JAKARTA (Suara Karya): Konflik dalam tubuh Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ternyata belum selesai. Kali ini, terjadi kasus perebutan Wisma Guru Jawa Timur di Kota Surabaya.
“Alhamdulillah, Wisma Guru Jawa Timur yang ada di Surabaya telah dibawah kendali pengurus PGRI Provinsi Jawa Timur yang sah, pimpinan Dr Djoko Adi Walujo,” kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi kepada media, di Jakarta, Selasa (20/8/24).
Unifah dalam kesempatan itu didampingi Wakil Sekjen PB PGRI, Wijaya; Ketua Departemen Kominfo PB PGRI, Agus Rohiman; dan Kuasa Hukum PB PGRI, Maharani Siti Shopia.
Wakil Sekjen PB PGRI, Wijaya menjelaskan, Wisma Guru tersebut sebelumnya diduduki oknum yang mengaku sebagai Ketua Umum PB PGRI atas nama Teguh Sumarno, MM dan kawan-kawan.
“Penguasaan kembali Wisma Guru itu bukan tanpa perlawanan. Karena Pengurus PGRI Provinsi Jawa Timur yang Sah dibawah kepemimpinan Djoko Adi Walujo telah mengirim somasi dua kali kepada oknum PGRI ‘hasil kongres luar biasa abal-abal’ untuk meninggalkan Wisma Guru tersebut,” ujarnya.
Setelah itu, lanjut Wijaya, sejumlah oknum yang mengaku-aku sebagai Pengurus Besar PGRI itu melayangkan tuduhan bahwa pengurus PGRI Jawa Timur telah melakukan penyerobotan.
“Status Teguh Sumarno sebagai Ketua Pengurus PGRI Jawa Timur, telah dibekukan melalui SK Pengurus Besar PGRI Nomor: 113/Kep/PB/XXII/ 2023 tanggal 13 November 2023, kok bisa menuduh pengurus yang sah menyerobot gedung tersebut,” ucap Wijaya.
Bahkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 744/Pdt.G/2023/PN.Jkt.PST tentang SK Pembekuan Drs Teguh Sumarno, MM telah dimenangkan Pengurus Besar PGRI yang diwakili Prof Unifah Rosyidi.
“Itu artinya secara hukum SK Pembekuan Teguh Sumarno telah sah dan berkekuatan hukum tetap. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi Teguh Sumarno dan kawan-kawan untuk menempati Wisma Guru Jawa Timur itu,” ucapnya.
Wijaya meminta kepada Pengurus PGRI Provinsi Jawa Timur yang Sah dibawah kepemimpinan Djoko Adi Walujo untuk tidak merasa terganggu dengan berbagai spekulasi yang dilontarkan oknum PGRI ‘hasil kongres luar biasa abal-abal’ tersebut.
“Tetaplah memberi pelayanan kepada anggota seperti biasanya,” kata Wijaya.
Ia meminta agar publik juga tidak terkecoh dengan framing yang dibuat oleh para oknum yang mengaku-ngaku Ketua Umum PB PGRI, karena Putusan PTUN tertanggal 4 Juli 2024 yang sedang dilakukan upaya banding itu, tidak ada kaitannya dengan penempatan kembali Wisma guru Jawa Timur.
“Objek gugatan yang sedang proses banding itu sudah kadaluarsa. Saat ini kepengurusan PB PGRI hasil kongres XXIII pada 3-4 Maret 2024 lalu telah terdaftar pada SK AHU terakhir, yang tidak dalam sengketa maupun dalam proses hukum apapun,” ucapnya.
Dengan demikian, PB PGRI yang saat ini dibawah kepemimpinan Prof Unifah Rosyidi akan bekerja menjalankan roda organisasi. Kepengurusan itu tidak akan terpengaruh atas Putusan Banding di Pengadilan Tinggi TUN.
Kepengurusan PGRI periode XXIII hasil kongres pada 3-4 Maret 2024 akan segera melakukan keberlanjutan kepengurusan organisasi di setiap tingkatan melalui Konferensi Provinsi dan Kabupaten/Kota periode 2024-2029 untuk memaksimalkan peran-peran organisasi kedepan.
Wijaya menyayangkan sikap Teguh Sumarno yang ingin menempati Wisma Guru Jawa Timur. Padahal sebagai Ketua Umum PB PGRI seharusnya ia berkantor di Gedung Guru di Jakarta.
Ia berharap konflik semacam ini tidak lagi terjadi dalam tubuh PB PGRI di masa depan. Karena pengurus akan mulai sibuk menggarap hal-hal terkait peningkatan kualitas guru, kesejahteraan guru dan pekerjaan besar lainnya. (Tri Wahyuni)