Suara Karya

Manfaat Teknologi Digital di SLB, Pembelajaran jadi Lebih Interaktif dan Menyenangkan!

JAKARTA (Suara Karya): Komitmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) untuk mendorong transformasi digital dalam beberapa tahun ini telah mengubah cara pandang ekosistem pendidikan, terkait pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Melalui Gerakan Merdeka Belajar, sejak 2020 Kemdikbudristek mendorong pemanfaatan TIK, mulai dari menyediakan fasilitas, pemberian akun belajar.id untuk guru dan murid,penyediaan platform penunjang, termasuk pelatihan pengembangan kapasitas guru.

Dukungan Kemdikbudristek itu saling terhubung satu sama lain. Misalkan, bantuan TIK dan akun belajar.id membuat guru dan murid dapat mengakses berbagai platform untuk mendukung proses pembelajaran berkualitas.

Lewat teknologi digital itu, diharapkan, dapat menciptakan pembelajaran yang lebih efektif, kolaboratif, menyenangkan, dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Seperti disampaikan guru SLB Negeri 1 Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, Cicah Darianingsih (59) yang mengaku terbantu dengan dorongan transformasi digital oleh Kemdikbudristek.

Ia mencontohkan, pemberian akun belajar.id dan kehadiran platform digital lain, yang membuatnya bisa belajar secara mandiri. Dari berbagai platform tersebut, ia bisa menghadirkan metode pembelajaran terbaru, dan modul ajar yang lebih interaktif.

Keinginan Cicah untuk mengasah kemampuan dalam teknologi pembelajaran berangkat dari kebutuhan dasar anak didiknya yang haus akan teknologi digital.

“Meski sekolah saya jauh dari kota besar, tetapi murid-murid sangat menyukai kegiatan belajar yang berhubungan dengan teknologi,” ujarnya.

Cicah mengambil kesempatan itu dengan mencari tahu agar metode pembelajaran menjadi tidak membosankan, dengan mengikuti perkembangan teknologi digital.
“Saya orangnya terbuka dan suka belajar meski sudah mau pensiun,” tutur guru yang sudah mengajar selama 39 tahun itu.

Perkembangan teknologi, lanjut Cicah, telah menghadirkan sesuatu yang berbeda dalam dunia pendidikan, khususnya bagi guru. “Jika dulu mengajar atau menyusun media dan modul ajar ia harus menulis dan mencoret, sekarang tinggal memencet tombol delete,” ujarnya.

Bagi Cicah, sebagai guru kelas IV yang mengampu 12 mata pelajaran, ia harus banyak media pembelajaran setiap minggunya. Ia terus berpikir bagaimana menyiasati media pembelajaran yang tidak membosankan bagi murid.

“Saya akrab dengan aplikasi Canva. Dengan template yang ada saya mengganti dan memvariasikannya,” ucapnya.

Bahkan, Cicah saat ini telah menggunakan teknologi AI untuk menyusun (kerangka) modul pembelajaran. Semua aplikasi itu diperoleh Cicah dari akun belajar.id.

Selain Canva, Cicah menyebut, ada Word Wall dan Quizizz untuk menghadirkan pembelajaran lebih interaktif dan menyenangkan.

Kebermanfaatan dunia teknologi sebagai media pembelajaran juga dirasakan guru kelas VIII di SLBN 11 Jakarta, Darma Kusumah.

Sejak dulu, ia memiliki minat dalam bidang teknologi. Kesempatan untuk memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran semakin terbuka saat diluncurkan akun belajar.id.

“Sekolah kami terpilih dalam Program Sekolah Penggerak, dan mendapat bantuan Chromebook dari Kemdikbudristek. Dari situ saya mulai belajar dari akun belajar.id dan Chromebook,” ujarnya.

Apalagi, SLB 11 memiliki program vokasi komputer. Sehingga akun belajar.id dan Chromebook sebagian besar digunakan pada pembelajaran vokasi. “Anak-anak sekarang akrab dengan gadget. Karena itu, kita harus bisa memanfaatkan teknologi itu untuk edukasi,” kata Darma.

