JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) akan menelusuri kisah 9 kerangka yang diduga tentara Jepang di Biak Numfor. Penelusuran melibatkan peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Hal itu dikemukakan Dirjen Kebudayaan, Kemdikbudristek, Hilmar Farid saat menerima secara simbolik 9 kerangka yang diduga tentara Jepang dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Biak Numfor, Provinsi Papua, di Jakarta, Jumat (28/6/24).
Dari pihak Pemkab Biak Numfor, diwakilkan Yeremias Rumbiak bersama Staf Ahli I Bupati Biak Fransisco Olla.
Hadir dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia, Sachiko Furuya; dan perwakilan Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang, Yasuke Nakao.
Hilmar Farid dalam sambutannya menjelaskan, kegiatan eskavasi, pengumpulan dan repatriasi kerangka yang diduga tentara Jepang itu tak sebatas identifikasi apakah benar Jepang atau bukan, tetapi mengarah hingga nama dan identitas keluarganya.
“Karena itu, kegiatan ini sarat nilai kemanusiaan, salah satu nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia,” ucapnya.
Setelah informasi itu ditemukan, lanjut Hilmar, kisah itu akan dirangkai kata hingga menjadi bagian dari sejarah Indonesia. “Terlepas dari sejarah masa lalu, ini tak sekadar kisah, tetapi mewujudkan misi kita untuk memuliakan manusia. Sekaligus pengingat, agar tidak terulang di masa mendatang,” ucapnya.
Direktur Pelindungan Kebudayaan, Judi Wahjudin menuturkan latar belakang kerja sama. Pada 1944, sejarah pernah mencatat, wilayah yang kini disebut Indonesia pernah menjadi teater Perang Dunia II.
Pertempuran berlangsung di beberapa lokasi dan banyak kisah telah terjadi. Salah satu pertempuran itu terjadi antara tentara Jepang dan Amerika di Kepulauan Biak Numfor, Papua.
Setelah 80 tahun berlalu, Tim Teknis Gabungan Indonesia dan Jepang berhasil mengumpulkan 9 kerangka manusia yang diduga kuat sebagai tentara Jepang yang gugur pada Perang Dunia II di wilayah tersebut.
“Kerangka tersebut dibawa ke Jakarta untuk diteliti lebih lanjut, salah satunya melalui tes DNA,” tuturnya.
Penemuan 9 kerangka itu hasil dari penandatanganan kesepakatan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Jepang pada 25 Juni 2019 lalu. Tim Teknis Gabungan Indonesia dan Jepang kemudian dibentuk, sebagai tindak lanjut dari perjanjian itu.
Realisasi perjanjian mengalami kendala karena pandemi menerpa dunia. Pada 21 Juni 2022, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang kembali menandatangani perpanjanganbperjanjian hingga 24 Juni 2025.
Penanggung jawab pelaksana perjanjian adalah Kemdikbudristek bersama Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang. Kedua belah pihak membentuk Tim Teknis Gabungan yang dipimpin oleh perwakilan dari Pemerintah Indonesia.
“Pengaturan lebih rinci untuk pelaksanaan perjanjian itu dibuat menjadi Prosedur Operasional Standar. Kegiatan berusaha memenuhi kaidah ilmiah, akademis, kesehatan, dan aspek sosial-budaya,” kata Judi.
Langkah berikutnya mengenai repatriasi. Tahap itu diharapkan dapat terealisasi dalam waktu dekat, setelah identifikasi berhasil dilakukan. Proses selanjutnya dibuat rumusan, yang akan disampaikan ke Pemerintah Jepang untuk pengembangan ekonomi dan sosial yang bermanfaat untuk masyarakat lokal, pelestarian sumber daya sejarah, dan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. (Tri Wahyuni)