JAKARTA (Suara Karya): Di tengah ritme cepat ibu kota yang tak pernah tidur, semangat kolaborasi justru menjadi energi baru bagi Jakarta. Melalui Jakarta Economic Forum (JEF) 2025, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Bank Indonesia DKI dan berbagai elemen pentahelix menyalakan harapan baru: menjadikan Jakarta bukan hanya pusat ekonomi nasional, tapi juga role model kota global dengan sistem fiskal yang tangguh, inovatif, dan berpihak pada rakyat.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta, Iwan Setiawan, menyebut forum ini sebagai “ruang gotong royong fiskal”. Ia percaya, kekuatan ekonomi Jakarta tidak hanya terletak pada gedung-gedung tinggi atau pusat bisnis, melainkan pada semangat kolaborasi dan inklusi dari warganya.
“Kita tidak sedang membangun ekonomi yang elitis, tapi ekonomi yang hidup dari kreativitas rakyatnya. Ketika UMKM tumbuh, pajak ikut kuat. Ketika ekonomi kreatif berkembang, kesejahteraan ikut merata,” kata Iwan di JEF, Gelora Bung karno, Jakarta Selatan, Sabtu (25/10/2025).
Memasuki tahun ketiga penyelenggaraan, JEF berubah wajah dari forum diskusi menjadi festival ekonomi kolaboratif. Lebih dari 80 pelaku UMKM, komunitas kreatif, dan perbankan ikut ambil bagian. Di tengah gemerlap booth dan pertunjukan komunitas, tersirat pesan fiskal yang kuat: pajak tidak lagi berdiri sendiri, melainkan berkelindan dengan inovasi dan budaya.
Forum ini juga melahirkan ide-ide segar tentang bagaimana kebijakan fiskal bisa menjadi katalis bagi ekonomi kreatif dan pariwisata. Peluncuran buku “Transformasi Ekonomi Jakarta untuk Pertumbuhan yang Berkelanjutan” serta Workshop Entrepreneurship bagi penyandang disabilitas menunjukkan arah baru: fiskal yang berempati dan partisipatif.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan bahwa digitalisasi kini menjadi urat nadi ekonomi Jakarta. Melalui penerapan QRIS di pasar-pasar tradisional dan perluasan sistem pembayaran digital, pemerintah ingin membangun ekosistem pajak yang lebih adil, transparan, dan efisien.
“Digitalisasi adalah jalan menuju keadilan ekonomi. Dengan data dan teknologi, pajak bisa lebih tepat sasaran tanpa menekan pelaku usaha kecil,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Ricky Perdana Gozali mengingatkan bahwa 56% perekonomian Jakarta kini ditopang sektor jasa, kreatif, dan digital sektor yang sarat potensi fiskal baru. Ia menilai JEF 2025 sebagai momentum penting untuk mengarahkan kebijakan pajak menuju ekosistem ekonomi yang lebih modern dan berkeadilan.
Dengan tema “Simfoni Jakarta”, JEF 2025 menjadi panggung harmoni antara kebijakan, inovasi, dan partisipasi publik. Di tengah semangat #JagaJakarta, pesan yang menggaung dari forum ini jelas: kolaborasi adalah instrumen fiskal masa depan. (Boy)

