Suara Karya

Mendikbud Minta Sekolah Cek Rumah Calon Siswa Pengguna SKTM

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta sekolah untuk ikut mengecek kondisi rumah calon siswa baru pengguna surat keterangan tidak mampu (SKTM). Dengan demikian kuota daya tampung untuk siswa miskin tepat sasaran.

“Kami juga minta dinas pendidikan ikut mengawasi penggunaan SKTM pada pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Jika tak miskin, tak boleh diterima,” kata Muhadjir usai memberi pembekalan pada lara pengajar bahasa indonesia penutur asing (BIPA), di Jakarta, Selasa (10/7).

Ia menyayangkan ada orangtua yang memanfaatkan SKTM agar masuk dalam kuota siswa miskin di PPDB. Tindakan itu justru merusak karakter anaknya sendiri, karena orangtua telah menberi contoh perilaku yang tidak jujur.

Mendikbud menegaskan, penggunaan SKTM sebenarnya tidak mutlak. Karena anak dari keluarga tidak mampu akan otomatis diterima di zona masing-masing, karena telah tersedia kuota untuk itu.

“Yang jadi masalah anak-anak dari keluarga mampu di luar zona. Mereka ingin masuk sekolah itu lewat celah kuota bagi siswa miskin,” ujarnya.

Muhadjir mengaku, pihaknya belum tahu jumlah SKTM yang beredar di sekolah. Ia menduga jumlahnya tak banyak. “Biarpun jumlahnya sedikit, kita harus beri perhatian. Karena ini terkait dengan hak orang lain yang dilanggar.”

Untuk itu, lanjut Muhadjir, sekolah diminta untuk melakukan verifikasi penggunaan SKTM dan melakukan pengecekan di lapangan. “Kalau mereka memang dari keluarga mampu, kami minta kursinya dikosongkan. Kasih pada siswa tak mampu. Dinas pendidikan harus tegas terkait hal ini,” katanya.

Mendikbud menjelaskan, program zonasi dalam PPDB dilakukan untuk pemerataan kualitas pendidikan. Selain mencegah atau menghilangkan praktik yang kurang baik dalam sistem penerimaan siswa baru sebelumnya.

“PPDB zonasi juga bertujuan untuk pemetaan anggaran, populasi siswa dan tenaga pengajar. Selama ini kita kesulitan membuat peta populasi siswa di suatu daerah, karena begitu bebasnya siswa keluar masuk sekolah yang bukan zonanya,” ujarnya.

Ditambahkan, hal itu juga terkait anggaran. Anggaran pendidikan seharusnya digunakan untuk peserta didik yang ada di daerah itu. Faktanya, banyak anak diluar zonasi yang juga memanfaatkan anggaran pendidikan di wilayah tersebut.

Muhadjir mengatakan, kebijakan soal zonasi merupakan awal. Pihaknya akan menerbitkan peraturan soal mutasi guru. Jadi guru berstatus aparatur sipil negara (ASN) harus siap dipindah-pindahkan sesuai dengan Undang-Undang (UU) ASN.

Dengan demikian, kata Muhadjir, guru pintar nantinya tidak menumpuk di satu sekolah. Mereka harus merasakan mengajar di tempat lain. Dengan demikian, pemerataan kualitas pendidikan pelan-pelan berkembang di semua sekolah.

“Untuk pergantian guru SMA/SMK lingkupnya di provinsi, untuk SD/SMP di dalam kabupaten/kota. Tapi masih sangat mungkin antardaerah atau kabupaten atau kota sesuai keperluan saja, ujar Muhadjir menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts