Suara Karya

Jadi Motor Perubahan, Guru Harus Maknai Nilai Pembelajar Sepanjang Hayat!

Sumiati, Suru SMAN 11 Mataram (Dok Kemendikbudristek)

JAKARTA (Suara Karya): Menyiapkan kompetensi peserta didik guna menghadapi tantangan zaman bukanlah hal yang mudah. Guru sebagai motor perubahan harus memiliki pola pikir yang kritis dan berjiwa pemelajar yang tangguh, agar dapat terus berinovasi dalam proses pembelajaran.

Sumiati dan Sunarti adalah guru asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan dua sosok yang bisa menjadi contoh karena semangat belajar dan berbagi mereka yang tinggi.

Mengawali perbincangan, Sumiati sejak awal sudah menunjukkan ketertarikannya dengan teknologi. Bahkan menurut dia, teknologi harus masuk dalam kompetensi pedagogik.

Selain itu, Sumati juga menggarisbawahi kemampuan beradaptasi yang tinggi yang harus dimiliki seorang guru profesional.

“Kompetensi itu sangat dibutuhkan agar guru bisa mengelola pembelajaran sesuai dengan kondisi di abad ke-21 ini,” kata guru mata pelajaran kimia yang mengajar di SMAN 11 Mataram tersebut.

Sumiati bercerita, sejak pandemi melanda Indonesia, guru-guru yang tadinya tidak mau membuka diri terhadap teknologi, mau tidak mau harus belajar memanfaatkan teknologi untuk menunjang pembelajaran. Google Classroom menjadi salah satu media digital yang digunakan guru untuk membuat soal secara daring (online).

Meski adaptasi terhadap teknologi bagi beberapa guru senior membutuhkan proses yang lebih lama, Sumiati mengungkapkan, ?ereka tetap menunjukkan tertarikannya untuk belajar. Sesama guru dari berbagai lintas usia saling membantu untuk menciptakan materi pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Terkait dengan peningkatan kompetensi digital dan teknologi informasi (TI), Sumiati menekankan, hal tersebut sebenarnya bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja.

“Pengembangan diri bisa dilakukan secara mandiri, tanpa harus menunggu pelatihan oleh pemda. Apalagi sekarang ini banyak sekali pelatihan online tidak berbayar yang bisa diakses guru,” ucapnya optimistis.

Kolaborasi dengan teman sejawat dikatakan Sumiati adalah pilihan terbaik karena baginya, setiap ilmu dan pengalaman yang diperoleh akan bernilai jika diimbaskan kepada guru-guru lain.

“Jika mereka memiliki kemampuan lebih, maka saya akan mengajak dia untuk berbagi dan berkolaborasi sehingga mampu meningkatkan kapasitas satu sama lain,” ucapnya.

Sumiati adalah sosok guru yang senang belajar. Tekadnya begitu kuat untuk mempelajari berbagai hal baru di sekitarnya. Ia mengaku selalu bersemangat setiap mengikuti pelatihan baik itu pelatihan secara mandiri maupun pelatihan dari pemda dan pusat.

“Biasanya setelah mengikuti pelatihan saya merasa keterampilan dan kemampuan semakin bertambah dan saya selalu tidak sabar untuk berbagi dan mengimbaskannya baik kepada teman guru yang lain maupun kepada siswa,” ungkapnya.

Pelatihan yang telah diikutinya, antara lain Pembuatan Naskah dan Video Pembelajaran, Orientasi Pembelajaran Kurikulum Merdeka (online Mandiri), dan Pelatihan Penggerak Merdeka Belajar.

Adapun pelatihan yang ia ikuti dan paling ia minati adalah Pelatihan Pembuatan Modul Ajar Kurikulum Merdeka secara Offline dan Pelatihan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila secara Offline.

Berbagai pelatihan yang telah diikuti Sumiati membuatnya kini telah melakukan berbagai perubahan dalam pola pembelajaran di kelas, seperti penerapan pembelajaran berdiferensiasi, merancang pembelajaran bermakna bagi siswa, membimbing setiap siswa untuk membuat dan menggunakan blog sebagai media pembelajaran.

“Saya juga termotivasi untuk memvariasikan model pembelajaran di kelas seperti model pembelajaran PBL, PJBL, Discovery Learning dan lain-lain,” imbuh perempuan yang mengaku inovasi yang dilakukan mendapat dukungan dari kepala sekolah dan mendapat sambutan positif dari peserta didiknya.

Senada dengan itu, Sunarti, guru Bahasa Indonesia di SMAN 1 Mataram juga meyakini pentingnya kolaborasi dalam meningkatkan capaian belajar siswa. Semangat untuk meningkatkan kapasitas diri, menurutnya, harus muncul dari diri seorang guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru.

Sunarti, Guru SMAN 1 Mataram (Dok. Kemendikbudristek)

“Salah satu cara yang paling sederhana untuk meningkatkan kompetensi adalah dengan berbagi dan berkolaborasi. Seorang guru harus terus tergerak, terus bergerak, dan teruslah menggerakkan komunitas di sekitarnya,” kata perempuan yang sudah mengajar selama 28 tahun itu.

Berikut adalah produk atau kegiatan karya Sunarti yang terinpirasi dari berbagai pelatihan yang telah ikutinya. Pertama, Metode “AMP” yang memberdayakan alumni, media swadaya dan penghargaan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Kedua, “ES TEH” singkatan dari Empati, Simpati, Tulus, Energik, dan Harmonisasi merupakan upaya untuk meningkatkan nilai karakter siswa.

Selain itu ada “DIKSI SI DARLING” singkatan dari Diskusi, Kolaborasi, dan Apresiasi Daring Luring atasi Learning Loss di Masa PTMT. Keempat adalah “KIS” singkatan dari Kolaborasi, Inovasi, dan Solusi dalam mewujudkan Merdeka Belajar dan Profil Pelajar Pancasila.

Sunarti mengaku senang dan bersyukur ketika upaya yang ia lakukan untuk memberi pembelajaran bermakna bagi peserta didik membuahkan hasil.

“Siswa lebih antusias dan lebih banyak ingin tahu tentang cara dan materi yang guru ajarkan. Pembelajaran menggunakan IT sangat menarik dan tidak membosankan kata siswa,” ucap Sunarti menirukan komentar peserta didik.

Ia menambahkan, upaya guru di sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran juga semakin optimal, karena mendapat dukungan dari kepala sekolah.

Sunarti meyakini, guru sebagai garda terdepan harus mampu menguasai berbagai kompetensi yang sesuai dengan perkembangan zaman agar proses belajar di satuan pendidikan semakin asyik, aktif, interaktif, kreatif, produktif dan menyenangkan. (***)

Related posts