JAKARTA (Suara Karya): Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional Candi (KCBN) Muarajambi saat ini menjadi agenda prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek). Dana yang digelontorkan pun tak tanggung-tanggung, mencapai Rp600 miliar.
Hal itu dikemukakan Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek, Fitra Arda kepada 25 media massa nasional yang melihat dari dekat proses revitalisasi KCBN Muarajambi, di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Sabtu (3/2/24).
Hadir dalam kesempatan itu, Pelaksana tugas (Plt) Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemdikbudristek, Anang Ristanto dan Kepala Unit Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V, Agus Widiatmoko.
Fitra Arda menjelaskan, revitalisasi KCBN Muarajambi diinisiasi salah satunya untuk mendorong pengakuan dan usulan Muarajambi sebagai situs Warisan Dunia UNESCO. Karena penataan KCBN Muarajambi menerapkan konsep harmonisasi dengan ekosistem alam di sekitarnya.
KCBN Muarajambi menjadi fokus pelestarian, karena situs tersebut memiliki bentuk struktur bata yang khas dan nilai historis yang menarik. Lokasinya dikelilingi parit sebagai jalur transportasi dan pengendalian banjir.
Struktur bata yang telah diinventarisasi sebanyak 88 buah dengan 9 diantaranya telah dilakukan pemugaran, yaitu Candi Astano, Candi Kembarbatu, Candi Tinggi, Candi Tinggi I, Candi Gumpung, Candi Gumpung I, Candi Gedong I, Candi Gedong II, dan Candi Kedaton.
Kawasan Candi Muarajambi memiliki luas 3.981 hektar dan telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional, berdasarkan penetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 259/M/2013.
Fitra menyebut, proses revitalisasi KCBN Muarajambi telah dilakukan sejak 2022 yang meliputi pemugaran, perencanaan pemugaran, normalisasi parit keliling, dan penataan lingkungan. Pada awal 2024 telah dilakukan pembangunan museum, pemugaran Candi Kotomahligai dan Candi Paritduku, Perencanaan Pemugaran Candi Sialang dan Candi Alun-Alun.
“Selain juga dilakukan penataan lingkungan Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong, dan Candi Astano serta normalisasi parit dan kolam,” ujarnya.
Revitalisasi KCBN Muarajambi merupakan langkah tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam UU itu disebutkan dua hal yang dituju, yaitu ketahanan budaya serta kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia.
“Pelestarian KCBN Muarajambi ini tidak hanya berfokus pada cagar budaya, tetapi juga mengembangkan pelindungan alam dan lingkungan,” ucap Fitra Arda menegaskan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam revitalisasi, lanjut Fitra Arda menjadikan KCBN Muarajambi sebagai pusat pendidikan, penguatan sumbu imajiner dengan menata kawasan candi, penguatan ekosistem melalui ekonomi kerakyatan berbasis kebudayaan takbenda.
Untuk menguatkan nilai dari kawasan itu, Ditjen Kebudayaan melaksanakan Festival Kenduri Swarnabhumi dan Pasar Dusun Karet (PADUKA). PADUKA merupakan tempat untuk menjual makanan atau minuman khas masyarakat Desa Muarajambi.
“Pengembangan kawasan ini diharapkan tidak menghilangkan esensi pedesaannya dan masyarakat menjadi aktor utama dalam pengelolaannya,” ucap Fitra menegaskan.
Pembangunan KCBN Muarajambi juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat, kebudayaan itu bukan sekedar cagar budaya dan seni tari, tetapi lebih dari itu. kebudayaan adalah metode dalam pembangunan dan menyiapkan fondasi dasar bagi kemajuan bangsa.
“Saat ini, kebudayaan sudah tidak lagi dianggap sebagai cost, tetapi investasi jangka panjang,” ungkap Fitra.
Ditambahkan, investasi kebudayaan berupa pementasan dalam rangka pengenalan budaya, membuka ruang inklusif yang menghubungkan kebhinnekaan, serta membangun ekonomi kerakyatan secara jangka panjang. (Tri Wahyuni)