Suara Karya

Mengenal Sidi Ahyar Wiraguna, Arsitek di Balik Kaca Raksasa BX Sea Bintaro Jaya

JAKARTA (Suara Karya): Di balik lorong kaca raksasa BX Sea Bintaro Jaya, ada sosok yang bekerja dalam keheningan selama puluhan tahun, yaitu Sidi Ahyar Wiraguna. Arsitek yang mendedikasikan hidupnya untuk merancang dunia bawah laut di daratan.

 

Nama Wiraguna mungkin jarang muncul di panggung popular arsitektur. Namun karyanya justru hadir di ruang publik yang sarat makna seperto oceanarium, tempat edukasi, rekreasi, dan konservasi bertemu.

Lebih dari 30 tahun, ia menekuni jalur yang tak banyak dipilih arsitek lain, yaitu memadukan seni bangunan, teknologi mutakhir, dan ilmu kelautan.

Karya terbarunya, Oceanarium BX Sea Bintaro Jaya, yang resmi dibuka pada awal 2024 lalu menjadi tonggak penting perjalanan karirnya sebagai arsitek.

Berlokasi di kawasan selatan Jakarta, BX Sea bukan sekadar destinasi wisata edukatif baru, tetapi wujud nyata integrasi arsitektur dengan sistem pendukung kehidupan laut yang kompleks, dimulai dari struktur konstruksi, tata cahaya, mekanikal-elektrikal, hingga life support system yang menopang ribuan spesies laut.

Dalam proyek itu, Wiraguna berperan bukan hanya sebagai arsitek utama, tetapi juga creative director yang menyatukan berbagai disiplin ilmu ke dalam satu narasi ruang yang utuh.

Perjalanan itu bermula sejak 1994, saat Wiraguna terlibat dalam proyek Underwater Sea World Indonesia, salah satu oceanarium pertama di Tanah Air. Dari sana, ia tidak hanya merancang, tetapi juga masuk ke jantung operasional.

Selama 15 tahun, Wiraguna terlibat langsung dalam manajemen Sea World sambil mengamati bagaimana desain berinteraksi dengan kebutuhan perawatan, keamanan, dan pengalaman pengunjung.

Pengalaman lapangan itu menjadi ‘laboratorium hidup’ yang membentuk pendekatannya hingga kini.

Rasa ingin tahu membawanya berkeliling ke berbagai negara, mulai dari Singapura, Jepang, hingga Eropa untuk mempelajari bagaimana oceanarium dunia dirancang dan dikelola. Studi itu bukan sekadar banding, melainkan proses akumulasi pengetahuan yang kemudian ia terjemahkan ke dalam konteks Indonesia.

Debutnya sebagai perancang oceanarium dimulai akhir 2000-an, lewat desain Bali Safari Ocean World (2007–2008), disusul St Moritz Oceanarium dan Makassar Seaworld.

Meski sejumlah proyek tak berlanjut ke tahap konstruksi, pengalaman itu justru menguatkan spesialisasinya, terutama pada teknologi panel akrilik raksasa, elemen krusial yang menjadi ‘jendela’ antara manusia dan laut.

Di Indonesia, sangat sedikit profesional yang menguasai detail teknis panel akrilik berketebalan puluhan sentimeter dan bentang puluhan meter. Wiraguna termasuk di antaranya.

Keterlibatan Wiraguna dalam pemasangan panel akrilik Jakarta Aquarium pada 2017, menegaskan kapasitasnya sebagai arsitek sekaligus pelaksana teknis yang memahami tantangan lapangan.

Selain proyek skala besar, ia juga merancang akuarium privat untuk klien eksklusif di berbagai kota besar.

Di tangan Wiraguna, akuarium menjadi instalasi seni hidup, yang memadukan filtrasi canggih, pencahayaan dinamis, dan komposisi visual yang presisi.

Secara akademis, Wiraguna menempuh pendidikan arsitektur di Universitas Tarumanagara hingga jenjang magister. Ia sempat melanjutkan studi Doktor Arsitektur Digital di Universitas Katolik Soegijapranata.

Meski tak selesai, pendekatan arsitektur digital seperti simulasi 3D, pemodelan struktural, dan visualisasi real-time, tetap melekat dalam setiap karyanya.

Keunggulannya terletak pada kemampuannya menjembatani banyak disiplin. Ia berbicara bahasa arsitek, insinyur, ahli biologi kelautan, teknisi MEP, hingga desainer cahaya.

Dalam setiap proyek, Wiraguna memastikan estetika berjalan seiring dengan keamanan, fungsi, dan kesejahteraan makhluk hidup di dalamnya.

Di tengah krisis iklim dan degradasi ekosistem laut, oceanarium baginya bukan sekadar hiburan, tetapi ruang edukasi dan konservasi.

BX Sea Bintaro Jaya dirancang dengan lorong kaca melengkung yang memberi sensasi ‘berjalan di tengah laut’, zona interaktif tentang dampak sampah plastik, hingga program edukasi berbasis kurikulum lokal yang terbuka untuk kolaborasi dengan institusi kelautan nasional.

Di balik pantulan cahaya pada panel akrilik dan lengkung struktur yang menahan ribuan ton air, Sidi Ahyar Wiraguna bekerja dalam diam.

Karyanya berbicara lantang, bahwa arsitektur ketika berpadu dengan ilmu, teknologi, dan jiwa konservasi, mampu membangun jembatan antara manusia dan laut. Sebuah dunia baru, tempat keduanya saling mengenal, memahami, dan pada akhirnya, saling melindungi. (Tri Wahyuni)

Related posts