JAKARTA (Suara Karya): Pemanfaatan virus Wolbachia belakangan menjadi temuan baru yang dapat digunakan untuk memberantas nyamuk Aedes aygepti penyebab kasus demam berdarah dengue (DBD).
Riset yang dilakukan peneliti dari World Mosquito Program (WMP) menunjukkan, Wolbachia yang disuntikkan ke nyamuk Aedes aygepti mampu mencegah replikasi virus yang menjadi sumber penyakit DBD.
Terkait hal itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memberi apresiasi kepada tim peneliti pemanfaatan nyamuk Wolbachia yang selama 12 tahun melakukan uji coba saintifik hingga 4 fase dengan lokus di Yogyakarta.
Muhadjir mendukung penuh implementasi pemanfaatan bakteri baik itu untuk menekan kasus DBD di masyarakat. Penyebarluasan informasi perlu dilakukan agar masyarakat percaya dengan hasil kajian ilmiah tersebut.
“Kita perlu gencarkan informasi virus Wolbachia dari sisi keamanan, sekaligus menyaring isu-isu kontraproduktif agar upaya pencegahan bisa berjalan baik. Semoga kasus DBD semakin berkurang,” kata Muhadjir saat berdialog lintas instansi tentang pemanfaatan nyamuk Wolbachia secara hibrida, Rabu (29/11/23).
Muhadjir meminta perwakilan dari berbagai provinsi yang hadir daring untuk ikut menyosialisasikan informasi mengenai manfaat baik bakteri Wolbachia ke masyarakat.
Sementara itu, Guru Besar yang juga Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada, Adi Utarini mengatakan, penelitian yang dilakukan selama 12 tahun di Yogyakarta terbukti aman bagi manusia.
“Upaya itu mampu mengurangi replikasi virus dangue di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti,” ucap Adi menegaskan.
Riset selama 12 tahun teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di Yogyakarta menghasilkan penurunan 77 persen kejadian dengue dan 86 persen rawat inap di rumah sakit akibat dengue.
Hal senada dikemukalan Guru Besar IPB University, Damayanti Buchori. Selaku ketua tim independen yang dibentuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Damayanti mengatakan, hasil kajian analisis risiko atas pelepasan nyamuk Aedes aegypti dengan Wolbachia minim dampaknya terhadap ekologi, standar kesehatan, efektifitas kontrol populasi nyamuk, serta sosial ekonomi masyarakat.
“Pengawasan penting agar dapat mendeteksi dan tanggap atas segala risiko yang muncul di kemudian hari. Regulasi lokal perlu dilakukan terkait keamanan hayati di masing-masing wilayah,” ucap Damayanti.
Sejumlah peneliti dan akademisi yang hadir secara daring, antara lain, Guru Besar IPB University Upik, Kesumawati Hadi; Direktur dan Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad, Citra Indriani, dan Eggi Argun; dan perwakilan dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dari berbagai provinsi. (Tri Wahyuni)