JAKARTA (Suara Karya): Aliansi Kebangsaan menyampaikan keprihatinan mendalam atas dinamika sosial-politik yang berkembang sejak 25 Agustus 2025. Menurut aliansi, arah kebangsaan justru kian menjauh dari cita-cita kemerdekaan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Ketua Umum Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, menegaskan bahwa usia ke-80 tahun Indonesia seharusnya menjadi momentum menuju bangsa yang lebih maju dan sejahtera. Namun, realitas saat ini menunjukkan kerapuhan kolektif, lemahnya kelembagaan politik, hingga semakin renggangnya jarak antara elite dengan rakyat.
“Eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak menunjukkan keseriusan melaksanakan agenda pembangunan bangsa. Kepercayaan publik kian menipis, sementara kesenjangan sosial semakin melebar,” ujar Pontjo dalam keterangan resmi, Senin (8/9/2025).
Ia menyoroti meningkatnya aksi protes di sejumlah daerah yang berujung kerusuhan akibat ditunggangi kelompok tertentu. Aliansi menyerukan masyarakat agar menahan diri, tidak terprovokasi, serta menjaga fasilitas publik yang merupakan milik bersama.
Pemerintah pun diminta untuk tidak bersikap represif. Menurut Pontjo, aparat perlu menindak tegas pelaku perusakan tanpa membungkam kebebasan berpendapat. “Demokrasi harus tetap dijamin, tetapi jangan dibiarkan disalahgunakan,” tegasnya.
Aliansi Kebangsaan juga mengingatkan potensi campur tangan asing jika instabilitas terus berlanjut. Mereka menyinggung kembali pengalaman sejarah yang dikenal sebagai “the Jakarta Method”, di mana bangsa Indonesia pernah dijadikan objek percaturan geopolitik.
Kemarahan rakyat yang semakin meluas, menurut mereka, menjadi tanda adanya masalah mendasar dalam tata kelola pemerintahan. “Hukum masih tajam ke bawah, tumpul ke atas. Pemerintahan kehilangan arah karena dilembagakan oleh oknum yang culas dan korup,” kata Pontjo.
Dalam seruannya, Aliansi Kebangsaan menitipkan harapan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk kembali menegakkan cita-cita Proklamasi dan Pancasila. Presiden diminta menyingkirkan pihak-pihak yang menghambat, serta memilih pembantu yang berkompeten demi membawa bangsa menuju keadilan sosial dan kemakmuran bersama.
“Sudah saatnya Presiden tampil sebagai nakhoda tunggal untuk mengarahkan perjalanan negara-bangsa menuju masa depan yang lebih terang,” pungkasnya. (Boy)