Sebagai guru muda, dan mulai mengajar dalam situasi pandemi, Darma merasa ada cara pandang berbeda dari murid dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal itu harus segera dipahami oleh para guru.

“Saya mulai mengajar di tahun-tahun pandemi. Begitu pandemi selesai, anak-anak semakin akrab dengan gadget dan handphone,” tuturnya.

Ia selalu mengingatkan siswanya agar handphone tak hanya untuk main game online atau media sosial, tapi juga digunakan sebagai media pembelajaran dan tempat.

Pemanfaatan teknologi digital sebagai metode pembelajaran bagi murid-murid SLB memang sedikit berbeda. Tapi bagi Darma hal itu tidak menjadi persoalan. Dan guru harus bisa melihat kemampuan dan memahami potensi masing-masing murid.

Pelatihan penggunaan teknologi dirasakan Darma cukup untuk memberi yang terbaik bagi para siswa. Namun, kondisi itu bukan berarti tanpa tantangan. Apalagi,
Darma mengajar di sekolah yang siswanya majemuk.

Di SLB 11 Jakarta, tahun ini Darma mengajar untuk anak tuna grahita. Sejak tahun lalu ia mengajar mapel IPS. Dengan jadwal pembelajaran ‘safari’, pada waktu itu ia tidak hanya mengajar murid tunagrahita, tapi juga mengakomodir murid autis dan tuna rungu.

“Waktu itu tantangannya cukup banyak, ada anak-anak yang level hambatannya berat, tetapi ada yang ringan. Target saya, hambatan yang ringan saja,” kata Darma yang meyakini murid-muridnya bisa dan mampu untuk memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran.

Berbeda dengan anak-anak yang level hambatannya berat, mereka lebih banyak bermain. Misalkan, saat menonton video, hanya anak yang kategori hambatan ringan bisa lebih interaktif pembelajarannya. Mereka bisa menggunakan Google Meet, Google Document.

Darma menggunakan metode coaching dalam menghadapi tantangan pengajaran teknologi pada murid-murid SLB. Artinya, memasangkan satu murid dengan murid lain yang mempunyai kemampuan berbeda.

Metode itu juga digunakan untuk menyiasati keterbatasan perangkat komputer di sekolahnya.

“Dengan metode coaching atau teman sejawat, yang mampu bisa mengajarkan yang kurang mampu. Saya melakukan pendekatan ini ke ketuanya, nanti mereka akan mengajarkan ke kelompoknya,” ucap Darma.

Sengan memanfaatkan Chromebook meski tanpa paparan, bisa memberi paparan pada anak-anak dengan memanfaatkan Google Meet. Aplikasi tersebut tetap bisa digunakannya dalam situasi tatap muka.

Di SLB Negeri 1 Harau, Cicah menambahkan, kesempatan menggunakan teknologi adalah hal membahagiakan bagi para siswa. Terlebih, mereka yang berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah.

Pemanfaatan teknologi sebagai metode pembelajaran bahkan menumbuhkan semangat untuk belajar. “Setelah saya beri kuis interaktif, ada murid yang biasanya ke sekolah hanya satu kali seminggu, kini mau datang setiap hari,” ujar Cicah.

Salah satu pencapaian terbaiknya mengajar selama 39 tahun, lanjut Cicah, membuat salah satu anak yang sebelumnya benar-benar tidak bisa membaca hingga bisa merangkai suku kata.

“Ada satu murid, usianya sudah 19 tahun. Setelah menggunakan media teknologi, mulanya ia tidak mengenal huruf sampai bisa merangkai suku kata dalam hitungan minggu. Masih sederhana memang. Ini motivasi bagi saya untuk memperkaya lagi pengetahuan saya terkait teknologi digital,” kata Cicah menendaskan. (***”)

Related posts