Suara Karya

Sukses di Meksiko dan Amerika, Regina Art akan Tampil di 5 Negara Eropa!

JAKARTA (Suara Karya): Setelah sukses di Indonesia, Meksiko dan Amerika Serikat, Regina Art akan menggelar pentas Duo Monolog di 5 negara Eropa, dimulai pada 13 Oktober hingga 7 November 2023.

“Lima negara itu adalah Jerman, Swedia, Norwegia, Belanda dan Perancis,” kata produser sekaligus pemain dalam Regina Art Monologue Project, Joane Win kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (26/9/23).

Hadir dalam kesempatan yang sama, sutradara sekaligus pemain Wawan Sofwan; Asisten Deputi Bidang Penguatan Partisipasi Keluarga, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Prijadi Santoso; aktivis perempuan dan produser film dokumenter, Olin Monteiro; dan penulis naskah Duo Monolog, ED Jenura.

Narasumber lain yang hadir secara virtual, yaitu Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dan Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang.

Joane mengaku senang sekaligus bangga, pementasan Duo Monolog di Meksiko dan Amerika Serikat mendapat apresiasi dari warga Indonesia yang ada di negara tersebut maupun warga lokalnya.

“Senang sekali melihat WNI di Amerika yang datang jauh-jauh ke pementasan, maupun warga lokalnya. Melihat mereka happy dengan pertunjukkan itu, saya jadi terharu,” ucapnya.

Joane Win berperan monolog kisah ‘Cotton Candy’ karya ED Jenura, yang berisi perjuangan korban kekerasan seksual dalam mengatasi traumanya.

Selain mengangkat nilai-nilai kehidupan dan edukasi penting untuk isu nasionalisme dan perempuan, pentas itu diharapkan menjadi karya yang kaya akan nilai-nilai kehidupan, budaya, dan keindahan seni.

Selain cotton candy, pementasan Regina Art di Eropa akan menampilkan monolog berjudul ‘Besok Atau Tidak Sama Sekali’ yang dilakukan Wawan Sofwan. Monolog itu bercerita tentang perjuangan batin Soekarno, Sang Proklamator sesaat sebelum proklamasi.

Regina Art Monologue Project menyasar penonton Diaspora Indonesia yang ada di kota-kota tempat pertunjukan berlangsung di luar negeri, juga untuk masyarakat lokal yang tertarik pada tema yang diangkat dalam monolog, maupun pada seni pertunjukan teater itu sendiri.

“Regina Art Monologue Project dipentaskan di berbagai kota di luar negeri sebagai misi budaya dan sejarah dari Regina Art. Bagi saya ini langkah yang luar biasa. Semoga dua monolog ini bisa dipentaskan ke Negara lain, yang ingin mengenal sejarah Indonesia secara lebih lengkap,” kata Wawan.

Beberapa KBRI dan Atase Pendidikan dan Budaya Indonesia di beberapa negara siap mendukung Regina Art Monologue Project, baik dari sisi teknis pertunjukan dan promosi ke diaspora Indonesia yang ada di negara-negara tersebut.

“Kami siap mendukung pertunjukan ini. Dan kami sangat terbuka menyambut kehadiran tim Regina Art Monologue Project”, ujar Atase Pendidikan dan Budaya Indonesia di Belanda, Agus Setiabudi melalui panggilan video saat rapat koordinasi dengan Regina Art.

Wawan mengungkapkan, cotton candy awalnya dibuat penulis dalam bentuk duolog, yang menceritakan pergolakan antara badan dan jiwa dari korban kekerasan seksual. Namun, satu pemain sibuk shooting film, lalu kisahnya diubah menjadi monolog, yang diperankan secara apik oleh Joane Win.

Ditanya kemungkinan Regina Art main di kota-kota lain di Indonesia, Wawan mengatakan, hal itu sudah dilakukan Wawan sejak 2017. “Cotton candy sebenarnya bukan karya baru,” katanya.

Karya itu, lanjut Wawan, pernah dipentaskan oleh Wawan bersama komunitas teater di sejumlah kota di Jawa Barat. “Semoga ada promotor yang minat tampilkan duo monolog ini. Karena mengurus izin pertunjukkan di Indonesia agak repot,” tuturnya.

Regina Art Monologue Project layak digelar di sejumlah kota di Indonesia, karena karya tersebut dibuat oleh anak bangsa. Kedua, banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Sehingga anak bangsa bisa lebih menghargai pendahulu bangsa, meningkatkan empati dan kesadaran, berpartisipasi dalam melawan tindak kekerasan seksual, serta membela hak asasi manusia. (Tri Wahyuni)

Related posts