JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) gencar kampanyekan Anti Judi Online, guna mengingatkan masyarakat bahwa judi online (judol) adalah permainan yang diatur.
Ada sebuah algoritma yang di-setting dalam judol agar pemainnya merasakan kemenangan di awal, namun pada akhirnya akan kalah.
“Hasil statistik menunjukkan, player judol itu pasti rungkad. Beberapa teman saya pernah mencoba, settingannya memang seperti itu,” kata Ketua Sobat Cyber Indonesia, Miqdad Nizam Fahmi pada acara yang digelar dalam ‘Car Free Day’ di Bintaro, Kota Tangerang Selatan, Minggu (22/9/24).
Ditambahkan, judol tidak akan membuat pemainnya menjadi kaya. Jika dilihat dari sudut pandang cyber security, pemain judi online malah rugi dua kali, baik secara finansial maupun kebocoran data.
Banyak orang terperangkap permainan judol, karena ada zat endorphin yang dimainkan. Pemain akan merasakan kesenangan di atas kenyataan.
“Zat itu jika tidak terpenuhi, akan terus memberontak. Karena itu, peran lingkungan menjadi hal yang penting,” ucapnya.
Disebutkan, hal yang memengaruhi orang saat bermain game online itu ada dua jenis; yaitu internal dan eksternal. Dari internal, apa yang dia scroll tiap hari akan memengaruhi, sedangkan dari eksternal itu salah satunya lingkungan.
“Para ibu harus melihat apa yang ada di sekitar anaknya. Harus dipastikan, jika teman-teman anaknya harus bersikap baik atau positif. Jika tingkah lakunya negatif, maka perlu ditelusuri,” tutur Miqdad.
Menyambung pernyataan Miqdad, Psikolog Klinis, Alvina melihat kecanduan dari sudut pandang psikologis. Kecanduan adalah ketika seseorang tidak memiliki kesadaran bahwa dirinya bermasalah.
“Lingkungan, terutama orangtua harus tahu kegiatan anaknya sehari-hari di kamarnya atau di rumah temannya. Kalau terlihat bermain game online, pastikan permainan apa yang dipilih. Hal seperti itu harus diawasi dan di-detox,” ucapnya.
Untuk masalah kecanduan, solusi bagi orang dewasa maupun anak-anak itu sama. Lakukan detox secara keseluruhan. Dalam konteks judi online, orangtua harus berani memutus jaringan internet atau mengontrol m-bankingnya.
“Orang tua harus berperan sebagai support system. Baiknya ada keterbukaan, walau sudah dewasa. Lihat apakah ada yang salah, jika ada segera ambil alih keadaan,” ujarnya.
Selain dukungan lingkungan, lanjut Alvina, faktor internal juga menjadi penting karena adanya ‘irrational believe’. Seperti saat ini, contohnya ada kemudahan akses ke pinjaman online.
Seorang mantan pemain judi online memberi testimoni dalam acara itu. Pria bernama Deky itu menuturkan, skema permainan yang dijalankan oleh judi online itu manipulatif dan mencurigakan.
“Awalnya saya tidak tertarik, tapi beberapa teman main. Kejadiannya pada 2021 lalu. Teman-teman saya kalah terus, lalu coba pake perangkat yang belum pernah dipakai, yaitu punya saya,” jelas Deky.
Dari perangkat milik Deky, banyak diberi kemenangan. Pada saat itu, permainan hanya bisa diakses melalui link, sedangkan sekarang tersedia aplikasinya. Hal itu justru semakin berbahaya.
“Kini semua orang bisa mengakses, baik remaja maupun orang dewasa. Bahkan, transaksinya bisa pake e-wallet,” lanjutnya.
Pada saat terjerembap pada lingkaran tersebut, Deky akhirnya bangkit berkat dukungan dari keluarga dan lingkungan.
“Peran orangtua itu mengawasi, meneliti apa yang diakses anaknya dalam handphone. Setelah itu, googling untuk mencari tahu apakah hal itu berbahaya atau tidak,” pungkas Deky.
Kampanye bertajuk ‘Tetap Anti Judi Online’ adalah salah satu bentuk kampanye yang diinisiasi Kemkominfo untuk mengajak masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam menumbuhkan kesadaran akan bahaya judi online.
Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam gelaran Car Free Day di 5 kota yang ada di Indonesia. (Tri Wahyuni)