JAKARTA (Suara Karya): Target pemerintah dalam penurunan kasus stunting hingga 14 persen pada 2024 tampaknya berpotensi gagal. Hal itu terlihat pada capaian tahun lalu yang kurang signifikan.
Demikian benang merah bincang edukasi yang digelar Klub Edukasi Cempaka, Universitas Yarsi dan Indofood bertajuk ‘Tangani Stunting, Selamatkan Anak Bangsa’ di kampus Yarsi Jakarta, Rabu (17/1/23).
Bincang edukasi menampilkan 4 narasumber, yaitu Penyuluh KB Ahli Utama BKKBN, Siti Fathonah; Guru Besar FKM UI, Prof Endang L Achadi; Head of Corporate Communication Division PT indofood Sukses Makmur Tbk, Stefanus Indrayana; dan Rektor UniversitasnYarsi, Prof Fasli Jalal.
Seperti dijelaskan Penyuluh KB Ahli Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Siti Fathonah, angka stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen. Angka itu berhasil diturunkan hingga 21,6 persen pada 2022. Pada 2023, angka bisa diturunkan hingga 17,8 persen, lalu pada 2024 menjadi 14 persen.
“Setelah 2 tahun pelaksanaan Perpres No 72 tahun 2021, baru diketahui pemerintah daerah ternyata tidak memiliki semangat yang sama dengan pusat, dalam penurunan kasus stunting. Pemda masih mengandalkan dana dari pusat,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Siti Fathonah, alokasi anggaran di Kementerian/lembaga sebesar Rp30 triliun, dimana Rp10 triliun digunakan untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan Rp6 triliun untuk PBI yang belum menyasar sepenuhnya pada keluarga dengan balita stunting.
“Alokasi DAK Non Fisik PMT bahan pangan lokal yang baru turun pada Juli 2023 juga mempengaruhi program percepatan penurunan stunting. Dampak pemberian PMT tidak terlihat saat dilakukan pengukuran SKI 2023,” tuturnya.
Faktor lainnya, menurut Siti Fathonah adalah bagaimana mengubah perilaku masyarakat yang selama ini memicu terjadinya stunting. Karena hal itu bukan hal yang mudah, butuh waktu dan biaya yang memadai.
“Semoga hasil evaluasi program percepatan penurunan stunting 2023 sesuai target. Karena angkanya akan menjadi pertaruhan pada program di 2024,” katanya.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus stunting tinggi di dunia, mencapai angka 24,4 persen pada 2021. Angka itu berhasil diturunkan menjadi 21,6 pada 2022. Dan ditargetkan mencapai 14 persen pada 2024.
Penanganan stunting di Indonesia tidak bisa dilakukan sendirian, tapi harus bergotong royong agar hasilnya maksimal. Selain pemerintah, sektor swasta juga dilibatkam dalam menekan kasus stunting.
Untuk sektor swasta, Head of Corporate Communication Division PT indofood Sukses Makmur Tbk, Stefanus Indrayana menjelaskan, Indofood juga melakukan upaya mengatasi mal nutrisi baik kelebihan nutrisi, kekurangan nutrisi dan kekurangan nutrisi mikro.
Salah satu caranya, meningkatkan konsumsi makanan bergizi agar kebutuhan nutrisi terpenuhi. Dicontohkan, produk pangan seperti terigu, minyak goreng dan mie telah dilakukan fortifikasi nutrien agar kebutuhan nutrisi masyarakat dapat terpenuhi.
Fortifikasi tepung terigu yang ditambahkan berbagai mineral dan vitamin tertentu untuk kesehatan manusia. Salah satunya zat besi pada terigu, dan penambahan vitamin A pada minyak goreng dan sebagainya.
“Tak hanya pangan, tetapi juga pengadaan sanitasi dan kebersihan yang menjadi bagian upaya penurunan stunting,” ucap Stefanus Indrayana.
Hal lain yang dilakukan adalah melatih masyarakat mengolah makanan sehat dan memiliki kandungan gizi seimbang, yang nantinya akan dipraktikkan ke keluarga masing-masing.
Indofood juga membuka layanan gizi masyarakat melalui Posyandu. Ada 228 Posyandu binaan Indofood dan 5 klinik kesehatan yang sifatnya mobile di 5 area di wilayah pabrik Indofood.
“Sesuai arahan pemerintah, kami juga fokus pada intervensi gizi pada ibu hamil, remaja putri, dan 1000 hari pertama kehidupan anak,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Prof Endang L Achadi menambahkan, stunting bukan diobati tetapi bagaimana mengatasinya dan mencegahnya.
Ia memberi contoh ibu hamil yang mendambakan bayinya tidak mengalami stunting di kemudian hari dengan cara tercukupi gizinya, tidak anemia, tidak berada di lingkungan perokok, tidak kurus atau gemuk dan penambahan berat badan selama kehamilan adekuat.
Sementara itu, Rektor Universitas Yarsi, Prof Fasli Jalal mengatakan, sejak era Presiden SBY, sebenarnya sudah ada 8 langkah penanganan stunting yang harus dilaksanakan di setiap daerah. Namun, entah kenapa kasus stunting di Indonesia hingga kini belum juga turun. (Tri Wahyuni)