Suara Karya

Atasi Kesenjangan, Mendikbudristek Nilai Penting Dilanjutkannya PPDB Zonasi

JAKARTA (Suara Karya): Meski menimbulkan masalah di lapangan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) akan tetap melanjutkan model Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi.

Sistem yang diinisiasi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, yang kala itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dinilai mampu mengatasi kesenjangan antarpeserta didik.

“PPDB sistem zonasi hingga saat ini masih penting untuk dilanjutkan. Masalah yang terjadi di lapangan, kita carikan solusi. Kita terus sempurnakan,” Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim dalam siaran pers, Minggu (30/7/23).

Penegasan itu disampaikan Nadiem terkait pernyataannya dalam acara Ngobrol Publik bertajuk ‘Semua Punya Peran Nyata untuk Pendidikan’ di perhelatan Belajaraya 2023, di Pos Bloc, Jakarta, Sabtu (29/7/23).

Ditanya soal kericuhan dalam pelaksanaan PPDB Sistem Zonasi, Nadiem mengaku kena ‘getah’ dari kebijakan era Muhadjir Effendy yang kini menjabat Menko PMK.

“Itu kebijakan sebelumnya, Pak Muhadjir. Tapi, kita sebagai satu tim merasa ini adalah kebijakan yang sangat penting, meski bakal merepotkan saya,” ujar Nadiem kala itu.

Nadiem mengakui, kebijakan PPDB Sistem Zonasi lahir untuk memangkas kesenjangan yang terjadi di dunia pendidikan. Dalam sejarahnya, Muhadjir Effendy membuat kebijakan zonasi karena realita saat it banyak peserta didik yang masuk sekolah negeri didominasi keluarga kaya.

Hal itu terjadi karena tolok ukur dalam seleksi PPDB adalah prestasi akademik. Sehingga peserta didik dari ekonomi mampu saja yang masuk, karena mereka memberi fasilitas les tambahan kepada anak-anaknya agar memiliki prestasi akademik di sekolah.

Kemudian kebijakan sistem zonasi pun terlahir di era Muhdjir, agar peserta didik dari kalangan ekonomi manapun dapat mengakses sekolah negeri yang ada di dekat rumahnya.

Untuk itu, Nadiem mengakui, pada prinsipnya program PPDB Zonasi penting untuk dilanjutkan, guna mengatasi kesenjangan antarpeserta didik.

Selain itu, Nadiem menyebut jika PPDB Zonasi tidak dilanjutkan maka banyak orangtua harus mengeluarkan biaya lebih untuk sekolah swasta. Sebab, banyak siswa tidak mampu yang tidak tertampung sekolah negeri.

“Upaya yang dilakukan Pak Muhadjir untuk pendidikan akan selalu tercatat dalam sejarah di Indonesia,” tuturnya.

Nadiem kembali menegaskan, sistem zonasi adalah contoh ‘legacy’ kebijakan pendidikan yang perlu diteruskan dan disempurnakan. Hal itu merupakan satu contoh di mana keberlanjutan itu sangat penting.

Dalam kesempatan yang sama, Mendikbudristek mengajak seluruh pemangku kepentingan pendidikan dan masyarakat untuk bergerak bersama mewujudkan sumber daya manusia unggul berlandaskan profil Pelajar Pancasila.

Untuk jenjang pendidikan anak usia dini sampai menengah, Kemdikbudristek menghadirkan beberapa rangkaian terobosan Merdeka Belajar yang saling terhubung erat satu sama lain.

Pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), Kemdikbudristek meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Transisi PAUD ke SD yang menyenangkan. Kebijakan itu menyelaraskan pembelajaran dari jenjang pendidikan usia dini menuju pendidikan dasar.

“Melalui kebijakan ini, pembelajaran fokus pada pengembangan fondasi pendidikan anak usia dini secara holistik. Karena itu, pastikan tidak ada tes calistung pada penerimaan siswa SD,” ujarnya.

Kemdikbudristek juga meluncurkan kebijakan Kurikulum Merdeka yang mentransformasi metode dan materi pembelajaran di seluruh jenjang pendidikan.

Peserta didik dari SD sampai SMA memperoleh materi pembelajaran yang fokus pada hal-hal esensial, pengembangan kompetensi dan karakter, serta berkesempatan memperoleh metode pendidikan berbasis proyek. Sehingga apa yang dipelajari di kelas relevan dengan persoalan di lingkungan sekitar.

Terkait dengan sistem pengelolaan dan pendanaan sekolah, Kemdikbudristek meluncurkan terobosan Merdeka Belajar Revitalisasi Dana BOS. Harapannya, satuan pendidikan bisa menggunakan dana lebih efisien dan fleksibel.

Gerakan Merdeka Belajar terus berlanjut hingga pendidikan tinggi. Transformasi dimulai sejak penerimaan mahasiswa baru melalui terobosan Merdeka Belajar Transformasi Seleksi Masuk PTN.

Kebijakan Merdeka Belajar lain untuk jenjang pendidikan tinggi yang paling banyak melibatkan pihak eksternal adalah terobosan Kampus Merdeka. Sebanyak 470 ribu lebih mahasiswa belajar di luar kampus, baik melalui magang di perusahaan, di belajar di kampus dalam dan luar negeri, kegiatan wirausaha, membangun desa, dan studi independen.

Pada 2020, Kemdikbudristek meluncurkan program Kedaireka, sebuah platform yang menjembatani perguruan tinggi dengan dunia industri untuk melakukan proyek dan riset bersama. (Tri Wahyuni)

Related posts