JAKARTA (Suara Karya): Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meluncurkan buku Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia 2023. Diharapkan, dokter mendapat penghargaan dalam menjalankan profesinya.
“Penghargaan itu bisa berupa finansial maupun non-finansial,” kata Ketua Umum PB IDI, Dr dr Mohammad Adib Khumaidi SpOT usai peluncuran buku tersebut di Jakarta, Rabu (27/9/23).
Sistem remunerasi dokter itu, lanjut Adib Khumaidi, jika diatur akan meningkatkan kualitas layanan kesehatan di masyarakat, meningkatkan kinerja dan integritas dokter, kesejahteraan, kinerja fasilitas kesehatan, serta memperbaiki distribusi dokter.
“Lewat buku ini, semoga terbentuk sistem remunerasi yang layak dan
berkeadilan bagi dokter Indonesia yang telah melaksanakan tugas keprofesiannya,” ucapnya.
Sistem renumerasi yang disusun, diharapkan, akan meningkatkan performa dan kinerja dokter, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja fasilitas layanan kesehatan dimana dokter itu bekerja.
“Sistem remunerasi yang layak dapat menjaga marwah profesi kedokteran dan integritas Dokter Indonesia. Sistem remunerasi dokter yang baik juga mendorong distribusi dokter lebih merata di seluruh Indonesia,” kata Adib.
Di sisi lain, sistem pelayanan kesehatan juga butuh tata kelola yang baik, termasuk tata kelola bidang pembiayaan dan remunerasi. Sistem remunerasi diharapkan mengapresiasi kinerja para pekerja intelektual berbasis kelayakan dan rasa keadilan.
“Rasa keadilan itu berlaku bagi semua pihak yang terlibat. Tak hanya para dokter, tetapi juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pemberi kerja,” tuturnya.
Buku Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia disusun oleh Bidang Pengembangan Pembiayaan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional PB IDI beserta representatif dari seluruh perhimpunan yang berada di bawah payung IDI.
Ketua Bidang Pengembangan Pembiayaan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional, PB IDI, Dr dr Misbahul Munir menjelaskan, sistem remunerasi dalam Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia menggunakan pendekatan 3 P, yaitu Pay for Position (P1), Pay for Performance (P2), Pay for People (P3).
“Pedoman itu disusun agar dapat diterapkan bagi dokter purna waktu, maupun dokter paruh waktu; baik di fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tersier milik pemerintah maupun swasta,” katanya.
Ketua Tim Penyusun Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia 2023, Dr Ken Ramadhan, SpU(K) menyampaikan, penyusunan Pedoman Remunerasi dilakukan setelah mendapat masukan dari seluruh perwakilan perhimpunan kesehatan dibawah naungan PB IDI.
“Selain tambahan data dan informasi dari tim penyusun. Kematangan proses ini semoga menjadi panduan bagi para dokter agar semakin kokoh, karena telah melalui metodologi yang berlapis,” katanya.
PB IDI berharap Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia dapat menjadi menjadi pedoman dasar untuk menghargai dokter, sehingga dokter bisa bekerja dengan tenang, memberi kinerja terbaik, ramah, berperilaku baik, menghasilkan SDM dokter dan dokter spesialis yang kuat dalam menghadapi tantangan, termasuk pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Dengan Pedoman yang baku ini, selanjutnya perlu dikawal dalam pelaksanaannya. Keterlibatan semua pihak sangat dibutuhkan dalam mencapai kesejahtaraan bagi semua,” kata Adib.
PB IDI juga menyampaikan keterbukaan terkait teknologi informasi kedokteran, pengembangan keilmuan, serta beragam kondisi internal dan eksternal yang membutuhkan penyesuaian.
“Sengan demikian perbaikan secara berkelanjutan perlu dilakukan sesuai kebutuhan,” kata Adib seraya menambahkan jika Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia terakhir dibuat pada 2013 dan 2016. (Tri Wahyuni)