JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Kesehatan (Kemkes) menargetkan minimal 2 dokter spesialis jantung tersedia di setiap rumah sakit tingkat kabupaten/kota. Untuk itu, pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (RS) akan diperluas.
“Idealnya 3 dokter. Tapi, mendidik dokter spesialis jantung itu butuh waktu, kita targetkan 2 dokter saja dulu,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam acara ‘International Cardiovascular Summit (IICS) 2024’, di Jakarta, Minggu (17/11/24).
Hadir dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Rumah Sakit Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) Dr dr Iwan Dakota beserta jajarannya dan dokter ahli jantung ternama di Amerika asal India, Dudy Hanafy.
Menkes menjelaskan, sat ini baru ada sekitar 1.500 jumlah dokter spesialis jantung di Indonesia. Rasionya sangat minim, sehingga pelayanan yang diberikan ke masyarakat belum maksimal.
Padahal, periode emas penanganan orang yang terkena serangan jantung dibawah 90 menit. Jika lebih dari waktu itu, maka pasien umumnya tidak akan tertolong.
Karena itu, lanjut Menkes, harus ada minimal 2 spesialis jantung di rumah sakit tingkat kabupaten/kota. Dengan kondisi itu, maka jumlah dokter spesialis jantung di Indonesia harus berada di angka sekitar 750 orang.
“Kita butuh percepatan. Mendidik spesialis itu butuh praktek, ini yang harus dilakukan di rumah sakit-rumah sakit. Kalau mengandalkan cara-cara lama, butuh waktu 10 tahun. Padahal, angka kematian akibat serangan jantung dan stroke itu tertinggi di Indonesia,” katanya.
Kementerian Kesehatan telah membuka 6 program di rumah sakit penyelenggara pendidikan utama. Enam program studi kedokteran spesialis di enam rumah sakit penyelenggara pendidikan utama itu, antara lain spesialis mata, jantung, anak, saraf, orthopedi dan ongkologi.
Peserta calon dokter spesialis yang mengikuti program ini diutamakan berasal dari Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), yakni luar Pulau Jawa. Sehingga setelah lulus, mereka dapat mengabdi di daerah terpencil yang masih kekurangan dokter spesialis.
Menkes menegaskan tujuan utama program hospital based adalah mempercepat pemenuhan jumlah dokter spesialis, mendistribusikan dokter spesialis ke seluruh pelosok Indonesia agar penempatan tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa dan mencetak dokter spesialis berkualitas internasional.
“Jadi ada rumah sakit yang kasusnya banyak, dipakai sebagai tempat pembelajaran. Di RS Harapan Kita sudah mulai hospital based dan mengampu rumah sakit,” tandasnya.
Sementara itu, Dirut RSJPDHK) Dr dr Iwan Dakota menjelaskan, penyelenggaraan IICS bagian dari ikhtiar percepatan pemenuhan dokter spesialis jantung di Tanah Air. Karena IICS tak hanya omong-omong, tetapi ada transfer pengetahuan lewat kehadiran dokter asing.
“Dalam pertemuan kali ini hadir Dudy Hanafy, dokter spesialis jantung yang ahli dalam operasi robotik di Amerika. Kemarin, ia mempraktikkan keahliannya di RS Harapan Kita, yang bisa disaksikan baik secara daring maupun luring ratusan dokter spesialis di Indonesia,” katanya.
Iwan berharap IICS yang juga didanai Kementerian Kesehatan bisa menjadi agenda tahunan. Agar ilmu dokter spesialis jantung terus terupdate. “Tahun lalu, IICS yang digelar pertama kali menghadirkan dokter-dokter ahli dari Jepang. Tahun ini, selain dr Dudy, ada sejumlah dokter dari Jepang, Korea, China dan Hongkong,” katanya.
Iwan menargetkan Indonesia ke depan akan menjadi ‘Asian Leader’ untuk pengembangan penyakit jantung dan pembuluh darah. “Sekarang sudah dimulai dari negara ASEAN dulu, beberapa dokter dari Kamboja dan Myanmar datang ke sini untuk belajar,” katanya.
Terkait hal itu, Menkes meminta agar IICS juga mendatangkan dokter spesialis jantung dari negara-negara Eropa dan Amerika untuk berbagi pengetahuan. “Semoga IICS 2025 sudah ada dokter ahli dari Eropa dan Amerika menjadi narasumber dalam pertemuan ini,” ucapnya. (Tri Wahyuni)