Suara Karya

KSTI 2025 Dorong Hilirisasi dan Teknologi jadi Motor Penggerak Ekonomi Nasional

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto menegaskan, Konvensi Sains dan Teknologi Industri (KSTI) Indonesia 2025 dirancang sebagai panggung kolaboratif untuk mempercepat lahirnya ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy).

Menurut Brian, transformasi itu hanya bisa dicapai jika Indonesia mampu memperkuat kapasitas teknologi nasional dan mendorong talenta lokal unggul dalam bidang Sains, Teknologi, Teknik dan Matematika (STEM).

“Kita perlu menjadikan sains dan teknologi sebagai senjata perjuangan bangsa dalam mewujudkan kemajuan dan pemerataan ekonomi,” kata Brian Yuliarto kepada media disela kegiatan KSTI 2025 di Gedung Sabuga, Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis (7/8/25).

Hadir dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan (Risbang), Kemdiktisaintek, Fauzan Adziman dan Rektor ITB, Tatacipta Dirgantara.

Mendiktisaintek menambahkan, KSTI 2025 akan menelurkan peta jalan riset dan inovasi nasional yang fokus pada 8 sektor strategis, yaitu energi, pertahanan, digitalisasi (kecerdasan buatan dan semikonduktor), hilirisasi dan industrialisasi, kesehatan, pangan, kemaritiman, serta material dan manufaktur maju.

Karena itu tak heran jika KSTI 2025 diikuti lebih dari 1.000 peneliti unggul STEM, 400 rektor dan wakil rektor, 351 dosen, ilmuwan diaspora, mahasiswa doktoral, guru besar serta 54 mitra industri yang aktif dalam pengembangan riset dan inovasi.

Hadir pula 2 peraih Nobel di bidang fisika, yaitu Konstantin Novoselov dari UK/Singapura dan Brian Schmidt dari Australia, sebagai sumber inspirasi agar riset Indonesia bisa bersaing di kancah global.

“Kami ingin riset tidak berhenti di atas kertas, tapi harus menjadi solusi nyata bagi tantangan industri dan perekonomian nasional. Hasil penelitian menumbuhkan industri-industri baru berbasis teknologi,” tegas Brian.

Selain forum diskusi lintas sektor, KSTI 2025 juga diramaikan dengan pameran inovasi teknologi dan forum kebijakan strategis, dengan harapan dapat memperkuat sinergi antara akademisi, industri, dan pemerintah dalam membangun ekosistem riset yang kuat.

Dirjen Risbang Fauzan Adziman menyebut ada sekitar 400 produk riset yang dipamerkan dalam KSTI 2025. Banyak di antaranya siap dihilirkan ke industri.

“Salah satu contoh menonjol adalah hasil riset ITB yang mengubah limbah sawit menjadi bensin. Nota kesepahaman telah ditandatangani antara ITB, BPDP-KS, Pertamina, dan PT Pindad untuk mendukung hilirisasi riset ini,” ujarnya.

Ditambahkan, pendekatan hilirisasi memerlukan pelibatan sinergi aktif antara kampus, dunia usaha, dan pemerintah daerah.

Disinggung soal insentif riset ‘supertax deduction’, Mendiktisaintek mengatakan, kebijakan tersebut dirancang pemerintah untuk mendorong industri berinvestasi di bidang riset.

“Industri yang mendanai riset akan mendapat potongan pajak hingga tiga kali lipat. Untuk itu, pentingnya peran peneliti untuk meyakinkan industri bahwa investasi pada riset bukanlah beban, melainkan peluang,” ucap Brian.

Konvensi ini juga menilai pentingnya penguatan peran perguruan tinggi sebagai ‘backbone’ pertumbuhan ekonomi, di mana riset dan inovasi menjadi penggerak industri lokal.

“Jangan sampai SDM yang kita hasilkan tidak relevan dengan kebutuhan industri. Kami ingin riset dan pendidikan tinggi menyatu dengan realitas pembangunan nasional,” ujarnya.

Mendiktisaintek juga berharap kampus dapat menjadi R&D (research and Development) center bagi industri di sekitarnya. Seperti di banyak negara maju, di mana kawasan industri tumbuh dari kekuatan universitas. (Tri Wahyuni)

Related posts