Suara Karya

Penuntasan Buta Aksara di Indonesia Cenderung Stagnan

JAKARTA (Suara Karya): Upaya penuntasan buta aksara di Indonesia dalam satu tahun terakhir cenderung stagnan. Hal itu terlihat jumlah penduduk buta aksara usia 15-59 tahun yang terkunci pada angka 2,07 persen.

“Meski angkanya sudah kecil, tapi ini justru faktor yang paling sulit,” kata Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Harris Iskandar di Jakarta, Selasa (4/9).

Harris dalam jumpa pers terkait peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 6-8 September 2018 itu menjelaskan, penduduk buta aksara yang tersisa rata-rata sudah berusia lanjut. Mereka sudah enggan diajak untuk belajar keaksaraan.

Untuk itu, lanjut Harris, upaya penuntasan buta aksara di masa depan tak bisa lagi dilakukan dengan cara yang biasa. Butuh dukungan banyak pihak, terutama pemerintah daerah dan komunitas adat yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di wilayah terpencil.

“Pendidikan formal itu ibarat ikan dalam akuarium. Sasarannya jelas. Sedangkan pendidikan nonformal seperti ikan di lautan. Keberadaannya tersebar dimana-mana. Jadi kami yang harus aktif mencari warga untuk belajar,” tuturnya.

Guna menarik minat, lanjut Harris, program keaksaraan dalam beberapa tahun terakhir ini dibuat dengan konsep pemberdayaan ekonomi. Karena hampir sebagian besar penduduk buta aksara adalah ibu rumah tangga sekitar 2,2 juta orang. Sedangkan laki-lakinya berjumlah 1.1 juta orang.

“Namanya program keaksaraan mandiri. Jadi sambil membuat kue, para ibu diajarkan menulis resep. Ternyata pola pembelajaran seperti itu lebih menarik, ketimbang pola lama belajar dalam kelas,” ujarnya.

Disebutkan, 11 provinsi yang memiliki angka buta huruf usia 15-59 tahun di atas angka nasional yaitu Papua (28,75 persen), NTB (7,91 persen), NTT (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 persen), Sulawesi Selatan (4,49 persen) dan Bali (3,57 persen).

Selain itu masih ada Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara (2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen). Sedangkan 23 provinsi Iainnya sudah di bawah angka nasional.

“Khusus untuk Jawa Timur, kasusnya unik. Penduduk buta aksara disana bisa membaca tetapi dalam bahasa Arab, bukan huruf latin,” katanya.

Program penuntasan buta aksara pada tahun mendatang, Harris mengemukakan, pihaknya akan memprioritaskan pada daerah “merah” dengan persentase diatas angka 4. Selain itu, pihaknya juga akan bekerja sama dengan komunitas adat di wilayah daerah terpencil.

“Kami juga akan meningkatkan kapasitas dan kompetensi tutor pendidikan keaksaraan, diversifikasi layanan program dan memangkas birokrasi layanan program melalui aplikasi secara online,” ucap Harris menegaskan.

Soal terpilihnya Deli Serdang sebagai tuan rumah HAI, Harris menjelaskan, karena daerah tersebut memiliki komitmen tinggi dalam penuntasan buta aksara. Angka buta aksara di Deli Serdang tersisa 0.07 persen. (Tri Wahyuni)

Related posts