BANDUNG (Suara Karya): Kunjungan ke Observatorium Bosscha menjadi salah satu agenda utama dalam rangkaian Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 yang digelar di Sabuga, Bandung, pada 7-9 Agustus.
Ajang tahunan yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) ini merupakan forum strategis untuk memperkuat fondasi Indonesia Emas 2045 melalui pengembangan riset, inovasi, dan hilirisasi teknologi.
Agenda tersebut dihadiri Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Ahmad Najib Burhani; Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi Yudi Darma, dan Dekan FMIPA ITB Aep Patah.
Dua tamu kehormatan internasional, yaitu peraih Nobel Fisika 2011, Brian Paul Schmidt; dan Presiden Australian Academy of Science (AAS), Chennupati Jagadish ikut terlibat dalam dialog santai dan reflektif sepanjang kunjungan.
Tur ilmiah itu sekaligus menandai peran penting Observatorium Bosscha sebagai simbol sejarah, pusat edukasi, dan laboratorium inovasi astronomi Indonesia di era modern.
Kegiatan kunjungan diawali dengan penjelajahan ke Teleskop Refraktor Ganda Zeiss, yang berdiri megah di bawah kubah rancangan arsitek KCP Wolf Schoemacher.
Sejak diresmikan pada 1 Januari 1923 atas prakarsa KAR Bosscha, teleskop seberat 17 ton ini telah menjadi saksi pengembangan ilmu astronomi di Nusantara dan Asia Tenggara.
Hingga kini, teleskop Zeiss itu tetap menjadi salah satu aset astronomi tertua dan terbesar di Indonesia, menjadi ikon Bandung Utara dan warisan sains nasional.
Pada momen ini, Yudi Darma menegaskan bahwa Observatorium Bosscha adalah salah satu warisan besar dari masa kolonial Belanda yang masih sangat relevan hingga hari ini.
“Usia seabad bukanlah halangan untuk tetap menjadi pusat pengembangan sains dan pendidikan, asalkan fasilitas ini dirawat dan dioptimalkan bersama,” kata Yudi Darma.
Tak sekadar melihat sejarah, kunjungan berlanjut ke ruang surya. Di ruang inilah, panel-panel hasil pengamatan gerhana matahari dari masa ke masa seolah mengajak peserta membaca narasi langit Nusantara.
Satu percakapan ringan tercipta antara Chennupati Jagadish dan beberapa peneliti muda. Ia berkata, “Saya sungguh terkesan dengan upaya Pemerintah Indonesia dalam menjaga fasilitas Bosscha tetap hidup. Tidak hanya sebagai peninggalan sejarah, tapi juga sebagai ruang edukasi dan penemuan baru,” tuturnya.
Menurut Schmidt, generasi penerus saintis harus dilatih, agar budaya ilmiah terus tumbuh. Kolaborasi internasional menjadi semakin penting, karena ilmu pengetahuan melampaui batas negara.
Sorotan kunjungan terjadi saat rombongan diajak menengok proyek ambisius Teleskop Radio VLBI Global Observing System (VGOS), fasilitas radio astronomi termutakhir yang segera rampung pada Oktober 2025.
Brian Paul Schmidt tampak antusias berdiskusi dengan tim pengembang VGOS. Ia menuturkan, “Kemajuan sains tak lepas dari keberanian berinvestasi pada alat dan waktu untuk para peneliti. Di Bosscha ini saya melihat energi itu hidup”.
Ditambahkan, ketika ilmuwan diberi peluang dan dukungan, biasanya mereka akan menghasilkan terobosan besar. Bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk ilmu pengetahuan dunia.
“Saya berharap dapat ikut berkolaborasi dengan fasilitas ini, karena banyak peluang baru bisa dijelajahi,” katanya.
Pada kesempatan ini, Aep Patah juga menaruh harapan besar agar kehadiran dua ilmuwan dunia di Bosscha dapat menjadi awal dari kolaborasi internasional yang lebih luas di masa mendatang.
Aep meyakini, momentum ini penting untuk mendorong peneliti muda Indonesia agar berani belajar dan berinovasi bersama jejaring global. Dengan demikian, kontribusi mereka dapat memberi manfaat tak hanya bagi bangsa, tetapi juga bagi ilmu pengetahuan dunia.
Di akhir kunjungan, Ahmad Najib Burhani menegaskan komitmen pemerintah dalam membangun ekosistem riset berkelas dunia.
Penguatan fasilitas seperti Bosscha dan VGOS, menurut Najib, adalah bagian dari upaya menempatkan Indonesia sebagai pemain penting di jaringan riset internasional sekaligus sumber inspirasi bagi generasi muda.
“Kunjungan ini tidak hanya menjadi penanda penghormatan terhadap sejarah, tetapi juga menguatkan komitmen pemerintah untuk mendorong transformasi sains dan teknologi sebagai fondasi utama pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan,” tutur Najib.
Observatorium Bosscha, dari Lembang yang tenang, kembali menjadi jendela Indonesia ke semesta, tempat sejarah, pengetahuan, dan harapan bertemu. (Tri Wahyuni)