Suara Karya

Indonesia Menargetkan Penggunaan Massal Kendaraan Listrik (EV) pada 2030

JAKARTA (Suara Karya):  Sebuah pertemuan tertutup para pemangku kepentingan yang bertajuk Accelerating Indonesia’s EV Transition diadakan hari ini di Jakarta dan diselenggarakan bersama oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), lembaga nirlaba global RMI (sebelumnya Rocky Mountain Institute), Enhancing Readiness for the Transition to Electric Vehicles (ENTREV), the Indonesia Environment Fund (IEF), and the Electric Mobility Ecosystem Association (AEML).

Acara ini mempertemukan para pemangku kepentingan utama untuk membahas strategi yang dapat dilakukan guna mempercepat penggunaan kendaraan listrik (EV) di Indonesia, seiring dengan progres negara menuju target ambisius untuk memiliki 13 juta kendaraan roda dua listrik (e-2W) dan 2 juta kendaraan roda empat listrik (e-4W) di jalan raya pada tahun 2030.

Lokakarya yang diselenggarakan pada Selasa (17/09/2024) bersamaan dengan Indonesia Sustainable Forum (ISF) ini membahas hambatan penting dalam penggunaan EV di Indonesia, termasuk pengembangan kebijakan, solusi pembiayaan, infrastruktur pengisian daya, serta keterlibatan korporasi dan konsumen. Melalui diskusi kolaboratif, para peserta mengidentifikasi langkah-langkah strategis untuk mempercepat transisi mobilitas listrik di negara ini, yang selaras dengan Strategi Nasional Dekarbonisasi Sektor Transportasi yang dipimpin oleh Kemenkomarves.

Dalam acara tersebut, Rachmat Kaimuddin, Deputi Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi di KEMENKOMARVES mengatakan, transisi kendaraan listrik Indonesia adalah peluang strategis bagi pertumbuhan ekonomi dan keamanan energi bangsa kita karena kita menargetkan 13 juta e-2W dan 2 juta e-4W pada tahun 2030.

“Untuk mewujudkan EV di Indonesia, kita perlu membuatnya tersedia, terjangkau, serta menyediakan infrastruktur yang baik dan kendaraan yang andal. Ini akan berdampak positif pada kualitas udara, mengurangi emisi karbon, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat secara luas,” ujarnya.
Hampir 100 peserta, termasuk perwakilan pemerintah, produsen EV, penyedia infrastruktur, lembaga pembiayaan, operator armada, dan kelompok pemikir, berpartisipasi dalam diskusi terarah untuk merumuskan solusi dan mengembangkan kerangka kerja yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi hambatan yang ada. Melalui upaya kolaboratif ini, acara tersebut menghasilkan pemahaman yang komprehensif tentang cara meningkatkan keterlibatan korporasi dan konsumen di sektor mobilitas listrik. Acara ini juga menyaksikan penandatanganan MOU antara RMI dan IEF untuk berkolaborasi dalam tujuan transisi energi bersih Indonesia. Keterlibatan ini penting untuk mendorong perubahan kebijakan dan mendukung tujuan Indonesia menjadi pasar mobilitas listrik dan energi bersih terdepan di Asia Tenggara.

Dalam acara tersebut, Patrick Adhiatmaja, Wakil Ketua AEML, mengatakan:
“Transisi menuju mobilitas listrik membutuhkan kerja sama dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, mitra sektor swasta, mitra pembangunan, dan masyarakat. AEML berkomitmen untuk mendukung upaya kerja sama ini agar manfaat EV dapat diakui dan digunakan secara luas di seluruh Indonesia. Transisi ini sangat penting untuk mengurangi emisi dan mempromosikan mobilitas bersih, berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan bagi semua.”

Acara ini memberi kesempatan kepada para pemangku kepentingan untuk memanfaatkan praktik terbaik global, terutama dari negara-negara seperti India yang telah berhasil mempercepat penggunaan

EV melalui kerangka kebijakan inovatif dan model pembiayaan. Wawasan ini akan sangat penting seiring dengan perluasan infrastruktur mobilitas listrik di Indonesia dan dalam mengatasi tantangan seperti biaya awal EV yang tinggi dan akses terbatas ke pembiayaan bagi konsumen dan bisnis. Direktur Asia Tenggara RMI, Wini Rizkiningayu, menjelaskan: “Di RMI, misi kami adalah mendukung transisi mobilitas bersih dan energi Indonesia yang akan berdampak signifikan pada kehidupan dan mata pencaharian. Melalui kolaborasi seperti lokakarya hari ini, kami dapat membantu memastikan masa depan yang berkelanjutan dan nol karbon di seluruh sektor energi Indonesia.”

Lokakarya ini ditutup dengan komitmen untuk mengembangkan strategi yang jelas guna mempercepat penggunaan EV di Indonesia, dengan fokus pada langkah-langkah nyata yang diidentifikasi selama diskusi. Strategi ini akan mendukung pertumbuhan ekosistem EV dan berkontribusi pada tujuan yang lebih luas dari Indonesia dalam meningkatkan keamanan energi, mengurangi polusi udara, dan mencapai target dekarbonisasi.

Tentang RMI

RMI adalah organisasi nirlaba independen yang didirikan pada tahun 1982 sebagai Rocky Mountain Institute, yang mentransformasikan sistem energi global melalui solusi pasar untuk menyesuaikan dengan masa depan yang tidak melebihi ambang batas kenaikan suhu 1,5°C dan mengamankan masa depan yang bersih, sejahtera, dan nol karbon untuk kita semua. Kami bekerja di geografi paling kritis di dunia dan melibatkan pebisnis, pembuat kebijakan, komunitas, dan LSM untuk mengidentifikasi dan meningkatkan intervensi sistem energi yang akan mengurangi polusi iklim setidaknya 50 persen pada tahun 2030. RMI memiliki kantor di Basalt dan Boulder, Colorado; Kota New York; Oakland, California; Washington, D.C.; Abuja, Nigeria; dan Beijing. (Pram)

Related posts