Suara Karya

Kemdikbud Tetapkan Kota Semarang jadi Kawasan Cagar Budaya Nasional

(Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menetapkan Kota Semarang sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Ketetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 682/P/2020.

Dirjen Kebudayaan Kemdikbud Hilmar Farid menyerahkan secara simbolik surat keputusan tersebut kepada Direktur Pelindungan Kebudayaan, Kemdikbud Fitra Arda di Jakarta, Rabu (19/8/20), yang disaksikan secara virtual oleh Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu dari Kota Semarang, Jawa Tengah.

Fitra Arda menjelaskan, alasan Kota Semarang menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional karena memiliki 4 situs yang mewakili perjalanan sejarah Kota Semarang sejak abad ke-15 hingga awal abad ke-20.

Ke-4 situs itu disebutkan Kampung Kauman, Kampung Melayu, Kampung Pecinan dan Oudestad. Luas kawasan itu mencapai 70.07 hektar, dengan rincian Kampung Melayu seluas 6.89 hektar; Kampung Kauman seluas 15.49 hektat; Kampung Pecinan seluas 18,99 hektar dan Oudestad seluas 28,70 hektar.

Ditambahkan, Kampung Kauman adalah permukiman muslim dimana didalamnya ada Masjid Kauman, sebagai pengganti Masjid Semarang yang telah terbakar. Sementara Kampung Melayu adalah permukiman masyarakat Melayu yang berkembang sebelum Benteng de Viifhoek dibangun VOC pada akhir abad ke-17.

Kampung Pecinan sendiri terbentuk sebelum pembangunan Oudestad. Pemusatan permukiman orang-orang Cina dilakukan setelah terjadi peristiwa Geger Pecinan pada 14 Juni sampai 13 November 1741 di Semarang. Tujuan pembentukan Kampung Pecinan untuk sistem pertahanan dan perlindungan terhadap kepentingan VOC.

Sedangkan Oudestad merupakan Europeschebuurt atau tempat tinggal orang Eropa. Situs ini meliputi jaringan jalan raya, rel kereta api, pelabuhan termasuk menara pengawas, mercusuar, kantor syahbandar, anjungan penumpang atau peron dan pabean.

Pada Oudestad juga terdapat gedung pemerintahan, perkantoran dagang, keuangan, pabrik, bengkel dan pergudangan berskala besar.

“Keempat situs itu menjadi cikal bakal berkembangnya Kota Semarang, karena kedatangan para pedagang asing mulai dari Arab, Melayu, Cina hingga Belanda. Persilangan budaya tampak jelas dalam bentuk tata kota, bangunan secara fisik, dan atraksi budaya,” tutur Fitra.

Ditambahkan, penetapan Kawasan Cagar Budaya Kota Semarang Lama sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional mengacu kepada rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya Nasional. Hal itu telah tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 682/P/2020.

“Penetapan itu diharapkan menjadi kekuatan dan landasan berpijak dalam pengelolaan Kawasan Kota Semarang Lama di masa depan, baik secara fisik maupun nonfisik. Kota Semarang Lama menjadi bagian dari perjalanan sejarah nusantara dan jalur rempah,” ujarnya.

Menurut Fitra, penanganan cagar budaya perkotaan dan warisan takbenda yang tepat akan menjadi katalisator dalam pembangunan sosial-ekonomi dan budaya. Karena semua itu berdampak pada nerbagai aktifitas dan pemberdayaan warisan budaya serta masyarakat pendukungnya.

“Pelibatan berbagai sektor dan pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pelestariannya diperlukan untuk mempertahankan eksistensi Kawasan Kota Semarang Lama,” ucap Fitra.

Menurutnya, keterpaduan segala aktifitas menjadi barometer pembangunan perkotaan bersejarah dan menjadi salah satu bagian dari upaya yang dilakukan yakni Pemajuan Kebudayaan. (Tri Wahyuni)

Related posts