anak di Indonesia belum dilakukan secara rutin.
Seperti diberitakan, pada awal November 2023 China melaporkan adanya peningkatan jumlah pasien dengan infeksi saluran pernapasan. Pada akhir November 2023 dilaporkan ada kluster dengan ‘undiagnosed pneumonia’ pada anak di China Utara.
Belum ada kejelasan apakah kejadian itu berhubungan dengan peningkatan kasus infeksi sistem pernapasan yang dilaporkan sebelumnya, atau merupakan kejadian yang terpisah.
Laporan dari China mengidentifikasi beberapa bakteri dan virus penyebabnya, yaitu mycoplasma pneumoniae, influenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan SARS COV-2. Namun tidak ada informasi terkait derajat keparahan penyakit dan angka kematian akibat penyakit tersebut.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi IDAI, dr Rina Triasih, MMed (Pead), PhD, SpA (K) menjelaskan, pneumonia adalah radang pada paru-paru yang biasa ditemui pada anak, dan menjadi penyebab kematian terbanyak pada anak balita di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Pneumonia disebabkan oleh bakteri atau virus yang banyak jenisnya. Untuk bakteri ada Streptococcus pneumonia, Hemophyllus influenza, Mycoplasma pneumonia, dan lainnya. Sedangkan virus, antara lain RSV, influenza, adenovirus, SARS-CoV-2, rhinovirus, dan lainnya.
Gejala pneumonia biasanya didahului gejala infeksi saluran napas atas berupa demam, batuk dan pilek selama 3-5 hari, yang diikuti dengan sesak napas.
Pneumonia dapat dicegah dan dapat diobati. Perilaku hidup bersih sehat, termasuk kebiasaan mencuci tangan dan pemakaian masker, pemberian ASI eksklusif, vitamin A dosis tinggi, nutrisi dengan gizi seimbang, dan vaksinasi lengkap merupakan beberapa upaya untuk mencegah terjadinya pneumonia pada bayi dan anak.
Pemberian antibiotika yang tepat dan rasional oleh dokter juga merupakan pengobatan yang efektif pada anak untuk pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.
“Mycoplasma pneumonia merupakan salah satu bakteri penyebab pneumonia pada anak yang sudah lama dikenal di dunia kedokteran,” katanya.
Bakteri itu terutama menyerang anak usia sekolah. Gejala pneumonia akibat mycoplasma pneumonia seperti gejala pneumonia pada umumnya, dan biasanya gejalanya lebih ringan.
Pada anak dengan daya tahan yang menurun dapat menyebabkan kondisi yang berat. Waktu yang diperlukan untuk timbulnya gejala, sejak kuman masuk ke dalam tubuh cukup panjang, tidak secepat virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan covid-19.
IDAI mengimbau kepada pemerintah untuk meningkatkan surveilans infeksi sistem pernapasan pada anak (termasuk pneumonia) di Indonesia, termasuk fasilitas pemeriksaan untuk mengetahui kuman penyebab pneumonia pada anak, apakah streptococcus pneumonia, RSV, mycoplasma pneumonia atau lainnya.
Rumah Sakit, klinik dan Puskesmas di Indonesia juga diminta melakukan analisis data jumlah pasien/kunjungan dan kematian akibat infeksi saluran pernapasan/pneumonia dari waktu ke waktu, baik pasien rawat inap, rawat jalan maupun instalasi gawat darurat.
Data itu penting agar bisa dilakukan antisipasi dini jika ditemukan adanya peningkatan jumlah kasus yang signifikan.
Ditegaskan, mycoplasma pneumonia bukan kuman baru. Pneumonia akibat nycoplasma pneumoniae biasanya bergejala ringan yang dapat diobati dengan antibiotika.
Dan yang tak kalah penting adalah Pemberian ASI eksklusif, vaksinasi lengkap dan vitamin A dosis tinggi untuk mencegah bayi dan anak dari pneumonia. (Tri Wahyuni)


