JAKARTA (Suara Karya): Kasus aborsi yang di Bandar Lampung kembali menyita perhatian. Sepasang kekasih, Bilie dan Putri, yang diduga menggugurkan kandungan secara paksa, kini mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Langkah hukum tersebut menimbulkan reaksi keras dari sejumlah pihak, termasuk pengamat hukum Natalia Rusli.
Natalia meminta agar Komisi Yudisial (KY), Kejaksaan, dan lembaga pengawas lainnya turun tangan mengawasi jalannya sidang praperadilan. Menurutnya, kasus ini menyangkut hak paling dasar manusia hak untuk hidup.
“Janin usia 7 bulan itu bukan sekadar kumpulan sel. Ia adalah manusia yang punya hak hidup,” kata Natalia Rusli, Selasa (10/6/2025).
Menurut penyelidikan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bandar Lampung, pasangan ini menggugurkan kandungan dengan mengonsumsi obat penggugur janin di sebuah kamar Hotel Astori. Tragisnya, janin hasil hubungan di luar nikah itu kemudian dikuburkan secara diam-diam di wilayah Sumber Rejo, Kemiling.
Praperadilan yang diajukan telah teregistrasi di PN Tanjung Karang dengan nomor perkara 8/Pid.Pra/2025/PN Tjk. Sidang akan dipimpin oleh hakim tunggal Alfarobi.
Natalia menambahkan, ia telah bersurat resmi ke sejumlah lembaga, termasuk KY pusat dan daerah, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Kejaksaan Tinggi Lampung, Ombudsman, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuannya jelas mengawal proses hukum agar berjalan objektif dan adil.
“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kami mendorong agar hakim memiliki keberanian moral untuk memastikan perkara ini tidak berakhir di praperadilan saja,” katanya.
Natalia berharap, jika perkara ini berlanjut ke pengadilan, majelis hakim bisa memberi putusan yang mencerminkan keadilan substantif. “Kami akan kawal terus. Ini bukan hanya soal hukum, ini soal nurani,” ujarnya. (Boy)