JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) membekukan sementara Majelis Wali Amanat (WMA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Pembekuan tersebut sebagai bagian dari perbaikan tata kelola UNS, setelah ditemukannya ketidakselarasan pada sejumlah peraturan internal yang dibuat MWA selama ini.
“Ada beberapa peraturan yang dibuat MWA bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal itu merujuk pada hasil temuan dan rekomendasi dari Inspektorat Jenderal Kemdikbudristek,” kata Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek), Nizam dalam siaran pers, Senin (3/4/23).
Sebagai informasi, UNS sejak menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) pada 2020 dinilai ‘berlari’ cukup kencang. Untuk itu, Itjen Kemdikbudristek dan Biro Hukum Kemdikbudristek melakukan kajian dari berbagai laporan yang diterima.
Hasil kajian menunjukkan adanya
ketidakselarasan pada sejumlah peraturan internal yang dibuat MWA selama ini. Disimpulkan, ada pelanggaran dan disharmoni dalam penyusunan peraturan internal UNS, termasuk dalam pemilihan rektor.
Terkait hal itu, Kemendikbudristek mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2023 Tentang Peraturan Internal dan Organ di Lingkungan Universitas Sebelas Maret.
Peraturan itu dikeluarkan dengan pertimbangan matang, yaitu Mendikbudristek bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan tinggi yang mencakup pengaturan, perencanaan, pengawasan, pemantauan, evaluasi serta pembinaan dan koordinasi.
“Karena itu, Peraturan MWA sebagai peraturan internal di lingkungan UNS tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” katanya.
MWA sebagai salah satu organ di lingkungan UNS dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, termasuk membuat Peraturan MWA telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sehingga perlu dilakukan penataan.
Peraturan tersebut menyatakan 2 hal penting, yaitu MWA UNS telah dibekukan sementara. Karena ada
beberapa peraturan MWA yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta temuan dan rekomendasi Inspektorat Jenderal.
Kedua, adanya peraturan MWA yang cacat hukum. Sehingga hasil pemilihan rektor UNS periode 2023-2028 dinyatakan tidak sah.
“Hasil pemilihan dan penetapan Rektor Universitas Sebelas Maret untuk masa bakti 2023-2028 dibatalkan karena cacat hukum,” ucap Nizam menegaskan.
Pemilihan rektor akan diulang secara transparan dan akuntabel, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemilihan ulang akan dilakukan segera setelah peraturan-peraturan yang disharmoni tuntas diperbaiki.
Nizam menjelaskan, PTN-BH mendapat otonomi yang lebih luas dibanding PTN Satker ataupun Badan Layanan Umum (BLU). Adanya keleluasaan dalam pengelolaan sumberdayanya itu, maka PTN-BH diharapkan berlomba-lomba membenahi diri, bertransformasi dan berinovasi.
“Kampus-kampus PTN-BH itulah yang akan menjadi ujung tombak pengembangan mutu perguruan tinggi di Indonesia,” ujarnya.
Alasannya, PTN-BH dituntut untuk fokus pada peningkatan mutu, Tridharma Perguruan Tinggi sehingga berkelas dunia dengan berlandaskan tata kelola yang baik dan akuntabel.
Otonomi PTN-BH yang kian luas harus disertai dengan akuntabilitas yang semakin kuat. Karena Nizam pembentukan PTN-BH bukanlah untuk privatisasi, tetapi tetap 100 persen milik negara.
Karena itu, Nizam berpesan kepada kampus PTN-BH untuk tetap menjaga mandatnya sesuai visi dan misi yang tertuang dalam statuta. Peraturan dan tata kelolanya tetap selaras dengan peraturan perundangan yang berlaku.
“Dan yang terpenting, kampus tersebut tidak menjadi milik perorangan atau kelompok,” ujar Nizam.
Meski otonom, PTN-BH tetap dalam pembinaan pemerintah, baik dalam bentuk pendanaan, penguatan SDM, sarana dan prasarana, serta berbagai dukungan lainnya.
Kemdikbudristek juga tetap melakukan pengawasan dan pembinaan untuk memastikan tata kelola di PTN-BH tetap mengacu pada ‘good university governance’ serta selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jika ditemukan adanya peraturan-peraturan internal yang tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, maka sesuai kewenangannya, Kementerian dapat melakukan koreksi dan pembinaan,” kata Nizam.
Koreksi dan pembinaan yang dimaksud Nizam, sesuai dengan fungsi Kemdikbudristek sebagaimana diamanahkan Undang-Undang No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Selain itu ada Peraturan Pemerintah (PP) No 4 Tahun 2014 tentanf Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, serta peraturan-peraturan lainnya. (Tri Wahyuni)