JAKARTA (Suara Karya): Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) bersama Majalah Sastra Horison dan Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI) menggelar kegiatan Parade Puisi Untuk Gaza, di Jakarta, Sabtu (27/7/24).
Kegiatan yang dihadiri sekitar 100 sastrawan, budayawan dan tamu undangan itu juga bisa disaksikan secara luring melalui kanal Youtube Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Mengangkat tema ‘Parade Puisi untuk Gaza’, kegiatan itu untuk menyuarakan solidaritas atas situasi dan kondisi kemanusiaan di Palestina. Hadir sastrawan, seniman dan budayawan terkemuka guna membaca puisi bertemakan Palestina.
Beberapa nama besar yang hadir, antara lain Taufiq Ismail, Putu Wijaya, Eka Budianta, Aspar Paturusi, Jose Rizal Manua, Ahmadun Yosi Herfanda, Dewi Motik Pramono, Jajang C Noer dan Fadli Zon.
Selain itu ada Ratna Riantiarno, Helvy Tiana Rosa, Fatin Hamama, Linda Djalil, Clara Sinta, Abrori Jabbar, Jamal D Rahman, Sastri Sweeney, Tami, Nissa Rengganis, Riri Fitri Sari, serta sastrawan dan budayawan lainnya.
Ikut hadir Sekretaris Jenderal Kemdikbudristek, Suharti untuk membacakan puisi berjudul Tanah Air Gaza.
Kepala Badan Bahasa, E Aminudin Aziz dalam sambutannya mengatakan, gambaran tentang Palestina adalah heroiknya perjuangan akibat penindasan Israel.
“Solidaritas Indonesia untuk Palestina dibangun berdasarkan kesamaan nasib sebagai negara yang pernah mengalami penjajahan,” ujarnya.
Ketika mendengar tentang Palestina, lanjut Aminudin, dunia tidak berpihak kepada mereka. Keinginan Indonesia untuk membela kemerdekaan dan memberi hak-hak bagi Palestina sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Aminudin menambahkan, Indonesia telah banyak melakukan diplomasi, negosiasi dan mengirimkan bantuan, namun hingga kini belum ada titik terang. Kekuatan di luar jauh lebih besar daripada kekuatan Palestina.
“Indonesia tidak boleh berdiam diri tanpa melakukan sesuatu. Mendengar Palestina harus dengan mata hati dan perasaan,” ucapnya.
Karena itu, inisiasi disampaikan Majalah Horison dengan mengajak Badan Bahasa untuk memberi sebuah pandangan, terkait hal-hal yang dirasakan sastrawan Indonesia, guna menunjukkan solidaritasnya kepada warga Palestina.
“Badan Bahasa menyambut baik dan berterima kasih atas insiatif ini,” ungkapnya.
Ia berharap, puisi-puisi yang disampaikan dapat membawa pesan yang mendunia dan didengar oleh masyarakat yang sadar atas nasib Palestina serta menjadi doa yang didengar oleh Allah SWT.
“Semogase Palestina bisa mendapat kemerdekaannya,” katanya.
Aminudin menyampaikan pernyataan terima kasih kepada para sastrawan yang sudah berpartisipasi dan menyampaikan puisi-puisi dukungannya terhadap Palestina.
Melalui puisi-puisi yang dibacakan, para sastrawan berharap upayanya itu dapat menyentuh hati yang mendengar dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya solidaritas kemanusiaan.
Kegiatan itu diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk peduli dan bertindak dalam memperjuangkan hak-hak kemanusiaan di Palestina.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Majalah Horison, Fadli Zon mengatakan, hampir 40.000 jiwa telah menjadi korban karena penjajahaan Israel (70 persen adalah perempuan dana anak-anak).
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah berkali-kali mengeluarkan resolusi, namun masih belum bisa menghentikan pembantaian atau genosida di Gaza. Sampai sekarang Indonesia seolah-olah tidak dapat berbuat apa-apa.
“Bantuan kemanusiaan dari warga Indonesia tidak dapat masuk ke wilayah Gaza. Melalui Kementerian Pertahanan, Indonesia berusaha mengirimkan 900 parasut dari udara, kapal yang memuat obat-obatan, dan lain sebagainya. Meski tidak efektif, lebih baik ada daripada tidak sama sekali,” ucapnya.
Fadli Zon menyebut, sudah ada 149 negara yang mengakui negara Palestina dan kini mendukung Palestina menjadi negara anggota PBB.
“Semoga dalam waktu dekat Palestina dapat menjadi negara yang merdeka. Diharapkan makin banyak negara lain yang ikut mendukung Palestina,” katanya.
Indonesia adalah negara yang paling konsisten untuk tidak melakukan hubungan diplomatik dengan Israel. Hal itu merupakan konsekuesi dan komitmen Indonesia untuk menghapuskan penjajahan di atas dunia.
“Parade Puisi untuk Gaza adalah solidaritas para sastrawan dan seniman Indonesia bagi warga Gaza. Warga Indonesia tidak akan berhenti menyuarakan solidaritas sampai Palestina merdeka. Indonesia akan terus membantu perjuangan Palestina bertahan terhadap penjajahan yang tengah dihadapi,” pungkas Fadli Zon.
Hadir dalam kegiatan itu, Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair SM Alshun. Ia memberi apreasi kepada negara Indonesia yang selalu bersama dan berjuang dengan Palestina.
Perjuangan itu bukan dengan mengangkat senjata, tetapi melalui diplomasi dan menyuarakan kemerdekaan Palestina melalui banyak organisasi dunia.
“Suara Indonesia selalu ada. Saya mewakili Palestina mengucapkan terima kasih atas solidaritas pemerintah dan masyarakat Indonesia,” imbuh Zuhair.
Zuhair menuturkan, Palestina selalu mencari kedamaian, namun krisis perang masih terjadi. Palestina memiliki hak untuk merdeka dan Yerusalem sebagai bagian penting dari Palestina pasti kembali ke pangkuan.
Meski banyak komunitas internasional terus melakukan perjuangan untuk menyuarakan kemerdekaan atas Palestina, sayangnya banyak politikus yang tidak peduli.
“Bahkan Presiden Joe Biden kala itu menyatakan untuk bersama Israel,” sambungnya.
Salah satu penggagas acara ini, Taufiq Ismail menekankan, pentingnya menyuarakan persoalan kemanusiaan di Palestina secara terus-menerus.
Parade Puisi untuk Gaza ini merupakan bagian dari upaya komunitas internasional untuk mendesak Israel, agar segera mengakhiri pendudukannya di wilayah Palestina.
“Termasuk menarik diri dari Jalur Gaza dan memulihkan wilayah-wilayah Palestina yang telah diduduki,” kata Taufiq menandaskan. (Tri Wahyuni)