JAKARTA (Suara Karya): Asosiasi Inventor Indonesia (AII) kembali menggelar sosialisasi hasil riset sawit program Grand Riset Sawit (GRS) yang didanai Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) di kalangan petani dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kelapa sawit di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (30/6/25).
Ketua Umum AII, Prof Didiek Hadjar Goenadi menjelaskan, sosialisasi dilakukan untuk mendorong penyebarluasan hasil-hasil riset agar dapat dihilirisasi (komersialisasi) atau diterapkan sendiri oleh petani atau UMKM kelapa sawit di wilayah tersebut.
“Sosialisasi ini dilakukan karena ada keluhan bahwa hasil riset kelapa sawit yang dibiayai BPDP kurang dimanfaatkan, terutama oleh petani dan UMKM kelapa sawit. Karena itu, AII ke sejumlah wilayah di Indonesia untuk menyampaikan hasil riset secara ‘door to door’,” ujar Prof Didiek.
Kegiatan sosialisasi akan berlangsung di tiga provinsi, yaitu Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan. “Untuk Riau, sosialisasi kami gelar pada April 2025 di Kabupaten Kampar,” ujarnya.
Kegiatan di Deli Serdang menampilkan tiga invensi yang erat kaitannya dengan peningkatan produktivitas atau peningkatan pendapatan petani kelapa sawit. Disebutkan, antara lain alat pendeteksi kematangan buah (TBS) hasil invensi Dr M Makky dan tim dari Universitas Andalas.
Selanjutnya ada teknologi budidaya jamur tiram dengan media tandan kosong kelapa sawit (TKKS) oleh Firda Dimawarnita dari Pusat Penelitan Kelapa Sawit (PPKS) Unit Bogor. Dan teknologi peningkatan ketahanan kelapa sawit terhadap ancaman kekeringan melalui aplikasi pupuk BioSilAc oleh Donny N Kalbuadi dari PPKS unit Bogor.
Direktur Penyaluran Dana Hilir BPDP, M Alfansyah mengatakan, pihaknya melaksanakan tugas sesuai mandat. Salah satunya, membiayai kegiatan riset dari berbagai lembaga riset (perguruan tinggi dan lembaga penelitian) di Tanah Air.
Hasil riset tersebut menghasilkan kebijakan atau teknologi yang mendorong terwujudnya industri kelapa sawit nasional yang tangguh di pasar global.
“Kerja sama dengan AII dalam kegiatan ini diharapkan teknologi yang aplikatif bagi petani/UMKM kelapa sawit dapat segera dimanfaatkan oleh penggunanya,” tuturnya.
Alfansyah menjelaskan, dana riset untuk menghasilkan teknologi itu berasal dari kontribusi para pelaku industri kelapa sawit nasional, termasuk para petani. Hasilnya diarahkan untuk dimanfaatkan langsung oleh petani agar terjadi peningkatan kinerja dan kesejahteraan.
BPDP selain mendanai riset kelapa sawit, juga meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) kelapa sawit dengan menyediakan beasiswa bagi anak-anak petani kelapa sawit yang melanjutkan ke perguruan tinggi dalam bidang perkelapasawitan, baik pada program diploma maupun sarjana (S1).
Program beasiswa ini dilaksanakan melalui Dinas Perkebunan setempat dan dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
“Program beasiswa ini penting, karena tidak hanya kebun kelapa sawit tua saja yang perlu diremajakan, tetapi juga para petaninya. Anak-anak muda mau jadi penerus dalam pengembangan kelapa sawit di Tanah Air,” katanya.
Ditambahkan, BPDP juga menyediakan dana untuk penanaman kembali (replanting), perbaikan sarana dan prasarana kebun seperti jalan dan lain-lain
Terkait teknologi hasil riset GRS kepada petani dan UMKM, AII diharapkan mampu menjembatani, mengomersialisasi atau mengenalkan lebih dekat setiap teknologi yang telah dibiayai oleh BPDP melalui program risetnya.
Penyajian materi oleh ketiga inventor teknologi hasil riset GRS yang dipimpin Dr Mohammad Yunus dari AII memperoleh perhatian para peserta sosialiasi. Alat deteksi kematangan buah yang dapat meningkatkan mutu hasil panen.
Dengan demikian petani dapat meningkatkan pendapatan, tanpa khawatir menerima potongan harga dari pabrik kelapa sawit (PKS) akibat TBS yang dipanen di bawah standar mutu siap olah.
Aplikasi dalam perangkat android yang berisi berbagai informasi standar budidaya kelapa sawit itu menawarkan kemudahan kepada petani untuk berkonsultasi dalam kegiatan pengelolaan kebun yang efisien, sehingga dapat mencapai produktivitas yang maksimal.
Untuk menangani Ganoderma yang masih terus mengancam kebun kelapa sawit, khususnya milik petani, teknologi kuratif pengendaliannya dengan fungisida nabati telah dibuktikan cukup efektif.
Petani dapat mengaplikasikan teknologi tersebut untuk melindungi tanaman dari serangan penyakit atau menyembuhkan bagi tanaman yang sudah terlanjur terserang.
Dalam sambutan penutupannya, Dr M Yunus yang juga Ketua Panitia Pelaksana kegiatan dari AII menyampaikan, kegiatan ini akan digelar serupa di Kalimantan Selatan pada Agustus 2025.
Diharapkan, sosialisasi yang intensif dan masif atas teknologi GRS akan berdampak secara signifikan terhadap kesejahteraan petani dan UMKM kelapa sawit di Indonesia. (Tri Wahyuni)