Suara Karya

Kementerian PPPA Dorong Penguatan Strategi Cegah Perkawinan Anak

JAKARTA (Suara Karya): Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Agustina Erni menyatakan prihatn atas melonjaknya permohonan dispensasi nikah di kantor Pengadilan Agama Ponorogo, Jawa Timur pada 2021.

“Perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak. Hal itu akan berdampak negatif terhadap masa depan anak,” kata Erni dalam siaran pers, Kamis (20/1/22).

Menurut Erni, dampak perkawinan anak tak hanya dialami oleh anak yang dinikahkan, tetapi juga pada anak yang akan dilahirkan. Tindakan itu berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi.

“Sebagian besar kasus perkawinan anak, karena pengasuhan yang rentan dan kurangnya pengawasan dari orangtua. Pentingnya dilakukan advokasi dan sosialisasi pencegahan perkawinan anak di masyarakat,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, ada 266 remaja di Ponorogo, Jawa Timur mengajukan dispensasi nikah di kantor Pengadilan Agama. Sebagian besar anak perempuan yang akan dinikahkan sudah dalam keadaan hamil terlebih dulu.

Dibanding tahun lalu, terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Dari 241 anak menjadi 266 anak. Peningkatan ini terjadi, setelah perubahan usia menikah pada Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

“Pengasuhan yang kurang maksimal menjadi penyebab utama terjadinya perkawinan anak di Ponorogo, dimana banyak orang tua yang menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau bekerja di luar daerah,” tutur Erni.

Karena itu, ia menilai, kasus pernikahan anak tersebut harus mendapat perhatian para pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain juga mitra pembangunan, akademisi, organisasi masyarakat sipil, serta media.

“Perlu dilakukan koordinasi dan menjalin sinergi dalam membangun kesadaran, perhatian, dan dukungan terhadap upaya pencegahan perkawinan anak,” ujarnya.

Hal penting lainnya menindaklanjuti pelaksanaan Undang-undang No16 Tahun 2019 adalah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dispensasi Kawin. Upaya itu untuk mengawal upaya pencegahan dalam perkawinan, yang harusnya menikah pada usia diatas 19 tahun.

“Jika menikah dibawah usia 19 tahun dengan dispensasi, pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetap harus memenuhi hak anak atas pendidikan, kesehatan, sosial dan hak dasar penting lainnya,” ucapnya.

Terkait upaya Kementerian PPPA dalam mencegah perkawinan anak, Presiden Jokowi sebelumnya telah mengamanatkan, lewat 5 arahan Presiden. Upaya pencegahan perkawinan anak secara tegas masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan target 8,74 persen pada 2024.

“Bappenas bersama Kementerian PPPA telah meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) pada awal 2020. Stranas menjadi dokumen strategis yang menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah,” katanya.

Disebutkan, 5 sasaran strategis Stranas PPA terdiri dari; optimalisasi kapasitas anak; lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak; aksesibilitas dan perluasan layanan; penguatan regulasi dan kelembagaan; dan penguatan koordinasi pemangku kepentingan.

Kementerian PPPA telah melakukan sejumlah langkah untuk mencegah perkawinan anak, antara lain, revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 dengan UU Nomor 16 Tahun 2019, penyusunan RPP UU Nomor 16 Tahun 2019, penyusunan RAN/Stranas pencegahan perkawinan anak, aktivasi Geber PPA (Kampanye Stop Perkawinan Anak), dan memberi apresiasi kepada gubernur dalam PPA.

Selain itu, Kementerian PPPA juga menginisiasi penandatanganan pakta integritas 20 provinsi dengan angka perkawinan anak di atas rata-rata nasional, integrasi kebijakan PPA dalam kebijakan KLA, koordinasi stranas PPA, penyusunan roadmap PPA bersama K/L, penyusunan peraturan desa PPA, dan pelatihan pembekalan paralegal berbasis komunitas dalam PPA. (Tri Wahyuni)

Related posts