Suara Karya

Nilai Rerata TKA 2025 Masih Rendah, Mendikdasmen Tegaskan Bukan Alat Ranking Sekolah

JAKARTA (Suara Karya): Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 menunjukkan capaian rata-rata nasional yang masih rendah pada dua mata pelajaran wajib, yaitu Bahasa Inggris dan Matematika.

“Nilai rerata bahasa Inggris wajib sekitar 24,9, sementara matematika wajib berada di kisaran 36,1. Untuk bahasa Indonesia wajib 55,38,” kata Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Toni Toharudin dalam taklimat media terkait evaluasi pelaksanaan TKA 2025, di Jakarta, Senin (22/12/25).

Hadir dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti.

Angka tersebut terlihat kontras dengan sejumlah mata pelajaran pilihan yang mencatat capaian lebih tinggi, seperti Antropologi, Geografi, Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut, Bahasa Arab, dan Sejarah.

Perbedaan capaian itu, menurut Toni, jangan dimaknai sebagai peringkat atau kegagalan, tetapi sebagai potret kompetensi nasional yang jujur untuk refleksi bersama.

“Lewat temuan ini, kita tidak boleh menyalahkan murid, tetapi kita jadikan sebagai dasar perbaikan kualitas pembelajaran secara sistemik,” ujarnya.

Pernyataan serupa disampaikan Mendikdasmen Abdul Mu’ti. Rendahnya capaian pada beberapa mata pelajaran juga berkaitan dengan karakter soal TKA yang dirancang tidak berbasis hafalan, melainkan uji penalaran, analisis, dan kemampuan inferensial.

“Ketika soal menuntut kemampuan menyimpulkan, mengevaluasi informasi, dan mengaitkan data dengan konteks, kita melihat masih ada kesenjangan. Kompetensi ini perlu diperbaiki,” ujarnya.

Pada mata pelajaran Bahasa Inggris, Mu’ti mencontohkan, murid relatif mampu menjawab pertanyaan faktual. Namun, saat dihadapkan pada soal inferensial yang menuntut pemahaman utuh satu teks, maka tingkat kesulitan meningkat signifikan.

Pada mata pelajaran Matematika, kendala bukan pada konten yang kompleks, melainkan pada cara bertanya yang menuntut murid mengaitkan data numerik dengan syarat naratif dan logika pemecahan masalah.

Karena TKA tidak menentukan kelulusan, maka hasilnua tidak boleh digunakan untuk menghukum sekolah atau murid. Sebaliknya, hasil tersebut akan menjadi ‘evidence-based policy’ bagi pemerintah pusat dan daerah.

“Justru dari nilai yang rendah inilah kita bisa mengetahui bagian mana yang perlu diperkuat, baik di kurikulum, metode pembelajaran, maupun peningkatan kapasitas guru,” kata Abdul Mu’ti.

Toni menambahkan, BSKAP berencana merilis analisis capaian per indikator kompetensi untuk setiap mata pelajaran. Data ini akan diberikan kepada sekolah, MGMP, dan dinas pendidikan agar dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan berbagi praktik baik antarsatuan pendidikan.

Dengan demikian, sekolah akan tahu indikator mana yang lemah dan yang kuat, sehingga perbaikannya bisa dilakukan sangat spesifik. (Tri Wahyuni)

Related posts