JAKARTA (Suara Karya): Guna memperkuat pendidikan nonformal, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) mendorong Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) meningkatkan kemitraan.
“Salah satu strategi yang perlu dilakukan adalah kemitraan dengan sekolah menengah kejuruan (SMK),” kata Mendikdasmen, Abdul Mu’ti dalam acara Silaturahmi dan Diskusi Pendidikan dengan Lembaga Penyelenggara Kursus dan Pelatihan, di Jakarta, Selasa (10/12/24).
Skema baru tersebut, menurut Mendikdasmen, mampu memfasilitasi lulusan SMK agar tidak hanya memiliki ijazah, tetapi juga ditambah sertifikasi kompetensi yang dibina di LKP.
“Kita bisa membangun strategi kerja sama yang mutualistik dan mendorong agar tetap produktif bersama-sama,” ucapnya.
Penguatan peran LKP selaras dengan Asta Cita ke-4 Presiden Prabowo Subianto dalam mendukung pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Vokasi, Tatang Muttaqin; Direktur Kursus dan Pelatihan, Nahdiana; serta jajaran Kemdikdasmen dan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pimpinan LKP dari seluruh Indonesia.
Forum silaturahmi antarpemangku kepentingan pendidikan untuk membuka ruang diskusi yang inklusif, di mana pemerintah, organisasi mitra, dan pimpinan LKP dapat berkomunikasi langsung guna merumuskan solusi atas tantangan di bidang pendidikan nonformal.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti kembali menegaskan, peran penting LKP dalam mempersiapkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing, sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi yang kuat antara penyelenggara pendidikan, dunia usaha dan dunia industri (DUDI), dan pemerintah.
Kerja sama itu berfungsi tidak saja meningkatkan kualitas pendidikan nonformal, tetapi juga untuk memastikan inklusivitas dan pemerataan layanan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
“Lewat kolaborasi ini, kita dapat menjawab tantangan yang dihadapi pendidikan nonformal, termasuk masalah anak usia sekolah yang tidak bersekolah (ATS),” kata Mendikdasmen.
Kemitraan itu memungkinkan pengambilan kebijakan yang lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Vokasi, Tatang Muttaqin mengatakan, LKP merupakan mitra kementerian untuk menyelenggarakan pendidikan di tengah-tengah masyarakat.
LKP berperan penting dalam membangun SDM Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Untuk itu, LKP perlu memperkokoh kemitraan dan meningkatkan cakupan agar pendidikan dan pelatihan semakin merata dan kualitasnya semakin meningkat.
“Saat ini ada 35 LKP yang bergabung dalam kegiatan. Diharapkan mereka memberi strategi dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua,” kata Tatang.
Salam sesi diskusi, Direktur Kursus dan Pelatihan, Ditjen Pendidikan Vokasi, Nahdiana menyampaikan praktik baik kemitraan LKP.
“Adanya kolaborasi bersama pemerintah daerah (Pemda), program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) dapat terlaksana dengan baik,” tutur Nahdiana.
Kedua program itu merupakan program prioritas untuk menekan angka pengangguran, sehingga lulusan memiliki kecakapan dan dapat terserap ke dunia kerja ataupun membuka lapangan pekerjaan.
“Sekitar 60 persen peserta kursus umumnya adalah lulusan SMA dan SMK. Hal itu dapat mendukung peningkatan kompetensi lulusan pendidikan formal sehingga lebih siap kerja maupun berwirausaha,” ucap Nahdiana.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur LKP Karya Duta, Zoelkifli M Adam mengatakan, forum kolaborasi dapat membuka peluang yang lebih besar dalam memajukan pendidikan nonformal.
“Forum diskusi ini merupakan langkah kolaboratif untuk penguatan peran LKP, sehingga LKP bisa menjembatani masalah di masyarakat, seperti kesempatan belajar untuk ATS, angka pengangguran dan gelombang PHK,” ujar Zoelkifli.
Hal senada disampaikan pemimpin LKP Salon Christie, Mery R Ch Mesah. Katanya, banyak kemudahan yang diperoleh masyarakat melalui LKP.
Sejak ada LKP bidang salon dan kecantikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), anak-anak tidak perlu belajar ke Surabaya atau Jakarta, sehingga bisa menghemat biaya.
“Setiap tahun kami menghasilkan 100 orang lulusan bidang salon kecantikan sesuai dengan hasil uji kompetensi. Mereka lalu membuka salon dan bekerja di Timor Leste. Bahkan dari Timor Leste, ada yang mengambil kursus di NTT, tidak perlu ke Surabaya atau Jakarta lagi,” pungkas Mery. (Tri Wahyuni)