JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains.dan Teknologi (Kemdiktisaintek) bergerak cepat merespons bencana yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Sebagai wujud implementasi kebijakan ‘Diktisaintek Berdampak’, kementerian mendirikan Posko Bencana Siaga di 28 perguruan tinggi serta 11 perguruan tinggi pendukung, melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Tanggap Darurat Bencana.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto menegaskan komitmen pemerintah untuk memperkuat peran akademisi dalam penanganan bencana.
“Perguruan tinggi bukan hanya pusat ilmu pengetahuan, tetapi juga kekuatan kemanusiaan,” kata Brian di Jakarta, Jumat (5/12/25).
Dalam situasi darurat seperti di Sumatera, lanjut Brian, kontribusi akademisi, peneliti, dan mahasiswa sangat penting agar teknologi, inovasi, dan pengetahuan dapat bekerja langsung untuk masyarakat.
“Kami pastikan seluruh sumber daya kampus bergerak cepat, terkoordinasi, dan tepat sasaran,” tegasnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Khairul Munadi, saat meninjau Posko Tanggap Darurat Bencana Universitas Syiah Kuala (USK) di Banda Aceh menjelaskan, pihaknya intens berkoordinasi dengan kampus-kampus di wilayah terdampak.
“Penyaluran bantuan harus tepat sasaran dan terpantau dengan baik. Di setiap daerah terdampak selalu ada kampus yang menyiapkan relawan dan bantuan,” ujarnya.
Di Aceh, beberapa posko kampus dioperasikan USK, antara lain di Pidie, Bireun, dan Meulaboh. Penempatan relawan, mulai dari tenaga medis, logistik hingga dukungan teknis disesuaikan dengan kebutuhan lapangan sehingga operasi kemanusiaan dapat berlangsung cepat dan efektif.
Ketua Satgas Bencana Senyar USK, Syamsidik menjelaskan, pihaknya
mengerahkan 4 surveyor dari TDMRC ke Kabupaten Pidie Jaya untuk membantu pendirian Posko Satgas serta melakukan survei kebutuhan cepat.
Selain itu, 15 dokter residen dari berbagai spesialisasi juga diturunkan melalui Satgas Senyar USK. “Tim medis FK USK sudah bergerak ke Aceh Tengah dan Bener Meriah untuk menembus wilayah tengah dan memberi pelayanan,” ujar Syamsidik.
Tim medis USK merupakan tenaga pertama yang mengambil alih operasional darurat RSUD Meureudu, Pidie Jaya, setelah Cyclone Senyar melanda. Dipimpin dr Meilya Silvalila, SpEM, tim berangkat pada 28 November 2025 dan langsung menata alur triase serta memperkuat instalasi gawat darurat.
Hingga hari ini, total tenaga medis USK yang bertugas mendekati 100 orang, sementara jumlah warga yang telah mendapat layanan mencapai 642 orang.
“Langkah cepat ini bukan hanya soal penyelamatan nyawa, tetapi memastikan fasilitas kesehatan tetap berfungsi,” tegas Syamsidik.
Selain USK, Universitas Teuku Umar (UTU) juga melakukan distribusi bantuan ke sejumlah titik terdampak seperti Kecamatan Woyla dan Pante Ceureumen di Aceh Barat serta Beutong Ateuh Banggalang di Nagan Raya.
Kegiatan tersebut dipimpin langsung Rektor UTU, Ishak Hasan, bersama dosen dan mahasiswa.
Kemdiktisaintek mencatat banyak perguruan tinggi lain ikut bergerak melalui penggalangan donasi, pengiriman relawan medis, hingga layanan pendampingan psikososial.
Kemdiktisaintek menegaskan, kerja kemanusiaan kampus tidak berhenti di fase tanggap darurat. Arah kebijakan juga mencakup pemulihan dan pemberdayaan masyarakat pascabencana.
Kolaborasi lintas kampus ini menjadi fondasi penting dalam mempercepat pemulihan masyarakat sekaligus mewujudkan implementasi Diktisaintek Berdampak di seluruh Indonesia. (Tri Wahyuni)

