Suara Karya

Catatan Kritis Fortadik Terkait Isu Pendidikan di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadik) menyebut 8 catatan kritis terkait isu pendidikan di Indonesia. Hal itu termasuk isu pendidikan dalam debat Capres pada Pemilu 2024.

Hal itu mengemuka dalam rapat kerja Fortadik di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Jakarta, Jumat (19/1/24). Rapat bertema ‘Membangun Sinergitas Jelang Transisi Pemerintahan.’

Raker dihadiri humas mitra, seperti Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemdikbudristek, Direktorat Jenderal (Ditjen) Kemdikbudristek, antara lain Ditjen Pendidikan Vokasi, Ditjen Dikti, Ditjen GTK, Ditjen Paud Dikdasmen, Ditjen Kebudayaan, dan Badan Bahasa.

Ketua Fortadik, Syarief Oebaidillah, menjelaskan, raker bertujuan untuk mempererat silaturahmi dan kolaborasi dengan para mitra terkait. Selain itu, raker juga dirancang untuk membahas program Fortadik ke depan.

Raker Fortadik menghasilkan 8 catatan kritis atas capaian bidang pendidikan dan kebudayaan. Termasuk didalamnya program pendidikan dalam debat capres pada Pemilu 2024.

Delapan catatan kritis itu, disebutkan, soal literasi.
Kemampuan literasi siswa berdasarkan Rapor Pendidikan 2023 berada dalam kategori sedang, dimana sebanyak 40-70 persen siswa mencapai kompetensi minimum literasi.

Fortadik menilai upaya itu perlu ditingkatkan lagi. “Program literasi yang dilakukan pemerintah sebenarnya sudah bagus, seperti pengadaan buku yang menjadi bagian dari Merdeka Belajar, hingga pembenahan perpustakaan.

“Untuk itu, pemerintah perlu memperbanyak kolaborasi dengan pemangku kepentingan, agar program peningkatan literasi bisa menjangkau masyarakat lebih luas lagi,” ujarnya.

Catatan kedua, terkait kekerasan di satuan pendidikan. Rapor Pendidikan 2023 menyebut, indikator iklim keamanan sekolah untuk jenjang SMP dan sederajat dan SMA dan sederajat mengalami penurunan.

Untuk SMP dan sederajat, penurunan sebesar 2,96 poin pada 2023 dari skor pada 2021 sebesar 68,25. Penilaian terakhir menunjukkan skor menjadi 65,29.
Penurunan cukup besar terjadi di jenjang SMA dan sederajat, yaitu 5,09 poin. Penilaian terakhir, skornya adalah 66,87, sementara pada 2021, skornya sebesar 71,96.

Fortadik melihat pemerintah perlu menyikapi serius turunnya skor keamanan atas hasil Rapor Pendidikan 2023. Adanya kekerasan yang dialami maupun dilakukan siswa serta pendidik sekalipun, menunjukkan, fungsi pendidikan belum berjalan maksimal.

Fortadik juga beranggapan pemerintah perlu mengawal pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan. Hal itu amanat Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Catatan kritis lainnya adalah penyelesaian guru honorer. Fortadik menilai, Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengangkat guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada 2024.

Target pengangkatan guru honorer pada tahun sebelumnya masih belum tercapai. Padahal Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim berjanji akan memenuhi target pengangkatan 1 juta guru PPPK pada 2024. Hal itu disampaikan pada dalam Puncak Peringatan Hari Guru Nasional 2023 pada 26 November 2023 di Jakarta.

Seleksi guru PPPK gelombang ketiga tahun 2023 menghasilkan guru yang lolos seleksi sebanyak 250.432 orang. Tahun sebelumnya, yaitu 2021-2022, berhasil merekrut 544.292 guru. Artinya guru yang berhasil direkrut pemerintah melalui skema PPPK baru sebanyak 794.724 orang.

Soal pengembangan keterampilan guru, Syarief Oebaidillah mengatakan, guru sebagai pendidik perlu menguasai berbagai keterampilan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terlebih di era digitalisasi saat ini, yang menimbulkan banyak sekali perubahan dalam segi-segi kehidupan bangsa, tak terkecuali dunia pendidikan.

“Pemerintah perlu meningkatkan akses komunikasi, terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Peningkatan akses itu diperlukan, agar mereka dapat berdaya saing dalam dinamika digitalisasi saat ini,” tuturnya.

Pengalaman pandemi Covid-19 menunjukkan bagaimana dunia pendidikan gagap dalam menghadapi perubahan pola pendidikan yang beralih ke komunikasi digital. Fortadik berharap kegagapan menghadapi digitalisasi dunia pendidikan bisa berkurang ke depannya.

Terkait peningkatan kualitas anggaran pendidikan, Syarief Obaidillah menjelaskan, pengelolaan anggaran pendidikan sebanyak 20 persen dari APBN saat ini banyak tersita untuk hal-hal di luar fungsi pendidikan.

Anggaran Pendidikan kini mencakup pula gaji guru sampai anggaran untuk pendidikan di kementerian atau lembaga yang berada di luar naungan Kemdikbudristek. APBN beberapa ditransfer ke daerah sebagai anggaran pendidikan.

“Pemerintah daerah dihitung sebagai anggaran pendidikan daerah sehingga banyak daerah tidak sampai 2-5 persen menganggarkan pendidikannya. Itu kemudian mereka hanya kalkulasi saja dari APBN,” tuturnya.

Fortadik berharap pemerintah bisa fokus pengelolaan anggaran yang memang benar-benar menjadi fungsi pendidikan.

Catatan lainnya adalah Dana Abadi Kebudayaan. Kemendikbudristek mengupayakan Dana Abadi Kebudayaan tahun 2024 sebesar Rp7 triliun. Dana itu untuk mendukung pengembangan dan kemajuan budaya daerah di Indonesia.

Fortadik berharap pengelolaan dan penyaluran Dana Abadi Kebudayaan berdampak pada kegiatan budaya di daerah.

Soal transisi ke dunia kerja, Syarief mengatakan, fase transisi dari dunia pendidikan menuju dunia kerja semakin pelik karena faktor sosio ekonomi. Lulusan dunia pendidikan juga dibayangi situasi pekerjaan informal sampai menjadi pengangguran.

Masalah itu menunjukkan peran penting lulusan pendidikan vokasi untuk menjawab tantangan kebutuhan industri. Pemerintah, khususnya Ditjen Pendidikan Vokasi, diharapkan terus berinovasi agar lulusan SMK bisa berdayasaing di pasar tenaga kerja.

Pendekatan dunia pendidikan tinggi dengan industri juga tidak kalah penting untuk merespon dinamika dalam tren pasar tenaga kerja. Ditjen Pendidikan Tinggi diharapkan bisa mengambil peran yang lebih signifikan untuk menjembatani antara kebutuhan riset dan inovasi dengan kebutuhan industri untuk komersialisasi produk atau jasa.

Dan yang tak kalah penting adalah Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024. Peristiwan itu menjadi momentum pergantian pemerintahan. Ada tiga capres yang tengah berkontestasi. Pemenangnya akan membentuk dunia pendidikan melalui serangkaian kebijakan.

Fortadik mendorong agar selama proses pemilu aparat negara serta para ASN pendidikan bersikap netral. Fortadik juga mendorong agar kebijakan dari pemenang pemilu 2024 tidak merugikan dunia pendidikan, terutama bagi siswa dan guru. (Tri Wahyuni)

Related posts