JAKARTA (Suara Karya): Asosiasi Inventor Indonesia (AII) pada 18 Juli 2024 lalu memasuki usia 16 tahun. Banyak pekerjaan yang telah dilakukan AII, terutama dalam mendorong para inventor mewujudkan hilirisasi hasil invensinya.
“Lewat AII, kami ingin membantu pemerintah dalam membangun sistem inovasi yang berkelanjutan,” kata Ketua Umum AII, Prof Didiek Hadjar Goenadi dalam peringatan Harlah AII ke-16 di Jakarta, Kamis (18/7/24).
Hadir dalam kesempatan itu Sekretaris Jenderal AII, Prof Jonbi beserta jajarannya.
Prof Didiek menjelaskan, inventor adalah periset, sedangkan periset belum tentu sudah menjadi inventor. Karena seorang inventor harus memiliki invensi yang sudah atau sedang didaftarkan Perlindungan Kekayaan Intelektual (KI) nya ke Direktorat Jenderal KI, Kementerian Hukum dan HAM.
“Inventor WNI secara otomatis menjadi anggota AII. Untuk itu, segera daftarkan diri ke Sekretariat AII untuk dapat kartu tanda anggota aktif. Kartu tersebut untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi dalam memfasiltasi kebutuhan anggotanya,” ucapnya.
Prof Didiek menyebut banyak keuntungan yang diperoleh inventor sebagai anggota AII, antara lain, melindungi kepentingan anggotanya atas kepemilikan hak KI (paten/disain industri), dan meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan pembudayaan IPTEK.
“AII juga melakukan evaluasi paten yang siap dibawa ke pasar (inovasi), dan yang terpenting adalah mempertemukan inventor dengan investor,” kata Prof Didiek menegaskan.
“Pada prinsipnya, AII membantu inventor dalam memecahkan kendala dalam komersialisasi invensinya, memperkuat kemampuan inventor dalam berinvensi, dan membekali inventor dengan kemampuan memasarkan invensinya,” ujarnya.
Untuk melaksanakan misi itu, lanjut Prof Jonbi, AII melakukan beberapa kegiatan, mulai dari valuasi teknologi yang memiliki prospek pra-komersialisasi (TRL 7), mendorong peningkatan TRL ke 8 atau 9 melalui kerja sama mitra industri.
“AII juga mempromosikan teknologi siap komersialisasi (TRL 8/9) kepada komunitas industri dan memfasilitasi negosiasi perlisensian teknologi milik inventor kepada investor,” tutur Prof Jonbi
Disebutkan, kerja sama dengan mitra potensial AII seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Direktorat Jenderal KI (Kemenkumham), Perhimpunan Periset Indonesia (PPI), lembaga riset termasuk perguruan tinggi, dan masyarakat industri terkait.
Kerja sama dengan BPDPKS dilakukan sejak 2021 hingga saat ini. Pada tahun pertama, menghasilkan 7 teknologi hasil invensi; tahun kedua ada 9 teknologi hasil invensi dari riset bidang kelapa sawit yang diminati langsung industri/swasta untuk dilanjutkan ke tahap komersialisasi.
“Kerjabsama seperti itu diyakini mampu mempercepat penyerapan invensi dari para inventor oleh perusahaan yang kompetensi usahanya sesuai dengan jenis teknologi yang ditawarkan,” kata Prof Jonbi.
Sedangkan kerja sama AII dengan mitra perguruan tinggi dan bisnis, antara lain, Universitas Pancasila, Universitas Lambung Mangkurat, ITB, PT Mahesi Agri Karya (MAK), dan Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung.
AII juga menjalin kerja sama dengan satu-satunya organisasi periset di Indonesia yang diakui pemerintah, yaitu Perhimpunan Periset Indonesia (PPI). Kerja sama menyangkut beberapa aspek seperti pembinaan periset menjadi inventor unggul dan pengembangan kapasitas invensi para periset anggota PPI.
Soal promosi hasil invensi program Grant Riset Sawit (GRS) 2019-2021, lanjut Prof Jonbi, AII berkolaborasi dengan pengusaha melalui wadah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
AII telah melakukan audensi dengan Ketua Umum Apindo Periode 2018-2023, Haryadi BS Sukamdani dan Ketua Umum Apindo Periode 2023-2028, Shinta Widjaja Kamdani. (Tri Wahyuni)