JAKARTA (Suara Karya): Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki adanya dugaan pelanggaran hukum, yang berpotensi pada kerugian negara dalam rencana akuisisi saham Pertagas oleh Perusahaan Gas Negara (PGN).
Hal tersebut diungkapkan Presiden FSPPB Arie Gumilar, kapada wartawan saat melayangkan surat pengaduan ke Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/6).
Diungkapkan Arie, dengan surat ini diharapkan KPK dapat melakukan upaya pencegahan praktik korpus kolusi dan nepotisme (KKN) yang relevan sesuai peraturan yang berlaku, termasuk berkonsultasi serta memanggil pihak-pihak dan lembaga terkait, sehingga pelanggaran hukum dan kerugian negara dapat dihindari.
Diketahui, sebagai tindak lanjut pembentukan Holding BUMN Migas yang ditetapkan pemerintah melalui PP No.6 Tahun 2018 pada Februari 2018, Kementrian BUMN (KBUMN) telah memutuskan akan mengonsolidasikan bisnis PT Pertamina Gas (Pertagas) dengan Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui skema akuisisi.
Proses akuisisi Pertagas oleh PGN ini ditargetkan selesai pada Agustus 2018. Padahal skema akuisisi Pertagas oleh PGN belum tentu merupakan pilihan yang terbaik bagi negara, karena terdapat beberapa alternatif lain yang lebih baik.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pertambangan dan Industri Strategis KBUMN Fajar Harry Sampurno pernah mengatakan bahwa ada tiga opsi skema konsolidasi Pertagas dan PGN yang dapat ditempuh, yakni merger, inbreng (penyerahan) saham Pertamina di Pertagas ke PGN, dan akuisisi saham Pertagas oleh PGN.
Dikatakan proses akuisisi hanya membutuhkan waktu sekitar empat bulan, sedang proses merger butuh waktu lebih dari setahun. Karena pertimbangan waktu, maka yang dipilih KBUMN adalah skema akuisisi.
Fajar juga mengatakan skema merger lebih murah karena tidak memerlukan dana tunai untuk penyelesaian. Namun skema ini akan mendilusi otoritas kedua perusahaan. Sedangkan skema akuisisi membutuhkan dana yang besar, tetapi memberi otoritas yang absolut bagi pembeli saham.
Kami meminta agar proses konsolidasi kedua perusahaan tidak hanya dibatasi untuk harus memilih satu dari ketiga skema/opsi dan hanya mempertimbangkan aspek dana dan waktu.
Kepentingan strategis negara dan rakyat sesuai konstitusi harus menjadi pertimbangan utama. Apalagi jika rencana akuisisi tersebut ditumpangi oleh kepentingan perburuan rente oleh oknum-oknum tertentu.
Sejak semula kami memang mendukung pembentukan Holding BUMN Migas, karena dengan Holding akan tercipta sinergi, efisiensi dan efektivitas pengelolaan industri migas nasional. Holding juga akan meningkatkan leverage, value dan kapasitas investasi korporasi ke depan.
Karena itu, holding BUMN ini pun diharapkan akan berkembang bukan saja menjadi perusahaan migas, tetapi menjadi perusahaan energi yang terus membesar. Sehingga Holding BUMN diharapkan akan mampu menyediakan kebutuhan energi yang terus meningkat secara berkelanjutan, serta siap pula bersaing di kancah global.
Namun, terkait rencana konsolidasi Pertagas dengan PGN yang sedang berlangsung saat ini, mereka nyatakan skema akuisisi bukan merupakan langkah terbaik. (Bayu Legianto)